Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 hasil proklamasi, menjelaskan bahwa salah satu tujuan dan tugas mendirikan Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pada masa pemerintahan Soekarno, skenario yang pertama kali dilakukan oleh Soekarno dan kabinetnya adalah bagaimana mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Semenjak proklamasi 17 agustus 1945, sekolah-sekolah yang telah dibangun pada masa pendudukan Jepang dilanjutkan dengan serba kekurangan.
Namun, dasar-dasar pendidikan nasional telah disempurnakan dan disesuaikan dengan kebutuhan bangsa Indonesia. Masa revolusi pendidikan nasional mulai meletakkan dasar-dasarnya.
Pada masa revolusi sangat terasa serba terbatas, tetapi bangsa kita dapat melaksanakan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Kita dapat merumuskan Undang-Undang Pendidikan No. 4/1950 junto no. 12/ 1954. Kita dapat membangun sistem pendidikan yang tidak kalah mutunya.
Pendidikan memang tidak bisa terlepas dari tujuan negara atau pemerintah. Pada masa kepemimpinan bung Karno, pemerintahannya menginginkan pembentukan masyarakat sosialis Indonesia. Untuk itu, tujuan pendidikan disesuaikan dengan tujuan negara. Walau bagaimanapun, hal ini dianggap penting karena dengan adanya penyesuaian tujuan pendidikan dengan tujuan pemerintah atau negara, maka menjadi jelaslah arah pelaksanaan pendidikan pada suatu negara.
Para pengajar, pelajar melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya walaupun serba terbatas. Dengan segala keterbatasan itu memupuk pemimpin-pemimpin nasional yang dapat mengatasi masa pancaroba seperti rongrongan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika dibandingkan dengan sekarang, yaitu tidak ada kejelasan tujuan pendidikan yang dilaksanakan dan cenderung diwarnai arus menyambut globalisasi serta mengesampingkan akar kebudayaan bangsa, maka diperlukan pembahasan mengenai salah satu pendidikan yang pernah dilaksanakan oleh bangsa Indonesia, yang sesuai dengan tujuan negara, yaitu pendidikan sosialisme Indonesia oleh pemerintahan Ir. Soekarno (1961-1966).
Menteri pendidikan pertama Ki Hajar Dewantara beberapa bulan sesudah proklamasi kemerdekaan mengeluarkan Instruksi Umum, yang isinya : menyerukan kepada para guru supaya membuang sistem pendidikan kolonial dan mengutamakan patriotisme. Selain itu,anak yang berumur 8 tahun diwajibkan memperoleh pendidikan Sekolah Dasar.
Pelaksanaan wajib belajar menghadapi berbagai masalah, Jumlah sekolah dan guru belum memadai apalagi wajib belajar itu akan dilaksanakan. Jumlah guru yang dididik masih sangat terbatas, selain lulusan sekolah-sekolah guru Zaman kolonial. Pada Orde Lama sudah mulai diadakan ujian-ujian negara yang terpusat dengan system yang serba ketat tetapi tetap jujur dan mempertahankan kualitas. Hal ini didukung karena jumlah sekolah belum begitu banyak dan guru-guru yang ditempa pada zaman kolonial.
Pada zaman itu siswa dan guru dituntut disiplin tinggi. Guru belum berorientasi kepada yang material tetapi kepada yang ideal. Citra guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang diciptakaan era Orde Baru sebenarnya telah dikembangkan pada Orde Lama. Kebijakan yang diambil pada Orde Lama dalam bidang pendidikan tinggi yaitu mendirikan universitas di setiap provinsi.
Kebijakan ini bertujuan untuk lebih memberikan kesempatan memperoleh pendidikan tinggi. Pada waktu itu pendidikan tinggi yang bermutu terdapat di Pulau Jawa seperti UI, IPB, ITB, Gajah Mada, dan UNAIR. Pendidikan sosialisme Indonesia yang dijalankan oleh pemerintah, ditingkatan kebijakan, sampai penerapannya dilingkungan pendidikan formal, SMP, SMA, dan perguruan tinggi, merupakan salah satu cara mengkorelasikan tujuan pendidikan dengan tujuan negara.
Pemerintah membuat suatu kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut, dan lahirlah mata pelajaran Ilmu Kewargaan Negara atau Civics yang diajarkan di tingkat SMP dan SMA.
Indonesia di era Soekarno, merupakan negara yang syarat dengan cita-cita sosialisme. Cita-cita sosialisme ini termasuk juga dalam bidang pendidikan. Statuta Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1951 sangat tegas menyatakan bahwa tujuanUGM adalah menyokong sosialisme pendidikan. Namun pada tahun 1992, di bawah kekuasaan Orde Baru, statuta ini diganti dengan banyak perubahan pada isinya di mana salah satu perubahannya adalah menghilangkan pasal mengenai tujuan menyokong sosialisme pendidikan Indonesia.
Indonesia pada era tersebut sangat mendukung pendidikan sebagai satu alat akselarasi masyarakat menuju masyarakat adil dan makmur sesuai cita-cita UUD 1945. Indonesia bahkan mampu mengekspor guru ke Negara tetangga, menyekolahkan ribuan mahasiswa ke luar negeri, dan menyebarkan mahasiswa-mahasiswa ke seluruh penjuru negeri untuk mengatasi buta huruf.
Tahun 1960-an terjadi peningkatan luar biasa perguruan-perguruan tinggi yang sekaligus berarti peningkatan jumlah mahasiswa dan pelajar di seluruh negeri. Tenaga-tenaga pengajar diupah dengan layak, bahkan menjadi primadona pekerjaan bagi rakyat. Jargon “study, work, rifle” atau “belajar, berkarya, dan senjata” merupakan satu jargon yang juga dipakai oleh beberapa organisasi mahasiswa dan pelajar pada era tersebut.
Semangat antikolonialisme setelah lepas dari kolonialisme Belanda dan Jepang dijawantahkan dengan semangat membangun sosialisme, termasuk dalam hal pendidikan. Tidak ada halangan ekonomis yang merintangi seseorang untuk belajar di perguruan tinggi atau sekolah. Diskriminasi dianggap sebagai tindakan kolonialis (seperti dilakukan kolonial Belanda).
Masa soekarno adalah orde di mana semua orang merasa sejajar, tanpa dibedakan warna kulit, keturunan, agama, dan sebagainya. Begitu juga dalam dunia pendidikan. Orde Lama berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat, yang berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesame warga negara termasuk dalam bidang pendidikan. Inilah amanat UUD 1945 yang menyebutkan salah satu cita-cita pembangunan nasional adalah mencerdaskan bangsa.
Di kampus muncul kebebasan akademis yang luar biasa, ditandai dengan fragmentasi politik yang begitu hebat di kalangan mahasiswa. Mahasiswa bebas beroroganisasi sesuai dengan pilihan atau keinginannya. Inilah salah satu era keemasan bagi gagasan dan ilmu pengetahuan di Indonesia.
Kebijakan pendidikan saat itu dilakukan secara sentralistik, kebijakan pendidikan di masa itu diarahkan kepada proses indoktrinasi dan menolak segala unsur budaya yang datangnya dari luar. Dengan demikian pendidikan bukan untuk kebutuhan pasar melainkan untuk orientasi pembangunan manusia Indonesia. Pendidikan pada masa ini diarahkan untuk memenuhi kemandirian ekonomi Indonesia.
Dimana-mana mulai dibuka lembaga-lembaga pendidikan baru (tentunya selain sekolah peninggalan Belanda) dari sekolah dasar sampai sekolah tinggi sebagai sarana peningkatan kualitas pengetahuan rakyat. Semangat diskriminatif di dalam sekolah formal mulai dikikis. Anak-anak dari kalangan buruh dan tani mulai bisa menikmati dan mengenyam bangku pendidikan.
Pada era Soekarno terjadi kemajuan sumber daya manusia, yang mana dapat kita lihat dari banyaknya tenaga terdidik Indonesia yang digunakan sebagai tenaga pendidik di negara lain. Selain itu juga semakin banyaknya para siswa dari negara lain yang datang bersekolah diIndonesia.
Secara yuridis, pemikiran tentang pendidikan nasional dapat dilacak dalam undang-undang nomor 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran disekolah (lembaran Negara tahun 1950 nomor 550), yang pelaksanaannya ditegaskandalam UU no.12 th.1954, tentang pernyataan berlakunya UU no.4 th.1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia (lembaran Negaratahun 1954 nomor 38. Tambahan lembaran Negara nomor 550).
Tujuan dan dasar pendidikan pada orde Lama dapat dilihat pada pasal 3 dan 4.Pasal 3: “Tujuan pendidikan dan pengajaran adalah membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakatdan dan tanah air ”Pasal 4:“ Pendidikan dan pengajaran berdasar atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia”.
Setelah bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, bangsa Indonesiapun menunjukan kepeduliannya terhadap pendidikan. Hal itu terbukti dengan menempatkan usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai tujuan nasional bangsa Indonesia. Sebagaimana tertulis dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Pada tahun 1965, Pendidikan Nasional telah memiliki pondasi atau identitasnya, yaitu Pancasila, ketika terkait dengan fungsinya sebagai transformasi sosial. Namun jauh sebelum penegasannya, pendidikan sebagai transformasi sosial sendiri sebenarnya dimulai pada tahun 1959, ketika Soekarno memberikan penegasan mengenai ideologi bangsa yang berdasarkan budaya dan pengalaman sejarah bangsa Indonesia, dan kemudian menempatkan pendidikan untuk mewujudkan ideologi bangsa.
Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, kurikulum harus mencerminkan kepada falsafah sebagai pandangan hidup suatu bangsa, karena ke arah mana dan bagaimana bentuk kehidupan bangsa itu kelak, banyak ditentukan dan tergambarkan dalam kurikulum pendidikan bangsa.
Kemudian setelah Indonesia merdeka, terjadi dua kali perubahan kurikulum, yang pertama dilakukan dengan dikeluarkannya rencana pelajaran tahun 1947 yang menggantikan seluruh sistem pendidikan kolonial, kemudian pada tahun 1952 kurikulum ini mengalami penyempurnaan. Perubahan kedua terjadi dengan dikeluarkannya rencana pendidikan tahun 1964. []
SALAM (Sanggar Anak Alam), Laboratorium Pendidikan Dasar, berdiri pada tahun 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara.
Leave a Reply