Yon Koeswoyo dimakamkan selubang dengan Tonny Koeswoyo kakaknya. Tonny sudah menantikannya dengan wajah berbunga-bunga, kemudian menerimanya, memeluknya dan meletakkan kepala adik tersayang itu di pangkuannya.
Entah apa yang mempertemukan rasa jiwa mereka, tapi terdengar mereka bernyanyi: “Terlalu indah dilupakan, terlalu sedih dikenangkan….”. Dan Yok Koeswoyo, adik mereka berdua yang berdiri di tepian makam, melantunkan “suara dua” dengan kelembutan hati dan kedalaman cintanya.
Ah, benarkah ketiga bersaudara itu bernyanyi bersama?
O, mungkin tidak bagimu, tapi ya bagiku. Atau sebaliknya. Tak apa. Kalau kamera kita berbeda, memotret obyek sama, hasilnya benar semua, meskipun tak sama, karena resolusi dan pixel kamera kita berbeda. Hai, apa yang kau maksud dengan “benarkah”, “benar”?
Benar dan kebenaran adalah cakrawala. Kebenaran tidak bisa dipersempit menjadi hanya yang kita bisa lihat, dengar dan raba. Kebenaran tak bisa kita batasi dengan anggapanku atau anggapanmu. Bahkan kebenaran yang mampu ditemukan oleh para ilmuwan, sarjana dan cendekiawan di Sekolah-sekolah, hanyalah tataran terendah dari infinitas semesta dan cakrawalanya. Hanyalah “Ilmu Katon” dari jagat “tan kinaya ngapa, tan kena kinira”, bayang-bayang dari “laisa kamitslihi syai`un”.
Bahkan berulang-ulang di firman-Nya Tuhan menegaskan: “Kebenaran itu dari Tuhanmu”. Bukan dari, pada dan milik selain Ia. Kita manusia tidak pernah benar-benar benar. Tidak pernah sungguh-sungguh benar. Tidak pernah sejati benar.
Hari-hari ini semakin banyak orang mempertengkarkan “benarnya sendiri-sendiri”, besar kepala dengan “benarnya orang banyak” atau “benarnya bersama” yang sebenarnya belum tentu benar. Aku hanya meraba, terus meraba “benar yang sejati”, terus berjuang menguaknya. Maka jangan menagih kebenaran kepadaku sebagaimana yang tergenggam di tangan-Nya.
Aku memasuki jiwa mereka bertiga, Tonny, Yon, Yok. Desing cintaku mendengarkan nyanyian cinta mereka. Jangan batasi jiwa para Koes itu dengan biologi dan fisika. Allah sendiri menyatakan: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki”. Apakah berdasarkan hasil penelitianmu, Pak Koeswoyo, Tonny dan Yon mati di jalan Setan atau Iblis?
Yon Almarhum. Bersama Tonny Almarhumani. Bersama Murry Almarhumin. Koes Bersaudara adalah Tony, Nomo, Yon dan Yok. Koes Plus adalah Tony, Yon, Yok, minus Nomo plus Murry. Para Almarhumin bukan “mendiang”, bukan “yang sudah meninggal”. Bukan dua orang yang telah meninggal, melainkan dua orang yang dicintai. Oleh siapa? Oleh Allah, yang memanggil mereka berdua ke rumah sejati.
Oleh Rahman Rahim-Nya, yang membuat mereka kakak beradik dianugerahi fadhilah, bahkan hampir-hampir karamah, sehingga tertuntun untuk melahirkan 1050 (seribu lima puluh) lebih lagu-lagu yang sudah ada di dalam hati ratusan juta orang, meskipun mereka belum pernah mendengarnya.
Coba carilah, mulailah meneliti, di seantero bumi, siapa saja penggali dan pemancar keindahan yang sebersahaja Koes, seotentik mereka, seorisinal mereka, seapa adanya mereka. Yang tak bersolek. Tak diindah-indahkan. Tak dimerdu-merdukan. Tak dicanggih-canggihkan. Tak dibermutu-bermutukan.
Dan lubang tanah kuburan yang sempit itu, tidak sesakkah bagi Tonny dan Yon berdua? Wahai manusia, yang bertumpuk di lubang tanah itu bukan Tony dan Yok, melainkan hanya jasadanya, yang kita menyangka mereka adalah Tonny dan Yon. Mereka sedang melalui batas transformasi itu, sebagaimana Allah menjelaskannya: “Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia”.
Dan tatkala mereka mengingat sebagian dari romantika dan dinamika pengalaman mereka di dunia, Tonny dan Yon membaca kembali ayat itu: “Mengapa kamu mentidakkan Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”. ***
Budayawan, penyair, esais & pekerja Sosial
Leave a Reply