Mereka bernyanyi, tertawa, dan menemukan sendiri apa yang ingin mereka ketahui. Tak ada seragam, bahkan ada yang datang dengan kolor kesayangannya. Pemandangan seperti itu dapat dilihat di Sanggar Anak Alam, salah satu sekolah alternatif yang terletak di desa Nitiprayan, kabupaten Bantul. Apakah mereka tidak belajar? Tentu saja belajar. Sebenarnya, mereka hanya sekolah biasa, dengan pendidikan yang memerdekakan anak-anaknya.
“Pendidikan sudah terlalu jauh dengan realitas kehidupan, berjarak dengan segala problematikanya, dan tidak mengenal potensi-potensi yang sesungguhnya sangat dekat dengan kita. Pendidikan yang menyeragamkan tidak dapat memenuhi kebutuhan dan gairah belajar pada anak. Anak terkurung dalam sekat-sekat yang diciptakan pemerintah melalui kurikulum yang kaku. Padahal kodratnya, pendidikan itu memerdekakan.” Keluh Sri Wahyaningsih selaku pendiri Sanggar Anak Alam. Pendidikan di Indonesia yang dianggap tidak memanusiakan manusia kemudian mendasari didirikannya Sanggar Anak Alam.
Atas kegelisahan itu, segala proses pembelajaran yang ada di Sanggar Anak Alam dijauhkan dari segala bentuk keseragaman dan sekat-sekat yang membatasi ruang belajar anak. Pembelajaran di dalam kelas dengan guru dianggap tidak cukup. Oleh karena itu diperlukan pula proses belajar dengan orang tua serta lingkungan setempat. Relasi tersebut membuat anak dekat dengan persoalan kehidupan dan belajar memenuhi sendiri segala yang dibutuhkannya.
Realisasi dari konsep pembelajaran di atas kemudian mempengaruhi metode pembelajaran yang digunakan. Metode pembelajaran yang digunakan di SALAM (Sanggar Anak Alam) berbasis riset. Tidak ada mata pelajaran yang ditawarkan, karena riset yang dilakukan sudah merangkum dasar-dasar ilmu yang lain. Anak-anak dibebaskan memilih topik untuk riset sesuai minat mereka, menelitinya, mencari solusi dari permasalahan yang ditemukan, kemudian mengembangkannya. Nane salah satunya. Siswa kelas 7 ini memilih topik tanaman herbal sebagai bahan penelitiannya, riset yang dia lakukan kemudian berkembang menjadi pembuatan obat batuk menggunakan tanaman herbal. Dari riset yang dilakukan, Nane mempelajari banyak hal. Ia belajar bahasa Indonesia, mempelajari biologi, bahkan riset yang ia lakukan membutuhkan bacaan-bacaan buku farmasi. Namun, segala proses belajar yang dialami Nane begitu menyenangkan karena topik yang ia pilih sesuai dengan minat belajarnya.
Metode ini membuat anak belajar sesuai dengan apa yang dibutuhkannya. Satu pertanyaan untuk pembaca yang menempuh pendidikan formal, masih ingatkah anda pada pasal-pasal UUD 1945 yang anda hafalkan waktu sekolah dasar dulu? Sepertinya, sebagian besar telah lupa, karena pembelajaran dengan metode hafalan terlampau jauh dan tidak dibutuhkan dalam kehidupan yang sebenarnya.[]
Mahasiswa Sastra Indonesia, UGM
Leave a Reply