Tino Sidin (lahir di Tebingtinggi, Sumatera Utara, 25 November 1925 – meninggal di Jakarta, 29 Desember 1995 pada umur 70 tahun) adalah seorang pelukis dan guru gambar yang terkenal dengan acaranya di stasiun TVRI era 80-an, yaitu Gemar Menggambar. Dalam acara ini “Pak Tino” mengajar anak-anak bahwa menggambar itu mudah, dan merupakan perpaduan dari garis-garis lurus dan garis-garis lengkung. Pada akhir setiap acara ia menunjukkan gambar-gambar yang dikirim oleh pemirsanya dan kemudian menambahkan komentar yang sangat dikenal, “Bagus!”
Peresmian Patung & Musium Tino Sidin
Memberikan penghormatan melalui sebuah penghargaan dalam berbagai rupa merupakan tradisi yang dilakukan oleh setiap negara untuk memotivasi dan menginspirasi setiap generasi. Setiap tokoh yang memberikan pengaruh kuat terhadap suatu peradaban tentunya layak untuk diabadikan dalam bentuk karya baik itu berupa buku ataupun patung. Indonesia memiliki beragam tokoh yang memiliki pengaruh penting hingga terbentuk dan berdirinya negara ini hingga saat ini, salah satunya adalah patung dirgantara, patung gajah mada, patung pahlawan revolusi dan lain sebagainya sebagai bentuk penghormatan atas jasa – jasanya dalam menyatukan dan mempertahankan Indonesia.
Segala bentuk pengabdian layak diapresiasi selama itu memberikan pengaruh baik bagi masyarakat, dan kemarin Kamis (14/12/2017) Mendikbud Muhadjir Effendi meresmikan patung Tino Sidin di Yogyakarta. Jika Anda generasi 60 – 80an pasti tidak asing dengan tokoh seni satu ini. Beliaulah yang mempopulerkan seni menggambar lewat stasiun TV pertama kali di TVRI sebagai tayangan edukasi untuk anak – anak. Atas dedikasi dan karyanya dalam menjadi pejuang kemerdekaan, pendidikan seni dan budaya serta sekaligus pelopor tayangan edukasi dalam seni gambar, dibuatlah karya seni rupa patung Pak Tino Sidin yang di abadikan di Museum Taman Tino Sidin. Sebelumnya museum ini telah diresmikan oleh Muhamad Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, pada 14 Oktober 2014.
Peresmian ini menjadi agenda dari rangkian acara yang bertajuk “Tribute to Tino Sidin, 92th Menginspirasi Indonesia” ini bertujuan untuk mengangkat kembali semangat dan cita-cita Tino Sidin dalam mengembangkan kreativitas dan seni khususnya bagi generasi mendatang. Selain itu juga untuk lebih mengenalkan keberadaan Taman Tino Sidin sebagai Museum, Galeri, dan Ruang Seni kepada publik.
Selain karya – karya dari Tino Sidin, museum Tino Sidin juga dipercantik dengan berbagai karya antara lain dua lukisan karya Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dan karya lain dari para seniman seperti; Dyan Anggraini Hutomo, Laretna T. Adhisakti, A.C. Andre Tanama, Andi Purnawan Putra, Edduard (Edo Pop), Heri Dono, Jumaldi Alfi, M. Dwi Marianto, Nasirun, Otok Bima Sidarta, Putu Sutawijaya, Sudarisman, Sudarwoto, Susilo Budi Purwanto, Ugo Untoro, dan Yuswantoro Adi.
Menteri Keuangan Prof.Dr. Sri Mulyani Indrawati di depan patung pelukis Tino Sidin, di Jln. Tino Sidin, Kadipiro, Yogyakarta, Sabtu, 23 Desember 2017. Sri berdiri berjajar dengan salah satu putri Tino Sidin, dan Yusman, pematung yang mematungkan Tino Sidin di belakangnya.
Saat berorasi di kesempatan itu, Sri mengingatkan kembali ungkapan “yak, bagus!”, “ayo, teruskan!” yang acap dilontarkan oleh almarhum Tino Sidin saat mengampu acara Gemar Menggambar di stasiun televisi milik pemerintah, TVRI, puluhan tahun lalu. Baginya, ungkapan seperti itu perlu terus disegarkan kembali dalam ingatan untuk diwujudkan dalam praktik kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan sosial, juga dalam kehidupan bernegara.
Sri mengingatkan bahwa ungkapan bernada apresiatif seperti “yak, bagus!” kini seperti menjadi sesuatu yang langka. Tidak sedikit manusia di sekitar kita kini lebih rajin untuk mencaci, meremehkan, meniadakan yang lain, daripada memuji, atau menghargai setiap kebaikan yang telah dan sedang dilakukan oleh orang atau pihak lain.
Mental untuk mengapresiasi secara konstruktif seperti dilakukan oleh Pak Tino Sidin pada setiap lukisan anak yang disodorkan padanya, layak untuk diteladani, dan diperluas cakupannya di wilayah sosial kemasyarakatan dan kebangsaan. Ini jauh lebih menentramkan ketimbang selalu mengumbar kebencian, caci maki, kedengkian dan semacamnya.
Sri yang belajar melukis pada Tino Sidin lewat televisi di masa kecilnya puluhan tahun lalu itu seperti memberi sinyal penting bahwa misi seni pun bisa dipertajam sasarannya untuk perbaikan hubungan antarmanusia. ***
SALAM (Sanggar Anak Alam), Laboratorium Pendidikan Dasar, berdiri pada tahun 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara.
Leave a Reply