“Aduuuuh mainan kok seperti itu, pakai gulat-gulatan segala… Mbok sini duduk manis saja sambil main halma atau baca buku. Atau main tebak-tebakan saja ya?” Kalimat seperti itu sering meluncur cepat dari mulut saya, karena saya merasa mungkin banyak orang dewasa lain terganggu dengan kekacauan karena aktivitas fisik yang dilakukan anak-anak.
Padahal sebagian besar permainan anak-anak sekolah yang berusia 3-12 tahun adalah permainan yang terasa kacau dan keras. Kita sebagai orang dewasa sering terlalu cepat memakai alasan-alasan normatif untuk melarang anak-anak melakukan aktivitas fisik terutama yang melibatkan adu fisik dengan teman (bukan berkelahi), padahal sebetulnya mereka sedang menikmati aktivitas yang mereka senangi : bermain.
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan anak dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian dan memberikan informasi, memberi kesenangan, serta mengembangkan imajinasi anak secara spontan dan tanpa beban. Bermain merupakan kebutuhan semua anak. Pada saat kegiatan bermain berlangsung hampir semua aspek perkembangan anak dapat terstimulasi dan berkembang dengan baik. Anak-anak dapat mengambil kesempatan untuk belajar tentang dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga mendapatkan kebebasan untuk berimajinasi, bereksplorasi, dan menciptakan suatu bentuk kreativitas, termasuk melalui permainan yang melibatkan aktivitas fisik.
Kemerdekaan dan ketersediaan lingkungan bermain yang cukup akan memacu perkembangan dari gerakan koordinasi antar anggota tubuh seperti menangkap, menendang; keterampilan lokomotor seperti melompat, berlari, berguling, merayap, merangkak; keterampilan gerakan nonlokomotor, seperti merentangkan tangan, membungkuk, jongkok; serta pengelolaan dan pengendalian tubuh, yang meliputi pemahaman akan fungsi tubuhnya, pemahaman tentang jarak, irama, keseimbangan, kemampuan untuk memulai atau mengakhiri gerakan dan melaksanakan perintah. Tak hanya area perkembangan fisik atau keterampilan gerak motorik, permainan juga membantu perkembangan anak yang meliputi aspek-aspek yang saling berhubungan, yaitu kepribadian, emosi, kognisi, komunikasi, dan sosialisasi
Permainan fisik bagi anak-anak bermanfaat untuk menyalurkan energi yang ada pada dirinya dan membantu dia memahami batas tubuhnya. Banyak anak-anak yang kemudian punya masalah karena energinya tidak bisa dikelola dengan baik, karena dia tidak tahu batas di mana dan kapan dia harus berhenti. Atau bermasalah karena tidak tahu batas kemampuan fisiknya sehingga tanpa sadar menyakiti orang lain. Anak-anak yang memiliki masalah demikian salah satu penyebabnya dapat dimungkinkan karena kurang eksplorasi permainan dengan tubuhnya, termasuk permainan fisik bersama keluarganya di rumah.
Mengingat betapa bermain – termasuk bermain fisik – merupakan tahapan penting untuk mencapai seluruh area perkembangan, maka bermain bagi warga belajar SALAM bukanlah hal yang terpisah dari proses belajar. Bermain justru kami maknai sebagai bagian yang terintegrasi dengan bagian lainnya dalam pembelajaran yang utuh dan menyeluruh. Karenanya, saya sebagai fasilitator memilih untuk memberikan kemerdekaan bermain fisik kepada anak-anak yang saya dampingi, mengamati dari jauh, tidak kagetan, tidak terburu-buru menyela, hanya mengingatkan kembali kepada kesepakatan ketika sudah diperlukan. Karena sesungguhnya, diam-diam mereka sedang belajar mengeksplorasi lingkungan sekitarnya, supaya tumbuh rasa percaya diri sekaligus tanggung jawab dan kepedulian terhadap orang lain, juga belajar untuk mengembangkan kemampuan hubungan interpersonal dan kontrol diri serta berani menerima tantangan dan resiko dari setiap pilihannya. Maka, “Teruskanlah bermain fisik sepuasmu, teman-teman kecilku!”
Relawan SALAM Yogyakarta
Leave a Reply