Blog

KUE BOLU PISANG dan NEGOSIASI

Memasuki semester dua tahun akademik 2020-2021 di SMP SALAM, anak saya Cahya memilih untuk melakukan riset tentang kue bolu pisang. Proses yang dilakukannya ini masih dalam suasana pandemi seperti semester sebelumnya. Selain itu, apa yang dirancangnya juga memerlukan negosiasi dengan orang tua, kami ayah dan ibunya. Dapur dan peralatan yang kami miliki sangat terbatas. Sedangkan dapur menjadi ruang yang digunakan bersama untuk keperluan sehari-hari memasak, maupun mengerjakan pesanan makanan. Kami memiliki usaha kecil di bidang kuliner sejak jauh sebelum pandemi sebagai salah satu penyangga ekonomi keluarga.

Pengalaman menjalani riset semester satu pada tahun pertama Cahya bergabung dengan SALAM membekas. Ia berkutat dengan layang-layang waktu itu. Selain mendapat dukungan dari para fasilitator dan teman-temannya di Salam, ia juga belajar bersama anak-anak di sekitar rumah yang menyukai layang-layang. Cahya juga mulai berani bereksperimen setelah berhasil membuat layang-layang yang bentuknya lazim (persegi empat, dua dimensi). Ia mencoba membuat jenis layang-layang kotak persegi panjang (tiga dimensi). Setelah beberapa kali gagal naik/diudarakan, pada sebuah kesempatan akhirnya bisa mengudara dan cukup stabil bertahan di angkasa. Peristiwa ini juga sempat disaksikan teman-temannya di Salam saat berkumpul main layang-layang bersama di area tanah lapang Ngingas, Bangunjiwo.

Pengalaman merancang riset, berburu data, olah data, menyusun laporan proses, presentasi, refleksi-evaluasi, membuat dan menerbangkan layang-layang menjadi bekal penting. Ia mencoba menjalani, melakukan, dan menemukan atmosfer belajarnya sesuai dengan sumber daya yang dimiliki. Lingkungan Salam yang membuka seluas-luasnya atmosfer belajar menjadi pemantik penting di sini. Hal ini diharapkan menjadi bekal untuk menjalani laku belajar pada semester kedua. Cahya telah memilih kue bolu pisang sebagai sarana untuk kembali bermain-main dan belajar dengan gembira di semester baru ini.

Situasi pandemi menjadi tantangan yang harus dihadapi. Ketika Cahya menentukan riset kue bolu pisang, ia langsung mencoba mengumpulkan data setelah melakukan pertemuan dan diskusi awal dengan fasilitator (bu Nike, bu Bhekti, pak Andy). Keterbatasan untuk bertemu dan berkomunikasi langsung dengan narasumber yang telah ditentukannya, yaitu budhenya, diatasi dengan komunikasi daring. Tentu saja komunikasi daring memiliki keterbatasan. Maka, Cahya tetap berusaha untuk bertemu langsung dengan narasumber. Setelah melakukan komunikasi daring dan membuat kesepakatan bertemu dengan saling jaga diri, maka pertemuan dilakukan di rumah narasumber. Cahya mendapatkan tambahan informasi langsung dari budhenya yang sudah terbiasa membuat kue bolu pisang dan semacamnya.

Proses pengumpulan data dilalui dengan cukup lancar. Internet menjadi salah satu yang memudahkan proses ini. Selain itu Cahya juga beruntung karena memiliki teman sekelas yang punya keseharian dekat dengan dunia kuliner, yaitu Lekha. Secara langsung maupun tidak langsung Cahya mendapatkan tambahan asupan pengetahuan dan praktik dari Lekha dan keluarganya, yang juga dekat sekali dengan dunia kuliner. Cahya di semester kedua ini sering bermain di rumah Lekha bersama teman-temannya. Di antaranya Jalu, Jenar (adiknya Jalu), Sadat. Sesekali teman lainnya bergabung. Rumah Lekha, tentu saja beserta keluarganya yang sangat mendukung proses anak-anak bermain dan belajar, menjadi ruang spesial bagi Cahya. Selama bermain dan belajar bersama di rumah Lekha, tentu saja protokol kesehatan senantiasa dijaga bersama karena situasi masih pandemi.

Cahya sedang melakukan eksperimen

Perjalanan belajar Cahya di masa pandemi ini selain diwarnai oleh metode proses dari SALAM, juga aktivitas bermain bersama teman-temannya. Semester kedua ini juga melewati bulan Ramadan. Entah ide awal dari siapa, anak-anak Salam yang sering bermain di rumah Lekha berkeinginan membuka lapak jualan hidangan berbuka puasa. Cahya menjadi bagiannya. Mereka menyiapkan segala sesuatunya dan langsung menjalaninya sejak hari pertama Ramadan. Kami para orang tua mendukung secukupnya. Walaupun proses ini tidak dilalui sampai sebulan puasa penuh, tetapi proses ini saya amati menarik. Mereka berbagi tugas dan bekerja sama menyiapkan lapak dan dagangannya, berjaga, melayani pembeli, kemudian menutupnya jika sudah selesai waktunya. Sebagian dagangan dibikin sendiri oleh anak-anak, sebagiannya lagi bikinan kami, orang tuanya. Lapak didirikan secara sederhana di Sonosewu, di depan tempat usaha yang dimiliki orang tuanya Lekha.

Seiring dengan proses bermain, pengumpulan dan pengolahan data riset, Cahya juga mencoba praktik membuat kue bolu pisang di rumah. Di sinilah hadir tantangan selanjutnya. Proses merencanakan dan pelaksanaan pembuatan kue bolu pisang tidak selalu berjalan lancar. Ketika Cahya sudah mencoba membuat jadwal dan menyiapkan bahan-bahannya, terkadang ada pesanan makanan mendadak yang masuk ke kami. Negosiasi terjadi. Kami mencoba memberikan pemahaman ke Cahya mengenai arti penting pesanan makanan bagi keluarga. Di sisi lainnya kami juga tidak ingin agenda yang sudah dirancang oleh Cahya tidak berjalan karena dapur dan alat yang terbatas. Kami bernegosiasi agar bisa sama-sama menggunakan dapur dan alat masak bergantian. Kami membuat kesepakatan dan berkomitmen untuk disiplin menjalaninya.

Pengalaman negosiasi ini menjadi hal yang menurut saya penting. Cahya berusaha belajar memahami situasi, dan kemudian membuat penjadwalan ulang jika diperlukan. Kami, orang tua Cahya, sebenarnya tidak cukup siap dalam hal ini. Kami senantiasa berusaha mengedepankan kepentingan pendidikan anak. Tetapi ada situasi yang menghendaki kami memerlukan diskusi-negosiasi dengan anak, demikian juga sebaliknya. Ini bukan hal mudah buat kami. Mencoba membangun kesepaham bersama tentang pentingnya kegiatan masing-masing, kemudian membuat negosiasi. Saya berharap pengalaman ini mengayakan pemikiran-sikap-perasaan-pemahaman Cahya, bahwa sebuah rancangan yang disusun dengan baik tetap memiliki potensi untuk berubah. Ada skala prioritas. Ada negosiasi. Ada tawar menawar. Ada rencana B, bahkan C, dan seterusnya. Pembelajaran kebijaksanaan saya harapkan di sini, walau pangkalnya adalah dari keterbatasan orang tuanya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *