Tahun 2022 RUU Sisdiknas tidak masuk dalam Prolegnas. Maka Kemdikbud ngotot memasukkan dalam Prolegnas Prioritas 2022. Karena itu harus ada NA, draft RUU, hearing, uji publik sebagai syarat formal. Makanya uji publik kemarin cuma formalitas agar syarat administratis mengajukan ke DPR untuk bisa dibahas. Kalau memulai pembahasan berarti DPR setuju dibahas. Deadline masuknya proposal Maret April. Proses nampak terburu-buru, slinthat-slinthut, tidak terbuka—tidak sejalan dengan prasyarat serta kaedah-kaedah melahirkan Undang-undang. Makanya Kemdikbud ngebut. Kita seharusnya bisa memperlama proses dengan menuntut Kemdikbud Menunda dan DPR Menolak pembahasan tahun ini. Kali ini Red, menurunkan tulisan Catur Nurrochman (Wakil Ketua Dewan Eksekutif APKS PB PGRI, Guru SMP Negeri 1 Kemang, Bogor).
Masukan untuk RUU Sisdiknas
Pembahasan RUU Sisdiknas seharusnya membutuhkan waktu panjang, terbuka, dan tidak perlu tergesa-gesa. Masukan sebanyak-banyaknya dari berbagai elemen perlu diperhatikan dan dikaji secara mendalam agar hasilnya memuaskan.
Uji publik terbatas secara daring terhadap RUU Sistem Pendidikan Nasional yang telah disusun Kemendikbudristek mulai dilakukan 10 Februari 2022. Menurut Kemendikbudristek, RUU Sisdiknas akan menggantikan UU No 20/2003 tentang Sisdiknas, UU No 14/ 2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Meski belum masuk dalam Prolegnas Prioritas 2022, Kemendikbudristek memprioritaskan penyusunan RUU ini. Pemerintah menimbang, UU No 20/2003 tentang Sisdiknas sudah tak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti.
Selain itu, untuk menghadapi tantangan perubahan zaman dan menyelaraskan berbagai aturan-aturan yang sudah ada dalam satu UU, pemerintah memandang perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan melalui penyusunan RUU ini.
Beberapa catatan
Nampaknya pemerintah berupaya menyelaraskan dan menyinkronkan tiga UU yang sudah ada agar terjadi harmonisasi dalam pelaksanaan.
Yang disayangkan, dalam draf RUU Sisdiknas ini masih sedikit substansi yang membahas tata kelola guru sebagaimana tertuang dalam UU Guru dan Dosen. Apabila ingin mengintegrasikan UU Guru dan Dosen serta UU Pendidikan Tinggi dalam RUU Sisdiknas, maka perlu adanya pengaturan tata kelola guru dan dosen yang diarahkan pada terwujudnya tata kelola yang terintegrasi dalam rangka membangun sistem pembelajaran yang bermutu.
Yang disayangkan, dalam draf RUU Sisdiknas ini masih sedikit substansi yang membahas tata kelola guru sebagaimana tertuang dalam UU Guru dan Dosen.
Jika pemerintah tidak fokus terhadap berbagai komponen pendidikan nasional, khususnya mengenai tata kelola dan peningkatan mutu guru, serta mutu LPTK yang menyiapkannya, maka mutu pendidikan nasional dan daya saing bangsa sulit, bahkan mungkin tidak dapat dicapai. Upaya peningkatan mutu guru bukan merupakan program tunggal, tetap suatu sistem yang di dalamnya terdapat banyak komponen tata kelola yang satu sama lain menentukan kualitas kinerja guru.
Terkait soal ketentuan mengenai guru wajib mengikuti organisasi profesi sesuai pilihan masing-masing, tafsirnya juga bias. Hingga hari ini pun tata kelola organisasi profesi guru tidak pernah dikaji kembali dan didiskusikan secara serius serta berkelanjutan. Apakah akan dibiarkan bebas seperti sekarang? Demikian pula organisasi profesi bagi dosen, belum diatur secara spesifik dan perlu dikaji/dibahas secara lebih lanjut.
Pertanyaan lain, sejauh mana RUU Sisdiknas ini dapat menjangkau semua perundangan yang berbeda jika kedudukan hukumnya sama?
Apakah RUU ini sudah sesuai dengan visi masa depan pendidikan Indonesia terkait transformasi tata kelola guru dalam peta jalan pendidikan Indonesia yang prosesnya masih berjalan hingga hari ini?
Apakah RUU ini sudah mempersiapkan pendidikan Indonesia dalam menghadapi perkembangan kemajuan teknologi yang kian pesat di masa ini dan masa datang? Untuk itu, beberapa pasal dalam RUU ini perlu mendapatkan catatan kritis agar sistem pendidikan nasional ini mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, dan manajemen pendidikan dapat relevan dan efisien sesuai harapan.
Keinginan pemerintah menata ulang pendidikan nasional dalam satu sistem yang lebih baik memang perlu diapresiasi, tetapi harus tetap mengacu pada Konstitusi.
Berdasarkan Konstitusi, mendapatkan pendidikan adalah hak setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayainya. Pemerintah wajib mengalokasikan anggaran paling sedikit 20 persen dari APBN untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Ada kekhawatiran apabila RUU Sisdiknas ini disahkan, pemerintah tak lagi memiliki kewajiban utama membiayai pendidikan. Dengan mewajibkan orangtua turut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, beban ekonomi masyarakat dalam pengeluaran untuk pendidikan semakin besar dengan munculnya berbagai bentuk sumbangan.
Mengenai wajib belajar bagi setiap warga negara, sebaiknya pemerintah memerhatikan lebih serius pendidikan prasekolah atau pendidikan anak usia dini. Masa keemasan anak di usia dini penting menjadi perhatian, karena menjadi awal dalam pendidikan karakter seorang anak.
Pendidikan prasekolah juga penting karena berkaitan dengan persiapan anak memasuki jenjang pendidikan sekolah. Jadi, wajib belajar bagi setiap warga negara sebaiknya dimulai dari usia 6-18 tahun.
Peran keluarga yang termasuk jalur pendidikan informal juga penting dibahas dalam RUU ini, karena keluarga jadi pilar sosialisasi awal bagi seorang anak sebelum memasuki pendidikan prasekolah dan pendidikan sekolah.
Harapanmya, terbentuknya profil Pelajar Pancasila pada generasi bangsa di masa depan akan terwujud jika pendidikan karakter telah berjalan dengan baik sejak usia dini, dimulai dari pendidikan keluarga dan pendidikan prasekolah.
Ada kekhawatiran apabila RUU Sisdiknas ini disahkan, pemerintah tak lagi memiliki kewajiban utama membiayai pendidikan.
Partisipasi publik
Pembahasan RUU Sisdiknas seharusnya membutuhkan waktu panjang, terbuka, dan tidak perlu tergesa-gesa. Masukan sebanyak-banyaknya dari berbagai elemen perlu diperhatikan dan dikaji secara mendalam agar celah-celah yang mungkin masih ada dalam pasal-pasal RUU ini dapat tertutupi sedini mungkin.
Lebih baik beradu argumen melalui dialog partisipatif dalam diskusi-diskusi panjang dengan berbagai pemangku kepentingan pendidikan daripada kelak muncul resistensi publik ketika RUU ini disahkan. Buka keran dialog publik sebesar-besarnya dalam waktu lama dengan berbagai pemangku kepentingan.
Berikan publik akses seluas-luasnya karena masyarakatlah yang akan merasakan dampak dari implementasi beleid ini kelak. Jangan sampai setelah disahkan, UU Sisdiknas menuai polemik di masyarakat dan bernasib sama seperti UU Cipta Kerja yang dibatalkan bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.
CATUR NURROCHMAN OKTAVIAN (Wakil Ketua Dewan Eksekutif APKS PB PGRI, Guru SMP Negeri 1 Kemang, Bogor), 23 Februari 2022 07:30 WIB
https://www.kompas.id/baca/artikel-opini/2022/02/22/masukan-untuk-ruu-sisdiknas
SALAM (Sanggar Anak Alam), Laboratorium Pendidikan Dasar, berdiri pada tahun 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara.
Leave a Reply