Kepada Orang Tua Siswa yang budiman,
Kali ini salamyogyakarta.com menurunkan tulisan yang sebetulnya rada-rada “rahasia dapur”—mungkin bagi orang lain hal seperti ini seharusnya disimpan rapat-rapat, orang kebanyakan sangat tidak siap untuk membuka aib di muka umum. Pertimbangan kami, ini bisa kita jadikan bahan pembelajaran untuk kita semua, orang tua, orang dewasa, bahwa ternyata bertanggungjawab terhadap anak-anaknya itu bukan soal yang mudah dan sederhana. Maka bagi orang yang berduit, seringkali lebih seneng untuk membayar dari pada harus ribed berkomunikasi, bertatap muka, silaturahmi hanya sekadar untuk berdikusi, saling mendengar dan memperhatikan, juga saling impresif satu sama lain. Tentu saja bagi kami sudah sangat gamblang, bahwa SALAM ini bukan tempat “penitipan” anak yang bisa dijadikan oase untuk melepaskan Orang tua, orang dewasa sejenak lari dari perhatian terhadap anak-anaknya. SALAM hanyalah ikhtiar membangun setitik lingkungan belajar kehidupan diantara kita di tengah-tengah lingkungan yang sangat luas yang disebut jagad raya ini. Maka sudah seharusnya kita saling menyapa, saling mengingatkan serta saling menjunjung satu sama lain. Sekali lagi jangan jadikan SALAM itu semacam DENSUS yang suka memanggil dan mendatangi untuk mengintrograsi—kita ini sesama keluarga yang masih meyakini betapa pentingnya silaturahmi, betapapun media komunikasi sudah bejibun jumlahnya. Redaksi. ***
Pertengahan Semester Dua
Tidak terasa, semester kedua tahun ajaran 2017/2018 sudah memasuki minggu ke-duabelas. Sudah separuh semester lebih terlewati. Sejauh itu, ini adalah jurnal pertama yang saya tulis semester ini. Bukan karena lupa. Bukan juga karena malas. Alasan lebih tepatnya karena sakit hati, sebab hingga saat ini ada dua laporan hasil belajar alias rapor yang belum diambil. Bagi saya yang baru satu kali menyusun rapor, dan merasakan sendiri betapa menyusun laporan hasil belajar anak-anak SALAM cukup menguras energi, hal ini cukup menyakitkan hati.
Saya tidak paham, apa alasan orangtua tidak mengambil rapor anaknya. Namun, apapun alasannya, seharusnya laporan hasil belajar itu sebaiknya segera dibaca oleh orangtua dan, terutama, anak sebagai bahan evaluasi untuk memasuki semester baru. Kami, saya dan dua fasilitator kelas SMA bahkan memberi kondisi khusus dengan menganjurkan orangtua agar memberi ijin bagi anak-anaknya untuk membaca rapornya terlebih dahulu. Tentu saja dengan mengkonfirmasikan ijin tersebut kepada fasilitator kelas. Tapi kondisi khusus ini tidak direspon sama sekali.
Ketika komitmen belajar dua arah tidak berjalan seperti inilah keengganan saya menulis jurnal luntur. Saya memang mutungan. Tapi ketika proses fasilitasi berjalan kembali di semester ini, rasanya kok sayang jika tidak mencatat lagi. Apalagi ketika saya mendapati teman-teman SMA yang telah berproses sejak awal tahun ajaran berkembang dalam cara belajar yang lebih mandiri. Jadi untuk beberapa menit ke depan hingga jurnal ini terselesaikan, saya akan letakkan ‘alasan tidak menulis jurnal’ tadi sebagai kerikil kecil yang tidak begitu tajam.
Awal yang Berbeda
Semester ini, berbeda dengan semester sebelumnya, kami awali dengan membuat indikator belajar yang kami rangkum dari kurikulum 2013. Indikator kami susun berdasar 5 mata pelajaran wajib dan 3 mata pelajaran peminatan (IPS). Tentu saja banyak poin yang kami sederhanakan melihat muatan silabus yang cukup berat. Dari indikator yang tersusun, fasilitator lantas merancang agenda kegiatan sebagai bahan ‘peristiwa belajar’. Beberapa ide kegiatan yang muncul adalah: observasi pasar Senen Legi, menulis surat untuk sahabat pena, membuat silsilah, dan sebagainya. Setelah berjalan beberapa minggu, muncul ide kegiatan baru dari teman-teman SMA. Salah satunya menonton wayang orang. Agenda kegiatan yang beragam dan berada di luar tema riset masing-masing anak ini kami masukkan dalam agenda literasi yang kami sepakati akan berlangsung di tiap hari Kamis.
Dari kesebelas minggu yang telah berjalan, agenda yang sudah terealisasi adalah membahas tentang silsilah keluarga, diskusi perbankan dengan narasumber mantri BRI, menulis surat untuk sahabat pena, membaca cerita pendek dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dan observasi pasar Senen Legi. Banyak hal menarik yang muncul dari kegiatan-kegiatan tersebut. Seperti ketika membahas silsilah keluarga, Rere yang sebelumnya yakin bahwa dirinya adalah Betawi tulen, mendapati bahwa ternyata keluarganya berasal dari Jawa Tengah, Sekar mendapat cerita bahwa salah satu keluarga kakeknya ada yang pernah dibuang ke pulau Buru dan pernah menulis buku tentang budidaya anggur di Sukoharjo, Jawa Tengah, Vena memiliki leluhur yang tinggal di Sumba, dan kakek Raykhan yang berasal dari Aceh pernah menampung pejuang GAM pada masa pemberontakan. Hal-hal baru seperti ini dapat membawa kami pada pengetahuan-pengetahuan baru terkait sejarah dan politik.
Selanjutnya pada kegiatan ‘menulis surat untuk sahabat pena’, kami sangat terbantu dengan daftar teman dari mbak Citra, kakak Rere, yang bekerja di Institute France Indonesia (IFI). Tak lama setelah Rere menceritakan rencana ini, mbak Citra segera mengirim daftar teman-temannya yang bersedia untuk berbalas surat dengan para abege SALAM. Tentu saja dalam Bahasa Inggris, karena kegiatan ini tujuannya adalah sebagai peristiwa belajar Bahasa Inggris.
Teman-teman SMA tampak kesulitan untuk menulis langsung dalam bahasa Inggris. Untuk itu kami menganjurkan untuk menulis naskah dalam bahasa Indonesia terlebih dahulu dalam 2-3 paragraf. Semua teman-teman dan fasilitator terkejut luar biasa ketika Satria datang dengan naskah sepanjang 1 halaman folio spasi 1-1,15 pt. Dia banyak bercerita tentang tempat-tempat wisata di Jogja. Sementara Raykhan tampak lancar menulis langsung dalam bahasa Inggris karena pernah bersekolah beberapa tahun di Australia.
Pada diskusi seputar perbankan, teman-teman banyak mencermati informasi dari narasumber seputar kredit usaha. Dari diskusi tersebut, kami jadi tahu bahwa mencatat pembukuan usaha secara rapi dan tertib sangat berguna. Pembukuan usaha dapat menjadi salah satu alat analisa untuk menentukan baik/ tidaknya sebuah usaha berjalan. Selain itu teman-teman juga mencermati beberapa persyaratan semacam usaha harus sudah berjalan minimal 6 bulan dan pelaku usaha harus berusia minimal 21 tahun/ sudah menikah.
Kegiatan literasi yang baru saja berlangsung minggu-minggu ini adalah observasi pasar Senen Legi. Pasar Senen Legi adalah pasar yang berlangsung di SALAM setiap hari Senen Legi. Penjual, pembeli dan para petugas pasar adalah anak-anak SALAM mulai dari kelas KB hingga SMA. Mata uang yang digunakan di pasar tersebut adalah uang SALAM yang nilainya sama dengan uang rupiah. Tapi hanya orangtua dan tamu-tamu saja yang boleh menukarkan uang rupiah ke uang SALAM. Sementara anak dan fasilitator harus bekerja (sebagai petugas pasar) atau berjualan terlebih dahulu untuk dapat memperoleh uang SALAM.
Mengingat beberapa pasar Senen Legi terakhir telah dikelola oleh Organisasi Anak Salam (OAS), maka observasi dapat berjalan maksimal. Semua teman-teman SMA mendapat tugas masing-masing untuk mengamati dan mencatat beberapa hal selama pasar berlangsung. Beberapa hal yang kami himpun adalah seputar ‘kesesuaian dagangan dengan tema’ dan ‘jumlah tabungan di bank pasar’. Setelah data terkumpul, kami lantas mengolah data tersebut dengan statistik sederhana. Rencananya, (baru rencana sih, doakan semoga niat kami terjaga) hasil analisis akan kami sajikan dalam bentuk artikel dan infografis macam berita-berita indepth ala tirto.id.
Riset Mandiri
Di luar itu, teman-teman SMA menjalankan riset sesuai tema masing-masing. Seperti halnya semester lalu, dua minggu awal kami fokuskan untuk ‘menerawang’ riset. Mulai dari menggalang ide-ide tema riset, menyusunnya menjadi mindmap, menentukan sendiri indikator keberhasilan riset, hingga menyusun jadwal bulanan dan harian. Untuk menjaga keberlangsungan riset, kami mengagendakan evaluasi di tiap hari Senin.
Tema-tema yang dipilih teman-teman SMA antara lain kerajinan dengan tekstil bekas (Rere), Make-up wajah ala Korea (Vena), membuat produk tas dan baju (Sekar), menggambar manual dan digital (Satria dan Rico), dan masakan Aceh (Raykhan). Secara umum, teman-teman SMA jauh lebih mandiri pada semester ini. seperti ketika harus menggalang informasi dari narasumber, mereka telah mampu mencari kontak, membuat janji dan berangkat sendiri untuk setiap janji wawancara maupun praktek. Tidak semua riset berjalan lancar sesuai agenda. Ada yang terlalu lambat, ada yang terlalu cepat, ada pula yang berganti tema.
Yang Baru
Semester ini, ada dua teman baru yang bergabung. Rico dan Raykhan. Keduanya sama-sama pindah dari SMA lain, namun Raykhan pernah bergabung di SALAM sejak kelas TA hingga SD. Dalam cermat saya, baik Rico maupun Raykhan mengalami sedikit kesulitan dengan pola belajar di SALAM yang mandiri. Mungkin karena tidak bergabung sejak semester 1, sehingga tidak mengetahui informasi seputar beberapa kesepakatan belajar di kelas yang sebagian besar sudah disepakati di semester 1. Mereka juga belum familiar dengan kegiatan literasi seperti membaca dan mencermati alur, tokoh dan latar cerita, wawancara dengan narasumber, dan menulis jurnal. Raykhan sempat mengganti tema riset dari ‘masakan Aceh’ ke ‘menggambar’ di minggu kedelapan. Saya berharap teman-teman SMA bisa membangun kedekatan yang makin solid. Dalam banyak hal, peer group atau kelompok teman sebaya ini sangat berperan dalam laku fasilitasi di SALAM.
Masih ada kurang lebih sepuluh minggu lagi yang harus kami lalui semester ini sebelum akhirnya menggelar presentasi pamungkas. Empat bulan sebelum menyambut teman-teman baru di tahun ajaran baru. Meski bagi saya akan sedikit lebih berat karena pak Gemak sedang seru-serunya menimang putra kedua yang baru lahir minggu lalu, dan pak Candra menerima pekerjaan baru mengajar di Sanata Dharma, namun tetap layak dirayakan karena ada fasilitator baru. Yeah!
Perkenalkan, teman-teman. Rekan baru kami, Mas Obi. Lulusan UIN Sunan Kalijaga ini resmi bergabung minggu lalu. Muda, bersemangat dan rumahnya sangat dekat. Kombinasi ketiganya, saya yakin, membuat mas Obi mampu menjadi fasilitator SMA yang cepat belajar serta rutin datang pagi dan tepat waktu. Mengingat hingga hari ini, Jalu dan saya belum bisa benar-benar bangun pagi meski genteng kamar sudah separuhnya transparan. Yah, tentang yang terakhir ini memang bukan berita baru. Maafkanlah. []
Orang Tua Murid & Fasilitator SMA SALAM
Leave a Reply