Blog

Presentasi di Tengah Badai

Presentasi perdana kelas SMA Eksperimental SALAM berjalan lancar pada Rabu, 29 November 2017 lalu. Seluruh siswa berhasil mempresentasikan hasil belajar semester ini dengan baik dan lancar meskipun Jogja dan sekitarnya terdampak cuaca ekstrim tepat sehari sebelum presentasi. Hujan sepanjang hari, selama beberapa hari sebelum presentasi tidak menyurutkan langkah teman-teman SMA dalam mempersiapkan materi presentasi.

Eman-eman Band. Tanah dkk

Persiapan presentasi kami mulai kurang lebih sejak hari Senin,minggu sebelumnya. Mulai dari melengkapi kerangka laporan, hingga menyelesaikan tulisan-tulisan yang belum selesai. Namun hingga Kamis, saya belum melihat satupun materi presentasi siap. Kesulitan yang dihadapi teman-teman SMA adalah menentukan bentuk sajian dan kemasan presentasi. Mana materi yang dipamerkan, mana yang dimasukkan ke dalam slide. Bahkan setelah mereka berhadapan dengan software powerpoint, mereka masih tidak tahu bagaimana memulai dan membagi informasi.

Untuk itu saya mengajak teman-teman membuat story board terlebih dahulu untuk menentukan alur informasi. Satria adalah yang pertama kali selesai dengan alur ini. Dengan tema ‘komik’sebagai kemasan presentasi, Satria sudah berhasil membuat narasi sebagai teks komik. Sementara Rere saya tantang untuk membuat ilustrasi manual dengan media drawing pen dan kertas untuk masing-masing papan cerita. Vena yang sebelumnya asyik membuat ilustrasi undangan dengan manual drawing, meneruskan keasyikannya dengan membuat karya-karya visual untuk mempresentasikan hasil belajarnya.Proses persiapan ini kami teruskan hingga merelakan libur akhir pekan.

Karya yang dipamerkan

Hingga dua hari sebelum presentasi, formasi kami tak pernah lengkap. Hujan yang mengguyur sepanjang hari, membuat kondisi tubuh tidak fit bergantian. Alat-alat band yang akan digunakan Tanah untuk memainkan beberapa lagu sebagai puncak presentasi, belum bisa terangkut hingga Selasa malam. Sekar sama sekali belum menyelesaikan display pameran karena tidak mendapatkan moda transportasi lewat aplikasi ojek online. Bahkan Vena sempat demam dan sudah mengajukan ijin untuk tidak ikut presentasi esok harinya. Saya sendiri dirundung was-was karena sungai belakang rumah meluap. Satu-satunya harapan kami malam itu, adalah Rabu pagi yang cerah.

Rupanya Tuhan Semesta Alam mendengar doa kami. Matahari mulai mengintip dibalik awan kelabu tipis, Rabu pagi itu. Saat saya tiba di sekolah, pak Chandra, pak Gemak dan Satria sudah sibuk mengangkut alat band Tanah. Rere, Vena dan Sekar saling membantu membingkai karya-karya yang belum sepat terbingkai. Teh hangat dan camilan gurih sudah dipersiapkan oleh ibunda Rere. Saatnya menanti tamu-tamu berdatangan.

Tamu-tamu

Kondisi Jogja yang porak poranda oleh badai hari sebelumnya, membuat kami tidak berharap terlalu tinggi bahwa akan banyak audiens yang hadir. Namun tamu-tamu yang hadir hari itu cukup mengejutkan kami. Seperti mas Damar, salah satu peserta workshop ‘Merancang Sekolah Merdeka’, dan mbak Ibrena, mahasiswa Psikologi UGM yang beberapa waktu lalu melaksanakan observasi di kelas SMA SALAM, hadir sesuai janji mereka. Pun pak Puji Heru, salah satu narasumber riset Rere, jauh-jauh datang dari Berbah, Sleman dengan membawa contoh media tanam hasil risetnya.

Bu Wahya menyaksikan Karya Siswa SMA SALAM

Begitu juga bu Wahya, fasilitator SALAM dari kelas-kelas lain dan orangtua murid dari berbagai kelas turut menyaksikan presentasi ini. Yang menarik, sedikitnya siswa SALAM yang hadir hari itu, membuat semua anak, mulai dari kelas TA hingga SMP,  dapat tertampung dalam ruang Bagong yang tidak begitu besar.

Sehari sebelumnya, grup WA kelas kami riuh dengan urutan tampil. Hingga hari berganti, urutan belum juga diputuskan. Kami baru sadar bahwa urutan tampil belum ditentukan saat teman-teman kelas 9 berhamburan masuk ruang presentasi. Yang pasti, Tanah akan tampil paling akhir. Maka kami segera melakukan undian cepat dengan hompimpah. Tak terkecuali fasilitator, karena kami juga sudah mempersiapkan presentasi. Setelah undian selesai, demikianlah urutan tampil presentasi kelas kami: Satria, pak Gemak, Vena,pak Chandra, Rere, saya, Sekar, dan Tanah.

Action

Satria membuka presentasi ini dengan lancar. Meskipun kami, yang sudah hafal dengan gerak-geriknya paham bahwa ia cukup grogi, namun Satria dapat tampil optimal. Bahkan beberapa karya dalam riset ‘Menggambar Doodle’ ini mengundang decak kagum dari adik-adik kelas. Pertanyaan yang muncul dari pak Andi, salah satu fasilitator SALAM, berbuah jawaban yang menarik dari Satria. Jawaban, “Saya ingin meneruskan minat saya ini dan selanjutnya ingin membuka distro,” mengundang tepuk tangan riuh dari audiens.

Setiap Siswa Bergiliran Presentasi

Vena sebagai siswa yang berpresentasi berikutnya, menceriakan suasana dengan karya “Pohon Keluarga kelas SMA” buatannya. Vena mengangkat “Belajar Dasar-Dasar Bahasa Korea” sebagai tema riset semester ini. Dengan pohon keluarga ini, Vena mempresentasikan panggilan (kakek, nenek, ayah, ibu, dan seterusnya) dalam bahasa Korea. Dalam pohon keluarga itu, pak Toto dan bu Wahya diangkat sebagai ‘kakek’ dan ‘nenek’. Saya dan pak Gemak sebagai ‘ayah dan ibu’, sementara pak Chandra dan mbak Pinut sebagai ‘om dan tante’. Vena menutup presentasinya dengan sejarah lahirnya K-Pop di Korea Selatan.

Sementara presentasi Rere mengundang pujian dari Mimi, salah satu orangtua murid SALAM sekaligus narasumber riset. Tema riset “Membuat Craft Daur Ulang” ditampilkan Rere dalam slide yang seluruh halamannya dihiasi dengan doodle art. Tampilan presentasi yang ia kerjakan dengan teknik manual drawing dan sentuhan digital ini rupanya cukup berkesan bagi audiens. Presentasi Rere ditutup dengan respon singkat dari pak Puji Heru. Pak Puji, begitu beliau sering disapa, berharap dapat mengajak seluruh warga SALAM dalam sebuah gerakan cinta lingkungan. Alumni jurusan Fisika, UGM ini juga memberi sebuah wacana menarik bagi kami: bahwa tidak ada yang abadi di muka bumi ini, termasuk sampah. Sampah, apapun bentuknya, pasti dapat terurai. Tugas manusia, selain menciptakan sampah, adalah menggunakan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk menemukan teknologi pengurai sampah.

Tiba giliran Sekar, hujan lebat dan angin kencang kembali datang. Meskipun sudah menggunakan mikrophon, ia tetap harus berteriak agar semua audiens dapat mendengar presentasinya. Secara berurutan, Sekar mempresentasikan hasil belajarnya seputar pewarnaan alam dan pembuatan tenun. Sekar menutup presentasinya yang bertema “Tenun Pewarna Alam”dengan beberapa analisa dan kesimpulan.

Tanah menutup hari ini dengan 3 lagu yang ia tampilkan bersama mbakCipi, mbak May danmas Dodi. Mereka tergabung dalam”Eman-Eman Band”. Sambil mempersiapkan alat, pak Gemak melakukan sedikit tanya jawab dengan mbak Cipi dan mas Dodi selaku fasilitator belajar Tanah di rumah. Eman-Eman Band memainkan 3 lagu siang itu: Tanah Air, Rock Star dan Bendera. Ada sebuah kesalahan teknis yang berbuah gelak tawa saat band akan beraksi: mereka lupa membawa stand mic. Alhasil, pak Gemak dengan sukarela berperan sebagai stand mic untuk vokalis. Begitu musik berdentum, semua anak berebut naik dan masuk ke ruang Bagong untuk menyaksikan.

Di sela-sela presentasi, pak Gemak, pak Chandra dan saya selaku fasilitator masing-masing mempresentasikan materi tentang cara belajar, kewirausahaan dan kelas literasi. Khusus presentasi fasilitator, pak Gemak yang juga berperan sebagai pembawa acara, tidak membuka pertanyaan. Bisa dipastikan, ini adalah hak eksklusif fasilitator yang merangkap MC.

Tetes Haru

“Jangan lupa, Bu. Ditulis itu, tentang banyak yang meneteskan air mata haru,” ujar pak Gemak saat kami diskusi tentang apa saja yang perlu saya tulis disini.

“Mosok sih, Pak? Kok aku nggak lihat?”

“Lha kamukan nggak madep audiens, Bu.”

Begitulah. Presentasi yang kami persiapkan dengan gedandapan di tengah hujan badai halilintar ini rupanya mengharukan. Saya pribadi melihat tekad yang kuat dari tiap anak untuk menampilkan yang terbaik. Satria yang sempat tidak masuk selama beberapa hari saat masa persiapan, tampak berusaha mengejar ketertinggalan dengan cukup giat. Sekar yang sebelumnya tidak berminat untuk mengemas presentasi dengan lebih detail, berakhir dengan berhari-hari lembur belajar photoshop. Vena yang sempat tumbang oleh demam, berhasil memaksakan diri untuk berangkat dan mempresentasikan hasil belajarnya dengan lancar. Rere sempat bermalam di rumah saya untuk nglembur ilustrasi. Bahkan Tanah tampak ceria dan sangat nyaman saat bermain drum siang itu.

Tapi presentasi ini bukan akhir. Kami bahkan belum merangkumnya dalam bendel laporan, yang menurut pak Chandra, akan lebih menyerupai portfolio. Akhir semester adalah saatnya duduk-duduk sebentar. Awal semester kemudian, adalah saatnya melangkah lagi. Mendaur apa yang kami presentasikan kemarin menjadi pertanyaan-pertanyaan baru. Riset-riset baru. Membuka jalan untuk menuju pengetahuan-pengetahuan baru.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *