Menghadapi arah pendidikan kita saat ini adalah suatu tantangan yang kompleks dan mengharuskan kita untuk merenungkan peran dan visi pendidikan di masa depan. Sistem pendidikan merupakan fondasi bagi perkembangan suatu bangsa, dan oleh karena itu, perlu diupayakan agar pendidikan dapat berkembang sejalan dengan tuntutan zaman. Namun, dalam realitasnya, tampaknya perubahan kebijakan pendidikan kita terkadang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kurang relevan, seperti selera dari latar belakang pendidikan para menteri yang menjabat. Meskipun latar belakang pendidikan dapat memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih dalam tentang isu-isu pendidikan, kebijakan haruslah didasarkan pada bukti ilmiah dan kepentingan umum, bukan semata-mata pada preferensi individu.
Selain itu, adanya pengaruh orientasi pasar yang kuat juga turut mempengaruhi kebijakan pendidikan kita. Pendidikan tidak boleh dianggap semata-mata sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan. Pendidikan adalah hak asasi manusia dan investasi jangka panjang bagi kemajuan suatu bangsa. Dalam menerapkan orientasi pasar pada pendidikan, risiko munculnya kesenjangan sosial dan kesempatan pendidikan yang tidak merata di masyarakat meningkat.
Kebijakan-kebijakan yang mengarah pada standarisasi dan sertifikasi juga menjadi isu yang perlu dicermati secara mendalam. Standarisasi pendidikan dapat membantu menjaga kualitas dan keseragaman sistem pendidikan, namun jika diterapkan secara berlebihan, dapat membatasi kreativitas dan inovasi dalam proses belajar-mengajar. Sertifikasi, meskipun penting untuk mengakui kompetensi seseorang, juga perlu diimbangi dengan pengakuan terhadap keterampilan dan bakat yang mungkin tidak selalu terukur dalam ujian standar.
Untuk itu, kita perlu menghadapinya dengan beberapa langkah dan pandangan yang konstruktif. Pertama, perubahan kebijakan haruslah didasarkan pada penelitian dan analisis mendalam, sehingga keputusan yang diambil bersifat objektif dan berdasarkan bukti yang kuat. Keterlibatan para pakar pendidikan, guru, dan stakeholder utama lainnya dalam proses pengambilan keputusan adalah langkah penting untuk mencapai tujuan ini.
Kedua, pendidikan haruslah dianggap sebagai investasi jangka panjang bagi masa depan bangsa. Oleh karena itu, dana yang cukup dan konsisten harus dialokasikan untuk sektor pendidikan. Penyediaan akses pendidikan yang merata dan berkualitas untuk semua lapisan masyarakat akan membantu mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan daya saing bangsa di tingkat global.
Ketiga, pendidikan harus tetap berfokus pada pengembangan potensi individu secara holistik. Meskipun standarisasi penting untuk memastikan kualitas, namun penting juga untuk memperhatikan keunikan dan keberagaman kemampuan setiap siswa. Memahami bahwa tidak semua aspek kecerdasan dapat diukur melalui ujian standar adalah langkah awal untuk menciptakan sistem pendidikan yang inklusif dan berpihak pada setiap peserta didik.
Seharusnya pendidikan senantiasa beradaptasi dengan perkembangan zaman dan tuntutan global. Pengenalan teknologi dan inovasi dalam proses pembelajaran adalah suatu keharusan untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan masa depan. Penggunaan teknologi dengan bijak dapat memperkaya proses belajar dan mengubah paradigma tradisional pembelajaran menjadi lebih interaktif dan menarik.
Dalam menghadapi arah pendidikan kita, penting untuk melibatkan seluruh lapisan masyarakat, termasuk pemerintah, pendidik, orang tua, dan siswa itu sendiri. Semua pihak harus saling mendukung dan bekerjasama untuk menciptakan sistem pendidikan yang berkualitas dan mampu mewujudkan potensi maksimal setiap individu. Dengan mengutamakan kepentingan umum dan mengadopsi pandangan yang inklusif dan progresif, kita dapat membawa pendidikan kita menuju arah yang lebih baik, mampu menjawab tantangan masa kini dan masa depan, serta memberikan manfaat bagi kemajuan bangsa dan peradaban manusia secara keseluruhan.
Perkembangan pendidikan di Indonesia, sebagaimana diuraikan oleh almarhum Aswab Mahasin mengutip Surau Jembatan Besi yang ditulis oleh Hamka pada masa kehadiran Belanda di Indonesia, memperlihatkan bagaimana sistem pendidikan berangsur-angsur mengalami perubahan menuju bentuk yang lebih baku dan terstruktur. Pada masa itu, sekolah belum memiliki standar dan sarana pendidikan yang memadai, sehingga suasana kelas sangat beragam, termasuk kenyataan bahwa murid-murid duduk bersila di lantai tanpa meja dan kursi.
Mengubah Surau Jembatan Besi menjadi sekolah dengan sistem kelas adalah salah satu langkah awal dalam memperkenalkan bentuk pendidikan yang lebih terorganisir dan sistematis. Dalam perjalanan waktu, sistem kelas ini kemudian menjadi semakin baku dan terstruktur, mencerminkan pendekatan yang lebih formal dalam proses belajar-mengajar.
Namun, perlu diingat bahwa perubahan ini juga dapat membawa dampak positif dan negatif. Di satu sisi, pendidikan yang terstruktur dan sistematis dapat meningkatkan efisiensi dan keseragaman dalam penyampaian materi pembelajaran. Standarisasi juga dapat membantu memastikan kualitas pendidikan yang lebih tinggi dan persaingan yang sehat antar-siswa.
Namun, di sisi lain, perubahan ini juga bisa mengakibatkan pembatasan terhadap kreativitas dan inovasi dalam proses pembelajaran. Dalam sistem kelas yang kaku, kemampuan siswa seringkali dinilai hanya melalui ujian standar, yang mungkin tidak mencerminkan sepenuhnya potensi dan keunikan mereka. Beberapa siswa mungkin lebih unggul dalam bidang-bidang non-akademis yang tidak terukur dalam ujian tertulis, seperti seni, olahraga, atau kepemimpinan.
Selain itu, pada era pendudukan Belanda, pendidikan juga dipengaruhi oleh agenda politik kolonial. Kurikulum dan metode pembelajaran pada masa itu kemungkinan dirancang untuk menghasilkan generasi yang patuh dan tunduk pada penguasa kolonial. Hal ini dapat menyebabkan pemahaman yang terbatas dan kurangnya kesadaran akan hak-hak asasi manusia, kemerdekaan, dan kemandirian.
Namun, seiring berjalannya waktu, Indonesia mencapai kemerdekaannya dan mendapatkan kesempatan untuk membangun sistem pendidikan yang lebih sesuai dengan nilai-nilai nasional dan kebutuhan masyarakat. Proses ini tentu tidaklah mudah, mengingat warisan sejarah dan tantangan yang dihadapi. Namun, melalui pemikiran kritis, kolaborasi antara berbagai pihak, dan komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, kita dapat mencari solusi yang lebih inklusif dan progresif.
Pendidikan merupakan tonggak bagi perkembangan suatu bangsa, dan perlu diingat bahwa pendidikan seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menghasilkan tenaga kerja yang produktif, tetapi juga sebagai sarana untuk menciptakan warga negara yang cerdas, kritis, dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan. Melalui refleksi atas sejarah pendidikan kita dan memahami tantangan masa kini, kita dapat mencari arah yang lebih baik untuk pendidikan kita di masa depan. []
Seorang otodidak, masa muda dihabiskan menjadi Fasilitator Pendidikan Popular di Jawa Tengah, DIY, NTT dan Papua. Pernah menjadi Ketua Dewan Pendidikan INSIST. Pendiri Akademi Kebudayaan Yogya (AKY). Pengarah INVOLPMENT. Pendiri KiaiKanjeng dan Pengarah Sekolah Alternatif SALAM Yogyakarta.
Leave a Reply