Pagi ini, saya masuk 20 menit sebelum pameran fotografi dan artist talk dimulai. Begitu saya masuk ke ruangan di mana pameran diadakan, yang bernama ruangan Togog Bilung, saya langsung disambut dengan pajangan pameran foto di dinding dengan ukuran yang berbeda-beda. Foto-foto tersebut juga dilengkapi dengan beberapa nama fotografer yang memotretnya.
Rayyi: Siaga Menangkap Momen Kebetulan
Artist talk dimulai oleh Rayyi, siswa kelas 4 SD Sanggar Anak Alam. Ia memilih riset ini karena ketertarikan yang muncul setelah melihat workshop fotografi, dan juga karena ia memang menaruh minat pada hal tersebut.
Foto-foto yang Rayyi tangkap adalah keadaan alam sekitar yang kaya akan peristiwa dan aktivitas semua makhluk. Ia memotret banyak hal dan peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar, baik itu benda yang hidup dan tak hidup. Seperti gerhana matahari pada pantulan air di ember, juga memotret teman-teman Salam yang sedang bermain bola di lapangan Salam. Foto ini berjudul “Menunggu Jatuh”.
Kemudian ada juga potret dua kucing sedang bermanja-manja. Rayyi juga memotret banyak objek kecil. Dengan teknik yang baik, ia dapat memfokuskan kamera dengan tepat ke objek kecil tersebut. Seperti contohnya foto drone.
Ada juga foto light painting berbentuk tiga hati. Foto ini diambil dengan shutter speed yang dipercepat, kemudian sebuah cahaya (senter/lampu) digerak-gerakkan hingga membentuk sebuah pola.
Rayyi menjelaskan bahwa shutter speed adalah waktu yang dibutuhkan kamera untuk menangkap gambar. Semakin cepat shutter speed, maka semakin sedikit cahaya yang masuk ke kamera. Dijelaskan juga bahwa shutter speed mempengaruhi seberapa banyak gerakan yang ditangkap dalam gambar. Shutter speed yang cepat, dapat membekukan gerakan, sedangkan shutter speed yang dipercepat dapat menciptakan efek kabur.
Kebanyakan moment yang Rayyi tangkap adalah momen kebetulan. Dari situ dapat disimpulkan bahwa Rayyi selalu bersiaga, dengan posisi kamera yang siap untuk menangkap momen-momen yang ia lihat.
Namun, Rayyi bukan hanya menangkap momen saja. Ia juga melakukan pendalaman fotografi secara teknis. Dalam presentasinya, Rayyi juga bercerita tentang perkembangan kamera. Rayyi menjelaskan perbedaan kamera DSLR dan mirrorless. Perbedaan keduanya ada pada sistem pengambilan gambar yang berbeda. Kamera DSLR menggunakan cermin untuk memantulkan cahaya dari lensa ke jendela bidik. Sehingga kita dapat melihat objek secara optikal. Sedangkan kamera mirrorles berbeda, cahaya langsung masuk ke sensor kamera dan ditampilkan di layar LCD.
Selain foto-foto Rayyi yang dipajang di dinding menggunakan karton dengan ukuran besar, Rayyi juga berhasil membuat buku berisi hasil tangkapan kameranya berjudul “Sekitarku”.
Geo: Diminta Bayar Untuk Foto Makanan
Riset fotografi juga dipilih oleh Geo, siswa kelas 7 SMP Sanggar Anak Alam.
Foto-foto hasil bidikan kamera Geo dipajang di pigura-pigura kayu besar. Dari sudut pandangnya, Geo melihat pesona orang-orang yang memegang kamera pada acara yang diadakan di SALAM, seperti Pasar Ekspresi. Baginya itu terlihat keren.
Awalnya ia hanya meminjam-minjam kamera dan memotret dengan iseng. Ia merasakan kesenangan saat mondar-mandir memegang kamera, menangkap momen melalui berbagai angle. Oleh karena itu ia jadi tertarik dan berfikir untuk menjadikan fotografi sebagai tema risetnya semester ini.
Geo sendiri memilih aliran fotografi yang lebih runcing, yaitu mengenai human interest. Geo memilih human interest karena ia ingin menangkap sisi lain kehidupan banyak orang yang tidak banyak terlihat. Oleh karena itu foto-fotonya diambil secara candid atau secara diam-diam. Karena pada ketidaksadarannya, manusia sering melakukan hal-hal menarik yang natural, dan Geo ingin mengabadikannya.
Geo banyak menangkap potret orang-orang di pasar. Ia memotret kegiatan orang-orang yang beraktivitas di pasar. Seperti pekerja yang membawa suatu barang, atau ibu-ibu yang sedang menunggu jualannya laku di pasar. Geo mengambil banyak foto dari berbagai angle, seperti frog eye atau eye level.
Selama hunting foto, Geo mendapatkan banyak pengalaman. Ia juga merasa menjadi lebih dekat dengan lingkungan hidup sekitar.
Pada beberapa momen, Geo juga mengalami beberapa kesulitan. Ia bercerita bahwa kesulitan yang paling dirasakan olehnya adalah tingkat percaya dirinya yang masih belum cukup. Ia masih belum pede ketika mengambil gambar orang-orang. Itu juga yang menjadi sebab ia sering melakukan pengambilan foto secara candid, agar tidak ketahuan. Karena itu juga, ia menggunakan tele untuk menangkap objek dari jarak jauh.
Terkadang, Geo juga meminta ijin kepada orang-orang yang menjadi objek fotonya. Ia berinteraksi dengan mengobrol. Namun, Geo juga merasa kesulitan. Sebabnya karena tidak semua orang mau difoto dan justru memalingkan wajahnya saat Geo memotret mereka. Beberapa kali Geo justru diminta untuk membayar atau membeli dagangan sang pedagang untuk bisa mendapatkan foto mereka. Jadi berkali-kali Geo tidak jadi menangkap gambar yang ia inginkan. Ada pula yang sampai meminta tolong untuk difotokan bangunan-bangunan rusak dan dilaporkan ke pemerintah supaya mendapatkan perbaikan.
Geo juga membahas perbedaan memotret di tempat terbuka dan tempat tertutup. Ia menjelaskan bahwa memotret di tempat terbuka sedikit lebih sulit. Banyaknya orang dan kendaraan berlalu lalang, membuatnya cukup kesulitan mengambil celah untuk menangkap gambar.
Melalui riset ini Geo merasa bahwa manfaatnya bagi dirinya sendiri adalah ia menjadi semakin percaya diri. Ia merasa semakin mudah dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar, berkomunikasi serta meminta ijin pada seseorang yang menjadi objek fotonya. Ia juga menikmati saat-saat memotret para petani yang berkegiatan di sawah. Ia merasa bahwa para petani memiliki aura yang terbuka dan penuh canda tawa.
Geo berhasil menciptakan buku yang berisi karya-karya fotonya. Buku itu disusun dengan objek manusia yang memiliki ekspresi berbeda-beda dan kegiatan yang berbeda-beda pula. Untuk caption, Geo lebih memilih menuliskan detail teknik pengambilan gambar, seperti ISO, angle dan shutterspeed.
Mahesa: Memilih Momen yang Santai
Mahesa, siswa kelas 10 Sanggar Anak Alam pada semester ini menaruh minatnya pada fotografi. Oleh karena itu ia memilih fotografi human interest sebagai tema risetnya. Namun karena menurutnya cakupan fotografi human interest terlalu luas, ia memperuncingnya dengan spesifikasi human interest yang ditangkap di pasar. Fotografi dipilihnya karena dulu ia pernah meriset tentang hal ini, dan ingin mencoba lagi. Mahesa mengunakan kamera Fuji x-a5 dan lensa 50mm-200mm. Ia menggunakan tele karena ia malu jika memotret gambar dalam jarak yang dekat.
Pada awalnya ia memotret event-event besar yang terjadi di Yogyakarta, tetapi karena Mahesa kurang enjoy, juga karena ia harus sigap dalam mengabadikan gerak-gerik cepat dan momentum yang terlalu banyak, ia lebih menikmati saat mengabadikan moment secara santai dan sambil lalu. Mahesa pergi ke banyak pasar di daerah Yogyakarta dan mengalami peristiwa yang menyenangkan. Ia juga menangkap moment yang terasa sangat natural, dan aktivitas lingkungan bisa diabadikan dengan baik.
Mahesa juga membuat buku berbentuk vertikal yang tebal. Buku itu berisi foto-foto yang berhasil ia abadikan. Tak hanya itu, di bukunya ia juga bercerita tentang pengalaman-pengalaman yang dialaminya selama hunting, juga bercerita tentang sejarah pasar yang ia kunjungi. Pada caption foto, Mahesa menulis cerita orang-orang melalui sudut pandangnya sebagai pengamat dan orang kedua dengan kata-kata yang menyenangkan. []
Siswi SALAM Kelas 9
Leave a Reply