Di Sanggar Anak Alam (SALAM) METODE menggunakan silsilah bisa sebagai pintu masuk belajar geografi, sejarah Nasional maupun Internasional. Berangkat dari pertanyaan dasar: Apa, berapa, Siapa, dimana, dari mana asal usulnya akan sampai—alasan membuka atlas (globe). Maka, kita bisa belajar geografi maupun sejarah dengan berpijak dari keluarga kita.
silsilah/sil·si·lah/ n 1 asal-usul suatu keluarga berupa bagan; susur galur (keturunan): menurut — nya, ia berasal dari keluarga baik-baik; 2 catatan yang menggambarkan hubungan keluarga ternak sampai beberapa generasi; 3 Ling penggambaran hubungan antara bahasa induk dan bahasa-bahasa turunan dalam keluarga
Dalam sebuah garis keturunan, biasanya ada garis ke atas dan ke bawah. Dalam garis ke atas mulai dari bapak, kakek/nenek dan terus ke atas. Sedangkan ke bawah mulai dari anak, cucu dan seterusnya. Untuk di daerah Jawa, ada istilah dalam garis keturunan sejauh hingga keturunan ke-18. Tulisan ini merupakan upaya turut melestarikan budaya dan warisan para leluhur. Di Jawa, garis keturunan ini sering disebut dengan istilah TRAH / BANI untuk di beberapa di daerah.
TRAH KELUARGA JAWA
Di Keluarga orang Jawa, biasanya menyebut orang tuanya dengan sebutan Bapak/Bapa dan Ibu/Biyung, dan orang tua dari Ibu Bapak disebut Simbah atau Eyang. Lalu orang tuanya
Berikut adalah istilah untuk level keturunan (ke bawah) dan level leluhur (ke atas) dalam Bahasa Jawa :
Moyang ke-18. Mbah Trah Tumerah
Moyang ke-17. Mbah Menya-menya
Moyang ke-16. Mbah Menyaman
Moyang ke-15. Mbah Ampleng
Moyang ke-14. Mbah Cumpleng
Moyang ke-13. Mbah Giyeng
Moyang ke-12. Mbah Cendheng
Moyang ke-11. Mbah Gropak Waton
Moyang ke-10. Mbah Galih Asem
Moyang ke-9. Mbah Debog Bosok
Moyang ke-8. Mbah Gropak Senthe
Moyang ke-7. Mbah Gantung Siwur
Moyang ke-6. Mbah Udheg-udheg
Moyang ke-5. Mbah Wareng
Moyang ke-4. Mbah Canggah
Moyang ke-3. Mbah Buyut
Moyang ke-2. Simbah, dalam bahasa Indonesia disebut Eyang
Moyang ke-1. Bapak / Simbok
Keturunan ke-1. Anak
Keturunan ke-2. Putu, dalam bahasa Indonesia disebut “cucu”
Keturunan ke-3. Buyut, dalam bahasa Indonesia disebut “cicit”
Keturunan ke-4. Canggah
Keturunan ke-5. Wareng
Keturunan ke-6. Udhek-Udhek
Keturunan ke-7. Gantung Siwur
Keturunan ke-8. Gropak Senthe
Keturunan ke-9. Debog Bosok
Keturunan ke-10. Galih Asem
Keturunan ke-11. Gropak waton
Keturunan ke-12. Cendheng
Keturunan ke-13. Giyeng
Keturunan ke-14. Cumpleng
Keturunan ke-15. Ampleng
Keturunan ke-16. Menyaman
Keturunan ke-17. Menya-menya
Keturunan ke-18. Trah tumerah.
Sebutan-sebutan nama silsilah di atas begitu luar biasa. Sangat berharga untuk pengetahuan dan juga sangat sulit dihafalkan. Banyak dari orang jawa yang sudah tidak terlalu mementingkan hal ini karena banyak dan sulitnya istilah yang digunakan. Hal ini juga dikarenakan rata-rata usia hidup dalam silsilah TRAH/BANI hanya mencapai mbah wareng atau mbah canggah, sehingga kadang terlupakan istilah setelahnya. []
SALAM (Sanggar Anak Alam), Laboratorium Pendidikan Dasar, berdiri pada tahun 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara.
Leave a Reply