Keluarga merupakan persemaian benih akal dan jiwa, melalui proses kematangan seseorang dan potensial mempengaruhi terbangunnya struktur kepribadian.
Anak-anak mengikuti orang tua dan berbagai kebiasaan dan perilaku dengan demikian keluarga adalah elemen pendidikan yang paling nyata, tepat dan amat besar peran dan pengaruhnya.
Keluarga merupakan elemen penting dalam membangun entitas pendidikan, menciptakan proses naturalisasi sosial, membentuk kepribadian serta memberi berbagai kebiasaan baik pada anak yang akan terekam terus serta tersimpan dalam direktori seseorang.
Maka, keluarga memiliki dampak yang besar dalam pembentukan perilaku individu serta pembentukan vitalitas dan ketenangan dalam benak anak-anak karena melalui keluarga anak-anak mendapatkan bahasa, nilai-nilai, serta kecenderungan mereka—Keluarga bertanggungjawab mendidik anak-anak dengan benar dalam kriteria yang benar, jauh dari penyimpangan. Untuk itu dalam keluarga memiliki sejumlah tugas dan tanggungjawab. Tugas dan kewajiban keluarga adalah bertanggungjawab menyelamatkan faktor-faktor cinta kasih, menghargai orang lain, menilai harga kemanusiaan serta kedamaian dalam rumah, menghilangkan kekerasan, keluarga harus mengawasi proses-proses pendidikan, orang tua harus menerapkan langkah-langkah sebagai tugas mereka.
Institusi pendidikan keluarga, yakni merupakan pengalaman pertama bagi anak-anak, pendidikan di lingkungan keluarga dapat menjamin kehidupan emosional anak untuk tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga akan tumbuh sikap tolong menolong, tenggang rasa sehingga tumbuhlah kehidupan keluarga yang damai dan sejahtera, keluarga berperan dalam meletakkan dasar pendidikan religiusitas dan sosial.
Selain itu Keluarga juga merupakan institusi pendidikan pertama dan utama, dalam membentuk jati diri generasi penerus. Anak-anak yang dilahirkan dalam bingkai keluarga adalah aset utama penerus pembangunan nasional, yang oleh karenanya harus lahir untuk memiliki karakter yang kokoh dan memiliki jati diri bangsanya. Perwarisan nilai-nilai budaya sangat tepat dilakukan di lembaga keluarga, karena pendidikan dalam keluarga merupakan modal dasar bagi perkembangan kepribadian anak pada masa dewasanya.
Para pendidik meyakini, pada tiga tahun pertama usia anak adalah fase pembangunan struktur otak, sedangkan usia tujuh tahun hampir sempurna otak dibentuk. Pada umur-umur tersebut, anak sebagian besar waktunya berada di rumah. Dengan demikian keluarga sangat memberikan pengaruh dalam pembentukan kepribadian yang mendasar seseorang, seiring dengan fase perkembangan otak tersebut.
Namun sekarang ini banyak keluarga yang rapuh yang kurang mempunyai daya tahan, sehingga mudah mengalami guncangan dan disfungsi. Data statistik lembaga Mitra Perempuan Women’s Crisis Centre (WCC) tahun 2009 mencatat jumlah layanan pengaduan dan bantuan diberikan kepada 204 orang perempuan dan anak-anak yang mengalami kasus kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yaitu 91,67% di wilayah Jakarta, Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor dan sekitarnya.
Meskipun jumlah perempuan korban yang ditangani Mitra Perempuan tahun 2009 menurun 26,88% dibandingkan tahun sebelumnya (2008: 279 orang, 2007: 283 orang), tetapi jenis kasus dan dampak kekerasan yang dialami oleh korban cukup serius dan terjadi peningkatan jumlah perempuan yang menempuh upaya hukum sebagai implementasi Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga(2).
Data-data di atas hanyalah contoh sebagian fakta tentang kondisi keluarga di Indonesia, dimana sangat rentan terhadap munculnya berbagai macam permasalahan hingga ke tingkat kekerasan baik secara fisik maupun psikis. Dampak dari globalisasi telah memasuki wilayah privat, yaitu kehidupan dalam keluarga. Struktur keluarga tradisional telah berubah, terutama di kota-kota besar.
Tingginya tingkat perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, munculnya ibu yang masih remaja, ibu yang bekerja yang seluruh waktunya tercurah untuk pekerjaan di luar rumah, adalah bagian dari perubahan bentuk dan struktur keluarga. Keluarga konvensional yang konsepnya adalah solidaritas, saling menerima, saling percaya, saling tergantung satu sama lain untuk saling memenuhi keiginan dan kebutuhan sehingga tercapai ketentraman dalam kehidupan keluarga, pada saat ini hal tersebut dianggap sudah tidak layak dan tidak sesuai lagi, karena dianggap tidak modern.
Globalisasi yang menimbulkan krisis multidimensional telah mampengaruhi perkembangan kepribadian manusia berupa krisis identitas dalam diri individu, keluarga dan masyarakat. “masa depan atau esok hari hanya dapat dibayangkan dan tidak dapat dipastikan. Masa depan tidak dapat diramalkan. Manusia hanya dapat mengontrol secara efektif kekuatan-kekuatan yang membentuk masa depan pada hari ini. Dengan kata lain masa depan adalah masa kini yang diarahkan oleh manusia itu sendiri. Apabila manusia masa kini tidak mengenal kemungkinan-kemungkinan yang akan lahir serta kekuatan-kekuatan yang akan membawa kehidupan umat manusia di masa depan tidak dikenal maka manusia itu akan menderita akibat ketidaksadarannya itu”.
Dengan kata lain, “manusia yang tidak mempunyai persepsi terhadap masa depannya akan dibawa oleh arus perubahan yang dahsyat yang membawanya ke tempat yang tidak dikenalnya. Maka hasilnya sudah dapat dibaca, yaitu kehidupan di dalam ketidakpastian atau chaos”.
Padahal jika ditilik dari fungsinya, keluarga adalah lembaga pendidikan pertama yang membentuk alam spiritual dan moral seorang anak bangsa. Pendidikan nilai di dalam keluarga merupakan pokok utama bagi bertahannya manusia yang bermartabat dan memiliki jati diri yang utuh. Pendidikan nilai ini tidak bisa ditipkan kepada lembaga pendidikan formal saja, atau kepada Pemerintah, atau diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat, namun harus dimulai dan dibingkai dalam kehidupan keluarga.
Dari keluarga inilah segala sesuatu tentang pendidikan bermula. Apabila salah dalam pendidikan awalnya, peluang untuk terjadi berbagai distorsi pada diri anak lebih tinggi. Dalam konteks keindonesiaan, pendidikan dalam keluarga menjadi semakin terasakan urgensinya, ketika kita mendapatkan kenyataan buruknya kondisi kehidupan saat ini. Masih tingginya tingkat korupsi, banyaknya penyalahgunaan wewenang dan jabatan, banyaknya penyimpangan moral, menandakan belum bagusnya kualitas pendidikan, termasuk di dalam keluarga.
Untuk menyelesaikan berbagai persoalan moral bangsa Indonesia, tidak cukup dengan memberikan pendidikan moral. Karena moral tidak pernah berdiri sendiri, melainkan selalu terkait dan terpengaruh oleh aspek yang lain. Oleh karena itu, upaya yang perlu dihadirkan adalah pendidikan yang bercorak integral, yang memadukan berbagai sisi dan dimensi kemanusiaan secara utuh. Pendidikan integratif yang diimplementasikan dalam keluarga akan menghasilkan produk yang berkualitas, sebagai bahan baku meretas peradaban bangsa di masa depan yang lebih baik.
Perubahan sosial, budaya dan politik dari masyarakat senantiasa beranjak dari perubahan individu dan keluarga. Tak bisa disangsikan lagi, bahwa keluarga merupakan laboratorium bagi sebuah peradaban masa depan bangsa yang dicitakan. ***
SALAM (Sanggar Anak Alam), Laboratorium Pendidikan Dasar, berdiri pada tahun 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara.
Leave a Reply