Blog

Workshop Bersama Pak Toto Rahardjo

Semester ini saya belajar di jenjang yang berbeda dari tahun semester sebelumnya. Jika sebelumnya saya belajar di kelas 6 SD SALAM, semester ini saya berproses di kelas XI SMA SALAM sebagai salah satu fasilitator belajar mereka.

Foto By. Aji Prasetyo

Hari pertama di SMA, saya cukup dikejutkan dengan gaya belajar mereka yang sama sekali berbeda dengan jenjang SD. Anak-anak SMA ini, anak-anak lebih mandiri dalam belajar. Tanpa perlu banyak kata dan keterangan, mereka bisa menerjemahkan ide dan maksud fasilitator dengan mudah. Misalnya saja dalam hal sederhana : membersihkan kelas. Tanpa dijelaskan secara detail pembagian kerja, mereka mampu mengambil inisitaif untuk mengerjakannya. Tapi, tak adil juga sebenarnya membandingkan antara SD dan SMA. Tentu mereka berbeda dalam banyak hal : pengalaman, informasi yang diperoleh dan juga kematangan psikilogis. Oke, saya cukupkan perbandinganya, rasanya tidak sehat. Saya akan memulai dengan hal -hal baru yang saya alami di kelas XI SMA. 

Hari kedua kami, semua jenjang SMA dan kelas IX SMP, membuat forum tersendiri dengan Pak Toto Rahardjo, salah satu pendiri SALAM. Katakanlah forum ini sebagai Workshop Merancang Riset. Kenapa demikian? Sebab, dalam pengamatan saya yang terbatas, yang kami diskusikan adalah bagaimana cara memulai dan menentukan Riset. 

Pak Toto memulianya dengan melakukan riset atas dirinya. Satu persatu anak yang sudah mengenalnya ia tanyai tentang dirinya dan meminta mereka untuk merangkumnya dalam satu kata. Maka muncul berbagai macam perspektif tentang Pak Toto :  serem, saklek, inspiratif  sampai hebat muncul dalam jaring pendapat itu, mau plus dan minus semuanya ada. Pak Toto mengatakan bahwa gambaran dirinya yang seram dan sebagainya itu adalah Fakta, setidaknya fakta dalam perspektif mereka. Maka ketika mereka menggali lebih jauh tentang diri Pak Toto melalui riset maupun perumpaan, sehingga perspektifnya terpatahkan atau malah terkuatkan, maka jadilah itu Data. Dari situlah kami memulai diskusi kami dengan membedakan Fakta dan Data.

Riset yang baik adalah riset yang berdasarkan fakta dan diperkuat dengan data. Lantas, dari mana fakta dan data ini dapat kita peroleh? Realitas! Yah, realitas-lah yang menjadi basis atau sumber dari riset kami. Namun realitas semacam apa? 

Satu hal yang ingin dicapai dari riset kami adalah tumbuhnya kemampuan survive. Kemampuan survive mempunyai prasyarat mutlak yaitu kemampuan berpikir kreatif. Inilah yang sulit, menjadi kreatif. Berbeda dengan Pintar, menjadi pintar itu sebenarnya mudah. Cukup kita ikuti les atau kursus. Jam demi jam kita habiskan dengan menghafal rumus tertentu. Tentu banyak sekali sekolah yang menyediakan jasanya untuk membuat anda atau anak anda menjadi pintar. Tapi kreatif? Nah ini yang jarang. Hampir-hampir, menjadi kreatif ini tidak ada sekolahnya. Meskipun saya tidak pernah kuliah di jurusan seni, tapi sedikit saya menduga bahwa (karena ini menduga, tolong dikoreksi jika saya salah) kuliah jurusan seni itu lebih banyak mengajarkan Teknik, nilai, etika dalam membuat atau menilai suatu karya seni. Sedangkan sisi kreatifya? Tentu pencarian yang tiada henti. 

Nah, berpikir kreatif inilah sebenarnya -yang barangkali- oleh Pak Toto Rahardjo maksudkan sebagai hal yang ingin dicapai. Dengan pikiran kreatif, kita bisa merespon peristiwa atau realitas dengan lebih berwarna. Lebih jauh, respon atas realitas itulah menjadi yang menjadi jantung riset anak. Misalnya saja, Si A, melakukan riset tentang fotografi. Maka, yang menjadi titik focus risetnya bukanlah teknik fotografi atau pengaturan cahaya, namun realitas yang ingin digambarkan dalam fotonya-lah yang ingin ditonjolkan. Pun dengan riset tulisan atau lukisan, tulisan dan lukisan hanyalah alat, tujuan yang lebih besar adalah apa yang ingin disampaikan oleh alat itu. Lalu, bagaimanakah memilih realitas atau kenyataan yang akan direspon? Hal ini dapat kita dapatkan melalui memahami tujuan hidup kita, atau persolan yang ingin kita selesaikan. Jadi, tak melulu riset itu tentang sesuatu yang kita sukai. Suka atau tidak suka, selama itu dalam upaya menuju tujuan hidup kita, maka kita harus lakukan. 

Dengan mimik serius Pak Toto berbicara kepada kami, kurang lebih begini “Jika kamu sudah kelas tinggi (SMP keatas), kita tak lagi bicara suka atau tidak suka pada satu hal. Dunia diluar sana amatlah sadis, kejam dan bengis. Kita seringkali harus mengerjakan apa yang tidak kita sukai untuk tetap bertahan. Menggambar, menulis, memotret dan sebaginya itu alat, cara saja.  hal yang lebih besar kita harus potert / gali adalah realitas. Jangan sampai kalian terjebak oleh kenyamanan SALAM. Mengerjakan hal-hal yang kalian sukai saja.  

Diakhir sesi, Pak Toto memberikan tugas anak-anak untuk medeskripsikan apa yang akan tekuni, dan apa pula argumetasinya. Tidak sabar menungu itu, semoga pikiran anak-anak besok dapat saya tuliskan. Doakan saja, saja kuat. Itu saja. []

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *