Hampir semua peneliti, baik yang beroperasi di sektor publik maupun swasta, memahami pentingnya riset sebagai upaya untuk menjawab beragam pertanyaan yang membingungkan. Ini merupakan refleksi pribadi, diperkaya oleh pengalaman selama 6 tahun tinggal di sebuah negara yang menghargai tradisi riset dan interaksi dengan peneliti dari berbagai latar belakang, yang berasal dari negara-negara berbeda.
Kehidupan seorang peneliti dimulai dengan imajinasinya, yang menciptakan gambaran kondisi ideal di benaknya. Gambaran ini sering mencerminkan aspirasi masyarakat yang adil, produktif, dan mampu berkecukupan meskipun dihadapkan pada berbagai keterbatasan sumber daya yang diperlukan untuk menjaga kehidupan. Selaku warga dunia, mereka berkolaborasi untuk menjaga lingkungan hidup, meskipun hidup di dalam ekosistem yang berbeda.
Beberapa poin penting yang perlu diingat meliputi:
- Harapan akan peningkatan standar hidup.
- Manusia yang selalu dihadapkan pada keterbatasan sumber daya.
- Konsep masyarakat tanpa batas yang dapat menjadi peradaban global.
- Pentingnya unggul dalam mengatasi berbagai keterbatasan, baik itu faktor alam maupun sosial.
Penulis memiliki disiplin dalam bidang ekologi dengan fokus pada tema besar: menjaga agar aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup tidak merusak kemampuan alam untuk mendukung kehidupan secara keseluruhan.
Penulis juga menekankan bahwa semua riset dalam tema besar ini telah membuktikan bahwa aktivitas manusia saat ini justru mengancam kemampuan alam untuk mendukung kehidupan. Oleh karena itu, perubahan paradigma diperlukan untuk mengatur interaksi antara manusia dan alam.
Namun, disayangkan bahwa upaya advokasi yang berasal dari hasil riset ekologi seringkali tidak berdampak signifikan pada perubahan kebijakan untuk menyelamatkan alam. Sementara riset tingkat lanjut terus berjalan, melibatkan lebih banyak peneliti dan sumber daya yang lebih besar.
Ada beberapa refleksi mengapa hal ini terus berlangsung. Pertama, seringkali tidak ada kejelasan mengenai tujuan riset itu sendiri. Riset seringkali terperangkap dalam struktur elitisme yang menjadikannya sebagai semacam “kerajaan di menara gading,” menjauh dari realitas. Riset dianggap berhasil jika dapat menjelaskan fenomena yang dihadapi, terutama dalam bidang ekologi.
Kedua, ada keyakinan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dalam mengatasi keterbatasan sumber daya adalah puncak keberhasilan, meskipun kita menyadari bahwa alam semesta ini kaya akan sumber daya. Ketakutan akan kelangkaan menjadi ideologi yang secara tidak disengaja dianut oleh para peneliti, dan solusi yang diusulkan seringkali mahal dan sulit diimplementasikan.
Ketiga, pendekatan epistemologi yang sempit dan kurang menghargai berbagai bentuk pengetahuan yang beragam yang ada sebelum era metode ilmiah. Hal ini menghasilkan interpretasi yang terbatas terhadap fenomena yang sering bertentangan dengan teori yang mendasarinya.
Keempat, komunikasi hasil riset seringkali kurang memadai, dan ketidakpastian dalam hasil riset menjaga agenda riset tetap hidup, bahkan jika ada risiko pengulangan atau penemuan yang sudah diketahui sebelumnya.
Kelima, agenda riset seringkali tidak benar-benar independen, terutama dalam hal donor. Peneliti sering berperan sebagai pekerja riset untuk memenuhi tujuan donor.
Dalam upaya mengembangkan ilmu pengetahuan, beberapa usulan dapat dipertimbangkan. Peneliti harus memiliki semangat aktivis dan memegang teguh nilai-nilai yang perlu diperjuangkan, demi kesejahteraan publik dan kelestarian alam jangka panjang. Dunia riset harus erat terhubung dengan dunia kebijakan publik (politik), namun tetap independen. Peneliti perlu memahami konteks politik ekonomi untuk dapat menyusun argumentasi yang meyakinkan bagi pembuat kebijakan. Pendekatan peer review dan analisis metadata harus menjadi bagian dari tradisi riset untuk menghindari pengulangan. Jiwa positivistik, yang terkadang menghalangi inovasi, perlu diimbangi dengan pandangan yang lebih holistik. Harus dihindari ketakutan akan kelangkaan sumber daya yang mendasari dominasi politik, ekonomi, dan geopolitik saat ini. Terakhir, politisi seharusnya memiliki karakter seorang peneliti, dengan kesadaran akan resiko yang terkandung dalam penemuan ilmiah, meskipun hasilnya masih berada dalam abu-abu. []
Dosen Kehutanan UGM
Leave a Reply