Blog

SAATNYA MENJADI AHLI

Kalau ngomong ahli, mungkin sangat sulit mencari sosok sebagai contohnya, tetapi tetap ada, katakanlah BJ Habibie, mungkin bisa menjadi sosok yg bisa dikatakan ahli. BJ Habibie seseorang yang ahli dibidang pesawat terbang, sesuai impian dan harapannya semasa kecil dan remaja. Namun, sosok BJ Habibie saat ini sangat langka bisa kita jumpai, walau kita bertemu dengan seseorang yang tingkat pendidikannya sudah tinggi, bahkan mungkin lulusan Universitas Luar Negri yangg ternama sampai pendidikan tertinggi doktoral.

Kenyataannta pendidikan tinggi tidak menjadi jaminan seseorang untuk menjadi ahli, karena keahlian tidak ditentukan oleh tingkat pendidikannya akan tetapi pada tingkat pengabdiannya kepada ilmu pengetahuan yang bisa diwujudkan dalam masyarakat. Artinya, ilmu yang telah dikuasainya apakah sudah bisa bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Itulah yang disebut ahli menurut saya, tentu hal ini bisa diperdebatkan. Karena seseorang bisa menjadi ahli, tentu saja bukan melalui jalan yang pendek, perlu waktu dan pengorbanan panjang, katakanlah sejak masih kanak-kanak, ia telah mendapat bimbingan dan latihan yang terus menerus dan fokus. Kenapa saya katakan “terus menerus dan fokus? “. Karena banyak anak anak yg berpotensi tetapi potensinya tidak berkembang karena tidak mendapatkan latihan yang “terus menerus”, hanya untuk beberapa saat saja dan tidak mencukupi otot-otot belajarnya untuk menjadi otot yang kuat dan elastis. Otot-otot pemikirannya tidak kuat dan tidak elastis sehingga masih sulit untuk digunakan. Dan, lebih parah lagi, apabila masih ditambah dengan “ketidak fokusan” pada apa yang dilatihkan, sehingga anak anak masih memiliki banyak arah untuk menjadi tidak ahli, baik dilakukan oleh orang tua, lingkungan, teman, guru dan sebagainya, semua menjadikan anak kehilangan fokus.

Bagaimana dengan SALAM, apakah SALAM sudah memberikan pembelajaran yang terus menerus dan fokus? Jawabanya, kembali kepada diri kita masing masing. Bagi saya, SALAM telah memberi pelajaran terus menerus, berkesimbungan, meski belum semua fasilitator mampu melakukannya dengan sangat baik, akan tetapi kolaborasi antara orang tua dan fasilitator memungkinkan setiap lini kekurangan bisa diminimalisir dan tinggal lingkungan dan teman temannya yang kita maksimalkan agar pembelajaran anak terjadi terus menerus dan fokus.

Saya menulis ini sehabis diskusi dengan Bundanya Nay dan Cia yang menjadi istri saya, terkait program pembelajaran SALAM yg agak “baru”, agak baru karena saya telah melihat dan membaca di media yang dikelola SALAM, tapi belum tahu apa kurikulum yang baru tersebut. Ooh, ternyata kurikulum baru itu adalah sebuah kurikulum yang mengharuskan “orang tua” membimbing dan melatih anak untuk “kenal lingkungan sekitarnya dan nanti menjadi bahan risetnya”. Ini memang baru bagi anak anak tetapi saya garis bawahi “harus terus menerus dan fokus”, karena anak anak sudah mulai belajar bahkan dari Taman Anak (TA) dan Kelompok Bermain, sehingga anak anak harus kembali fokus dan belajar terus untuk menemukan sesuatu yang bermanfaat buat dirinya dan syukur syukur buat orang lain.

Seperti yang dialami anak saya, dia telah melakukan riset beberapa kali yg semua berbeda, mulai menyulam, merajut, membuat roti yang agak beda satu dengan lainnya dan saya anggap dia belum fokus, dan ini menjadi tantangan tersendiri bagaimana membuatnya “fokus” pada apa yang benar benar disukainya. Setelah kami coba diakusi dengan anak, lalu membuat mind map, tentang apa saja yang sudah dirisetnya untuk menemukan tantangan yang belum dikuasainya, dan ternya dari risetnya masih banyak hal yang harus dipenuhi dan dilengkapi dan saya katakan “coba kamu lihat ternyata banyak yg belum kamu pelajari dari risetmu dan alangkah baiknya jika kamu bisa meneruskan salah satunya agar kamu jadi ahli”. Mungkin ini jadi pemikiran anak untuk lebih fokus lagi dan belajar terus tentang sesuatu yang telah dipilihnya dahulu dan kini harus disesuaikan dengan lingkungannya. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *