karya anak salam

Perjalanan Trans Jogja: Kolaborasi Koperasi dan Peran Dinas Perhubungan DIY

Summary dari laporan riset Kelana Langit Senja, Siswa SMP Sanggar Anak Alam (SALAM) yang akan diunggah menjadi tulisan reportase secara bersambung (Red)

Pada tahun 2007, sebuah inisiatif kolaboratif antara Dinas Perhubungan DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan beberapa koperasi, yaitu Koperasi Aspada, Koperasi Kopata, Koperasi Pemuda, Koperasi Puskopkar, dan Perum Damri, melahirkan proyek transportasi publik bernama Trans Jogja. Langkah ini diambil untuk meningkatkan mobilitas masyarakat, serta memberikan alternatif transportasi yang efisien dan teratur di kota ini.

Terbentuklah PT Jogja Tugu Trans, sebuah perusahaan yang menjadi wadah bagi konsorsium kelima koperasi tersebut. Setiap koperasi memberikan kontribusi dan keahlian masing-masing untuk memastikan kelancaran operasional Trans Jogja. Dalam konsorsium ini, Dinas Perhubungan DIY memiliki peran kunci sebagai regulator yang bertanggung jawab atas aspek teknis dan rute perjalanan Trans Jogja.

Dinas Perhubungan DIY tidak hanya bertugas sebagai pembuat aturan, tetapi juga terlibat secara langsung dalam pengadaan, pelayanan, dan perbaikan halte Trans Jogja. Mereka menjalankan tanggung jawab ini untuk memastikan bahwa fasilitas-fasilitas tersebut beroperasi dengan baik dan memenuhi standar keselamatan dan kenyamanan.

Seiring berjalannya waktu, Dinas Perhubungan DIY pernah mengawasi perekrutan petugas halte Trans Jogja. Namun, terlihat bahwa sekarang tugas ini tampaknya telah dialihkan kepada PT Anindya Mitra Internasional, mencerminkan dinamika perubahan dalam struktur manajemen dan operasional Trans Jogja.

Trans Jogja sendiri telah menjadi tulang punggung transportasi publik di Yogyakarta, menghubungkan berbagai titik penting dalam kota dan menjadi solusi bagi masyarakat untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain secara efisien. Keberhasilan proyek ini merupakan hasil kolaborasi antara sektor publik dan swasta, menunjukkan bahwa kerjasama yang baik dapat menghasilkan dampak positif bagi kemajuan transportasi dan mobilitas masyarakat.

“Perjalanan Penuh Tantangan Trans Jogja: Dari Awal Hingga Era Tantangan Kendaraan”

Trans Jogja, yang diresmikan pada tanggal 18 Februari 2008, memulai operasinya dengan 6 jalur awal (1A, 1B, 2A, 2B, 3A, dan 3B) serta 54 unit bus, tetapi hanya 34 yang langsung beroperasi. Ujicoba dimulai dengan tarif Rp1.000 selama seminggu, sebelum beralih ke tarif normal Rp3.000 (Reguler) dan Rp2.000 (Kartu Pelajar Trans Jogja). Meskipun saat itu masih ada bus kota reguler seperti Kopata dan Kobutri, Trans Jogja menawarkan kenyamanan tambahan dengan bus ber-AC, meskipun masih memiliki kemiripan dengan model colt kampus.

Awalnya, fokus rute Trans Jogja tidak hanya untuk warga Jogja, melainkan lebih terarah kepada mahasiswa dan wisatawan. Pada Oktober 2010, jalur 4A dan 4B diperkenalkan, memperluas jangkauan layanan. Pada tahun 2008, Departemen Perhubungan menyumbangkan 20 unit bus ke Trans Jogja, namun terkendala oleh masalah administratif. Surat-surat yang belum sah membuat 20 unit bus tersebut tidak dapat dioperasikan. Setelah 9 tahun mangkrak, pada Mei 2013, 20 unit bus ini diresmikan dan mulai beroperasi, menggantikan bus milik pemerintah kota yang sudah tidak layak.

Keunikan dari 20 unit bus baru ini adalah adanya rak sepeda di bagian depan bus, meskipun akhirnya dicopot karena jarang digunakan. Pada Maret 2014, PT Jogja Tugu Trans (JTT) membeli 20 unit bus bekas Trans Lampung, meningkatkan jumlah unit menjadi 74. Meskipun jumlah unit bertambah, sistem pengelolaan yang baru belum mampu mengatasi kendala yang dihadapi. Bus Trans Jogja sering mengalami mogok di tengah perjalanan, AC yang tidak berfungsi, dan bahkan pintu bus yang sering macet atau tidak bisa menutup.

Era ini dianggap sebagai masa sulit bagi Trans Jogja karena banyak unit yang terkesan tidak terawat dan tidak nyaman. Meskipun mengalami sejumlah tantangan, perjalanan Trans Jogja tetap menjadi cermin dari perkembangan transportasi publik di Yogyakarta, menandai upaya untuk menyediakan layanan yang lebih baik kepada masyarakat setempat dan pengunjung.

“Tantangan dan Kontroversi: Kilas Balik Peristiwa Penting Trans Jogja Tahun 2013-2016”

Tahun 2013 menjadi momen krusial bagi Trans Jogja, terutama pada 11 November, ketika ratusan supir bus kota dari berbagai organisasi seperti Kopata dan Aspada menyuarakan protes. Mereka menolak rencana penghapusan bus kota lama oleh DPRD DIY pada tahun 2015. Aksi unjuk rasa ini mencuatkan penolakan terhadap pemberian bantuan halte portabel untuk Trans Jogja dan penambahan jalur baru di beberapa titik. Sopir bus kota mengungkapkan keprihatinan akan dampak hilangnya bus perkotaan, yang dapat membuat ratusan kru bus kehilangan pekerjaan. Meskipun terdapat kendala, masalah ini berhasil diselesaikan beberapa minggu setelahnya.

Pada Maret 2014, mantan Kadishubkominfo DIY dan mantan Direktur Utama PT Jogja Tugu Trans dijatuhi hukuman 22 bulan penjara atas dugaan korupsi biaya kendaraan operasional Trans Jogja tahun 2008. Kontroversi ini menyoroti tantangan pengelolaan Trans Jogja pada masa itu.

Desember 2014 menjadi saksi kenaikan tarif Trans Jogja sebagai respons terhadap kenaikan harga BBM. Tarif umum naik menjadi Rp4.000, sedangkan pelajar menjadi Rp2.000. Saat itu, Trans Jogja dikenal dengan supir yang mengemudi ugal-ugalan, kondisi bus yang tidak layak, dan kurangnya kenyamanan.

Pada Januari 2016, Pemerintah DIY mengambil langkah tegas dengan menugaskan PT Anindya Mitra Internasional menggantikan PT Jogja Tugu Trans sebagai operator Trans Jogja. Pergantian ini terjadi setelah evaluasi bahwa kinerja Trans Jogja di bawah PT JTT dianggap tidak memuaskan. Meskipun perubahan ini dilakukan untuk meningkatkan layanan, beberapa bulan setelahnya, seluruh kru PT Jogja Tugu Trans melakukan mogok kerja. Mereka menuntut perombakan sistem manajemen dan protes terkait pembayaran gaji yang sering telat. Mogok tersebut menyebabkan lumpuhnya sebagian besar rute Trans Jogja dan penutupan halte-halte, menciptakan ketidaknyamanan bagi masyarakat.

Aksi protes ini mencerminkan kendala yang dihadapi oleh Trans Jogja pada masa itu, baik dari segi manajemen, kondisi armada, hingga kualitas layanan yang belum memuaskan. Periode ini dianggap sebagai masa yang sulit bagi sistem transportasi publik di Yogyakarta. []…… (bersambung)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *