Rabindranath Tagore, sastrawan besar India, di awal abad ke-20, selain menghasilkan karya-karya sastra, juga mendirikan sekolah yang khas, dengan metode yang mencerahkan dan memberikan kemandirian pada murid-muridnya.
Dikenal dengan nama Santiniketan yang artinya tempat tinggal yang damai, sebuah sekolah yang khas dengan budaya lokal dan sesuai kebutuhan masyarakat umum saat itu.
Berbeda dengan sekolah-sekolah yang didirikan oleh penjajah Inggris, contoh sederhana yang sering digambarkan adalah; kalau di sekolah inggris, muridnya belajar di kelas dan duduk di bangku, sedangkan di sekolah Santiniketan cukup sederhana, belajar dengan duduk di atas rumput dinaungi pohon yang rindang, tapi pelajarannya sangat bermakna dan membekas di murid-muridnya.
Nampaknya saat ini, Santiniketan yang menginspirasi sekolah alam di beberapa tempat di Indonesia. Di sekolah Santiniketan diajarkan keahlian yang sesuai dengan keperluan dan kondisi penduduk lokal setempat, dikembangkan berdasar kearifan lokal (local genius), dekat dengan alam, ketrampilan praktis, sehingga mereka yang lulus dari sekolah benar-benar bisa memanfaatkan ilmunya pada kehidupan sehari hari di masyarakat setempat, sedangkan kalau lulusan sekolah Inggris, cenderung akan jadi pegawai pemerintah yang notabene penjajah, ilmunya tak begitu bermanfaat bagi masyarakat setempat.
Di Indonesia lulusan sekolah Belanda dulu, jadi ambtenar di pemerintahan atau pegawai perusahaan/perkebunan Belanda. Bisa jadi karena itu pula, kurikulum sekolah saat ini masih lanjutan dari model pendidikan Belanda dulu, seperti terasing dari masyarakat setempat dan akhirnya hanya bisa jadi pekerja saja. Kalau dulu kerja di pemerintah/perusahaan Belanda, saat ini kerja menjadi pegawai negeri sipil atau di perusahaan-perusahaan. Ilmu yg diajarkan pada sekolah formal saat ini, tak membumi, yang membuat murid seolah-olah tercerabut dari akar lokalitasnya, sehingga ketika telah lulus ia tak bisa berbuat banyak di tempat asalnya sendiri.
Dilihat dari sejarah lahirnya sekolah Santiniketan hampir bersamaan dengan sekolah INS.Kayutanam, Padang Panjang oleh Engku Syafei dan sekolah Taman Siswa di Yogyakarta, oleh Ki Hajar Dewantara. Semua sekolah tersebut memiliki kesamaan, yakni menjadi alat pencerahan rakyat jajahan waktu itu, membebaskan dari mental jajahan. Pada beberapa hal metode pendidikan di INS Kayutanam, Taman Siswa ada kemiripan dengan Santiniketan, dalam hal mengajarkan kemandirian, skill, dan wirausaha.
Rabindranath Tagore selain sastrawan juga sahabat dekat Mahatma Ghandi, keduanya dikenal sebagai tokoh besar bangsa India yang dampak tidak langsung dari usaha mereka, masih berlanjut saat ini pada kemandirian dan kemajuan negara India,antara lain di bidang Industri film, seni Sastra. Film bollywood dan berbagai kesenian khas India yg mandiri dan bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri, sedikit banyak mendapat pencerahan dari perjuangan Tagore. Sekolah Santiniketan, terus berkembang awalnya antara lain dibiayai dari hadiah nobel sastra yg diterima Tagore, sekolah ini kelak berkembang besar ditangani pemerintah dan menjadi salah satu universitas besar di India saat ini, dikenal dengan nama Visva Barathi University.
Santiniketan dan Sriniketan, dengan Visva Bharati University menjadi sentral nya. Di Sriniketan, banyak dikembangkan teknologi tepat guna yang sesuai untuk daerah pedesaan setempat, peneliti dan ahli dari berbagai belahan dunia, banyak mengadakan penelitian mengenai teknologi dan ilmu pengetahuan yg efektif utk diterapkan di pedesaan.
“Hidup di dunia hanya sekali, cinta sejati hanya sekali, karena mati pun hanya sekali”
“orang banyak berkonsentrasi belajar dari buku dan melupakan untuk belajar dari alam bebas yang sebenarnya lebih kaya, alam terkembang jadi guru” (Rabindranath Tagore)
SALAM (Sanggar Anak Alam), Laboratorium Pendidikan Dasar, berdiri pada tahun 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara.
Leave a Reply