Dalam dunia tindakan politik dan sosial, manipulasi muncul sebagai dimensi yang terkait erat dengan teori tindakan antidialogis. Seperti halnya strategi pemecahan, manipulasi adalah alat yang kuat dalam upaya penguasa elit untuk mencapai tujuan mereka yang mendominasi semua aspek teori. Secara khusus, manipulasi berfokus pada usaha penguasa untuk mengendalikan masyarakat agar sejalan dengan agenda-agenda mereka.
Manipulasi pada dasarnya merupakan proses di mana elite penguasa berupaya mempengaruhi pandangan dan perilaku masyarakat agar sesuai dengan kepentingan mereka. Ini mencakup penggunaan serangkaian mitos dalam konteks tertentu. Para penguasa menggunakan mitos ini sebagai alat untuk memanipulasi persepsi masyarakat, mengarahkan mereka menuju arah yang diinginkan.
Dalam upaya ini, elit penguasa menghadirkan gambaran yang menarik bagi masyarakat. Mereka menciptakan model pandangan yang memicu aspirasi dan ambisi individu, seolah-olah memberikan peluang bagi kemajuan dan peningkatan. Model ini, yang disajikan oleh kaum borjuis, memberi angin segar bagi rakyat, memberikan harapan akan peningkatan status sosial dan ekonomi.
Namun, manipulasi ini memerlukan kolaborasi dari pihak rakyat. Agar mitos-mitos tersebut berfungsi, masyarakat harus menerima pandangan dan kata-kata kaum borjuis. Ini adalah tahap penting dalam proses manipulasi, karena tanpa penerimaan ini, upaya penguasa akan sia-sia. Oleh karena itu, pengaruh kata-kata dan norma-norma yang diperkenalkan oleh elit menjadi faktor penentu dalam keberhasilan manipulasi.
Secara keseluruhan, manipulasi adalah alat yang digunakan oleh elit penguasa untuk mencapai tujuan-tujuan mereka. Dengan memanfaatkan mitos dan model yang dihadirkan kepada masyarakat, mereka berupaya mempengaruhi pandangan dan tindakan rakyat. Manipulasi ini memiliki peran sentral dalam mendukung dimensi antidialogis tindakan penguasa, di mana dialog dan perdebatan tereduksi. Oleh karena itu, pemahaman tentang manipulasi dan upaya untuk mengurai benang merahnya dalam dinamika sosial sangatlah penting agar masyarakat dapat mempertanyakan pandangan yang diberikan oleh penguasa dan mempertahankan kemampuan untuk berpikir secara kritis. []
Seorang otodidak, masa muda dihabiskan menjadi Fasilitator Pendidikan Popular di Jawa Tengah, DIY, NTT dan Papua. Pernah menjadi Ketua Dewan Pendidikan INSIST. Pendiri Akademi Kebudayaan Yogya (AKY). Pengarah INVOLPMENT. Pendiri KiaiKanjeng dan Pengarah Sekolah Alternatif SALAM Yogyakarta.
Leave a Reply