Blog

Kearifan Lokal dalam Pembelajaran Sains di Indonesia

Ilmu pengetahuan dan teknologi, hingga saat ini, cenderung berorientasi pada dunia Barat, terutama tercermin dalam kurikulum pendidikan, termasuk pembelajaran sains di sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia. Fenomena ini menciptakan kesenjangan dalam konteks pembelajaran, di mana contoh-contoh yang diambil sering kali bersumber dari kehidupan dan realitas dunia Barat. Oleh karena itu, sudah saatnya kita melibatkan wawasan lokal dalam pembelajaran sains di Indonesia.

Dalam pembelajaran sains, seringkali ditemukan contoh-contoh peristiwa atau fenomena yang tidak sesuai dengan realitas dan pengalaman hidup siswa di Indonesia. Sebagai contoh, pengajaran sifat koligatif larutan dengan menggunakan analogi menabur garam di jalanan bersalju, yang tidak relevan dengan iklim tropis Indonesia. Fenomena ini memunculkan kesulitan bagi siswa untuk membayangkan dan mengaitkan konsep-konsep sains dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Beberapa penelitian telah mengusulkan integrasi budaya populer, seperti film, komik, K-pop, atau anime, dalam pembelajaran kimia. Hal ini membuat pembelajaran lebih menarik dan relevan bagi siswa. Namun, pertanyaannya adalah, bagaimana dengan budaya lokal Indonesia? Dapatkah kita mengintegrasikan kearifan lokal, seperti etnosains, dalam pembelajaran sains?

Etnosains, berasal dari gabungan kata ‘ethno’ dan ‘science’, mengacu pada sistem pengetahuan khas dari budaya tertentu, juga dikenal sebagai pengetahuan asli atau indigenous knowledge. Indonesia kaya akan budaya lokal yang dapat diintegrasikan ke dalam pembelajaran sains. Misalnya, pemanfaatan tanaman untuk pengobatan atau pembasmi hama, seperti umbi gadung dan daun mimba.

Pembelajaran kimia dapat memanfaatkan pengetahuan lokal, seperti proses pembuatan jamu tradisional, untuk mengajarkan konsep-konsep sains. Misalnya, pembuatan jamu melibatkan teknik-teknik pemisahan campuran, seperti ekstraksi pelarut, penyaringan, dan pengendapan. Hal ini dapat membuat siswa terlibat secara aktif dalam mengamati dan menganalisis proses kimia dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Guru dan dosen dapat memulai pendekatan ini dengan mengeksplorasi dan merekonstruksi budaya lokal yang ingin mereka terapkan dalam pembelajaran sains. Integrasi budaya lokal tidak hanya membantu memahami konsep sains modern tetapi juga mempertahankan kearifan lokal. Selain itu, hal ini dapat meningkatkan pemahaman budaya siswa dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan analitis.

Melibatkan wawasan lokal dalam pembelajaran sains di Indonesia bukan hanya suatu keharusan tetapi juga kebijaksanaan. Dengan mengintegrasikan budaya lokal, seperti etnosains, kita tidak hanya membuat pembelajaran lebih kontekstual dan relevan bagi siswa, tetapi juga turut melestarikan kekayaan budaya yang dimiliki oleh Indonesia. Oleh karena itu, saatnya para pendidik mengambil langkah-langkah konkret untuk mewujudkan pembelajaran sains yang lebih bermakna dan menyeluruh di tanah air. []

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *