“Mbak, tak cantumkan nomor kontak untuk pengumuman pendaftaran relawan ya…” begitu isi pesan teks dari Pak Toto yang masuk di gawai saya kira-kira jam setengah dua siang itu. Saya merespon dengan “iya pak, boleh”, sambil bersiap melemaskan jari-jari untuk membalas pesan teks yang saya perkirakan akan segera meramaikan hari-hari saya setelah ini.
Pertengahan Mei 2019 Sanggar Anak Alam (SALAM) membuka rekrutmen relawan fasilitator. Saya diminta Pak Toto menjadi narahubung dalam proses ini. Beberapa hari sejak diumumkannya rekrutmen di media sosial, ada sekitar 30-an orang yang merespon ajakan bergabung menjadi relawan ini.
Melalui pesan teks yang dikirimkan, beberapa orang bertanya tentang syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi relawan, kebanyakan dari mereka menanyakan tentang job desk fasilitator, yang saya jawab sekenanya saja, karena cukup sulit bagi saya menyampaikan detail pekerjaan yang harus dilakukan sebagai fasilitator di SALAM. Beberapa peminat ada yang bertanya, memastikan apakah akan mendapat gaji atau tidak. Untuk pertanyaan ini saya jawab dengan sedikit diplomatis, bahwa jika mengharapkan gaji sebagai sumber pendapatan maka SALAM bukanlah tempat yang tepat. Cukup banyak yang bertanya tentang lokasi Sanggar Anak Alam. Untungnya sudah ada aplikasi peta di gawai, jadi saya tinggal pencet tombol untuk membagikan lokasi Sanggar Anak Alam .
Proses perekrutan relawan dilanjutkan dengan pertemuan awal antara teman-teman calon relawan dan pihak pengelola SALAM. Kegiatan ini dilakukan bertepatan dengan penutupan bulan presentasi. Bersama Pak Toto Raharjo dan Ibu Sri Wahyaningsih, teman-teman calon relawan berbincang tentang SALAM secara umum. Dari 24 nama yang terdaftar, hanya 12 orang yang dapat hadir hari itu. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan untuk bergabung sempat ditanyakan oleh Pak Toto kepada para calon relawan yang hadir, yaitu motivasi bergabung, ketertarikan terhadap SALAM, aktifitas yang sedang dilakukan saat ini dan kesediaan waktu dari para calon relawan. Mengakhiri pertemuan, teman-teman calon relawan dipersilakan menyaksikan acara penutupan presentasi anak-anak SALAM. Namun sebelumnya, telah disepakati bersama untuk mengadakan pertemuan lanjutan di lain hari yang bertujuan untuk menyampaikan proses belajar yang berlangsung di Salam.
Senin 17 juni 2019, pertemuan lanjutan calon relawan fasilitator diadakan di ruang perpustakaan, sekitar pukul 8.30, saya dan Mas Yudhis sudah membersihkan lantai dan menggelar beberapa tikar sebagai tempat untuk kami berbincang beberapa jam ke depan. Kami merencanakan pertemuan untuk dimulai tepat pukul 9 pagi, namun setengah jam kemudian acara baru bisa dimulai.
Pertemuan hari itu berlangsung santai. Diawali dengan saling berkenalan, kami bergantian menyebutkan nama, tempat tinggal dan aktifitas yang sedang dilakukan saat ini. Mas yudhis membuka pertemuan dengan pertanyaan “bagaimana teman-teman calon relawan mengenal SALAM?”. Jawaban yang disampaikan dari teman-teman calon relawan beragam, sebagian besar tahu dan mengenal Salam dari berita-berita di internet dan media sosial. Ada juga yang mengenal SALAM dari pemberitaan di surat kabar dan televisi. Beberapa calon relawan mendengar cerita dari teman, membaca buku Sekolah Biasa Saja, juga ada yang mendapat informasi SALAM dari kampus tempatnya belajar.
Pertanyaan kedua yang dilontarkan Mas Yudhis adalah “apa yang sudah teman-teman (calon relawan) ketahui tentang proses belajar di SALAM?” Beberapa jawaban yang muncul antara lain, SALAM adalah sekolah bebas, SALAM adalah sekolah yang menyenangkan, sekolah yang tidak memakai seragam, SALAM mempunyai sistem belajar yang berbeda, SALAM lebih menekankan pada ketrampilan hidup daripada kemampuan akademis, SALAM belajar dengan metode riset, SALAM mengajarkan pendidikan sikap dan karakter
Proses diskusi selanjutnya mulai agak serius, walaupun masih terlihat senyum dan tawa malu-malu di antara teman-teman calon relawan saat Mas Yudhis menjelaskan tentang SALAM. Pertama, Mas Yudhis bercerita tentang berbagai latar belakang fasilitator yang saat ini berada di SALAM, juga beragam motivasi yang mendasari keinginan untuk bergabung. Satu hal pokok yang ditegaskan Mas yudhis adalah pentingnya motivasi untuk belajar. Bukan hanya belajar secara akademis, namun belajar jujur. Jujur dengan diri sendiri juga dengan keadaan. Dalam berproses di SALAM, fasilitator juga perluu belajar membina relasi antar manusia, belajar membangun keasikan dengan dunia anak-anak, juga dengan tim fasilitator di kelas nantinya.
Kedua, adalah komitmen waktu, inilah alasan mengapa pertanyaan tentang kesediaan waktu diungkapkan dan dipertanyakan di awal pertemuan. Salah satu tugas fasilitator, khususnya yang mendampingi anak-anak, adalah menjaga proses belajar yang berlangsung dan mendokumentasikan setiap progres yang terjadi, yang tentunya hanya bisa diamati secara utuh jika fasilitator hadir secara utuh pula dalam proses tersebut.
Hal ketiga yang penting disampaikan adalah tentang kompensasi finansial. Dengan runtut dan jelas Mas Yudhis meyampaikan bahwa SALAM mempunyai kebutuhan finansial yang semuanya dicukupi secara mandiri, dengan kata lain, setiap keluarga yang bergabung kontribusi sejumlah uang untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Termasuk untuk kompensasi fasilitator. Mas Yudhis menegaskan bahwa jika ada teman-teman calon relawan yang mempunyai keinginan atau menjadikan SALAM sebagai sumber penghasilan, mungkin bisa berpikir ulang—hal ini penting diungkap agar teman-teman calon relawan paham dari awal dan mempunyai bahan untuk mempertimbangan apakah tetap akan meneruskan proses menjadi relawan atau tidak. Dalam hati saya berharap tidak akan ada dari teman-teman calon relawan yang hadir saat itu yang akan menghubungi saya setelah pertemuan dan menyatakan pengunduran dirinya.
Beralih pada proses belajar yang dilakukan, Mas Yudhis mulai mengambil spidol dan membuat coretan-coretan di papan tulis yang sudah disediakan. Mas Yudhis menjelaskan sekilas tentang daur belajar. Daur yang sebenarnya setiap manusia mengalaminya, hanya mungkin tidak disadari. Daur ini berawal dari adanya peristiwa yang terjadi, baik secara terencana atau tidak, kemudian bagaimana peristiwa itu dihidupkan dan direfleksikan sehingga bisa menjadi media belajar. Dengan mengajak anak mengungkap data dari peristiwa yang ada, mengolahnya menjadi bahan belajar, hingga kemudian mampu menganalisis dan menarik kesimpulan dari hal tersebut, Salam berusaha membangun pola pikir yang terstruktur dalam diri anak juga orang dewasa yang mendampinginya.
Menutup pertemuan siang itu, Mas Yudhis menyampaikan pentingnya kerelaan hati dalam berproses. Kerelaan untuk membuka hati, siap menerima hal baru dan pembelajaran baru yang mungkin saja muncul tak terduga dalam keseharian kita.
Selamat datang untuk teman-teman relawan baru, selamat bergabung dengan keluarga besar Sanggar Anak Alam dan selamat belajar dengan jujur dan rela hati. []
Orang tua, Fasilitator SALAM
Leave a Reply