Blog

Kaitan Pendidikan & Ideologi

Secara etimologis, ideologi berasal dari kata “ideo” dan “logos”. Ideo berarti gagasan-gagasan, sementara logos adalah ilmu. Jadi, secara etimologis—asal usul bahasa ideologi berarti ilmu tentang gagasan-gagasan atau ilmu yang mempelajari asal-usul ide.

Frances Picabia1879-1955

Ada pula yang menyatakan ideologi sebagai seperangkat gagasan dasar tentang kehidupan dan masyarakat, misalnya pendapat yang bersifat agama atau pun politik. Selain makna etimologis, ideologi dapat dikatakan mengacu pada apa yang orang pikir dan percaya mengenai masyarakat, kekuasaan, hak, tujuan kelompok, yang kesemuanya menentukan jenis tindakan mereka. Ideologi berpengaruh terhadap tindakan politik tertentu. Apa yang orang pikir dan percaya mengenai masyarakat ini dapat berkisar pada bidang ekonomi, politik, social, dan filosofis.

Definisi yang biasa diberikan, menyebutkan bahwa ideologi adalah sistem gagasan politik, yang dibangun untuk melakukan tindakan-tindakan politik seperti misalnya memerintah suatu negara, melakukan gerakan sosial/politik, partai politik, mengadakan revolusi, ataupun kontrarevolusi. Ideologi, sebab itu, bercorak duniawi dalam artian ia diciptakan manusia untuk memetakan kondisi sosial yang ada di lingkungannya. Peta yang melukiskan realitas tersebut kemudian digunakan sebagai pedoman arah dalam bertindak.

Tidak dapat dipungkiri bahwa ideologi pun dapat mengambil akar dari agama. Misalnya liberalisme, yang banyak memperoleh inspirasi dari reformasi agama Kristen yang dibawakan oleh Martin Luther abad ke-16. Meskipun memiliki inspirasi dari agama, pada perkembangannya, liberalisme lebih berfokus pada dimensi sekular, khususnya gagasan-gagasan mengenai kemanusiaan, individualitas manusia, dan pembatasan kekuasaan negara atas individu.

Contoh lainnya adalah fundamentalisme agama yang dinyatakan memperoleh inspirasi dari kita suci. Zionisme misalnya, menyatakan dirinya berdasarkan janji Tuhan di dalam Taurat, bahwa Tanah Palestina adalah Tanah yang Dijanjikan kepada bangsa Israel. Pada perkembangannya, Zionisme kemudian menjadi ideology sekuler dan penuh muatan politik.

Selain agama, ideologi pun ada yang berakar dari kondisi ekonomi. Cara produksi manusia, penguasaan alat produksi, tujuan produksi, melahirkan sejumlah ideologi seperti Kapitalisme dan Komunisme. Kedua ideologi tersebut memiliki akar yang kuat dari kondisi ekonomi di Eropa tahun 1800-an.

Pengertian ideologi lainnya diajukan oleh Teun A. van Dijk dalam studi mengenai analisis wacana. Dijk menyatakan bahwa “… ideologi adalah sebuah sistem yang merupakan basis pengetahuan sosio-politik suatu kelompok. Sebab itu, ideologi mampu mengorganisir perilaku kelompok yang terdiri atas opini menyeluruh yang tersusun secara skematis seputar isu-isu sosial yang relevan seperti aborsi, enerji nuklir ataupun affirmative action.” Bagi Dijk, istilah organisasi dapat digunakan guna menjelaskan ideologi-ideologi postmaterialism seperti feminism, environmentalisme, racism, dan sebagainya.

Pendidikan termasuk wilayah muamalah duniawi-yah, maka menjadi tugas manusia untuk memikirkannya terus menerus seirama dengan perubahan zaman. Ideologi bagi pengikutnya memiliki fungsi positif. Menurut Vago yang dikutip oleh Haidar Nashir, ideologi memiliki fungsi: (1) memberikan legitimasi dan rasionalisasi terhadap perilaku dan hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat; (2) sebagai dasar atau acuan pokok bagi solidaritas sosial dalam kehidupan kelompok atau masyarakat, dan (3) memberikan motivasi bagi para individu mengenai pola-pola tindakan yang pasti dan harus dilakukan.

Menurut golongan positivistik yang dikategotikan ideologi adalah segala penilaian etis, norma, teori-teori metafisik dan keagamaan. Semua yang termasuk ideologi itu merupakan keyakinan yang tidak ilmiah karena tidak rasional dan hanya merupakan keyakinan subyektif. Bila ideologi dikaitkan dengan ilmu pengetahuan, menurut Kuntowijoyo ideologi bersifat subyektif, normatif, dan tertutup sedangkan ilmu pengetahuan memiliki watak obyektif, faktual dan terbuka.

Untuk meminimalkan sisi negatif ideologi perlu dibatasi pada ideologi dalam arti netral dan ideologi terbuka. Ideologi dalam arti netral adalah sistem berfikir, nilai-nilai, dan sikap dasar rohani sebuah gerakan kelompok sosial atau kebudayaan. Dalam hal ini ideologi tergantung sisinya, kalau isinya baik maka ideologi itu baik, begitu pula sebaliknya. Ideologi terbuka adalah ideologi yang hanya menetapkan nilai-nilai dasar, sedang penerjemahannya ke dalam tujuan dan norma-norma sosial/ politik selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan dengan prinsip-prinsip moral dan perkembangan cita-cita masyarakat. Operasinalisasinya tidak ditentukan secara apriori, melainkan harus disepakati secara demokratis.oleh karena it ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter, dan tidak dimaksudkan unntuk melegatimasi kepentingan sekelompok orang.

Filsafat pendidikan adalah bagian dari ilmu filsafat, maka dalam mempelajari filsafat pendidikan perlu memahami terlebih dahulu tentang pengertian filsafat terutama dalam kaitannya dengan filsafat pendidikan. Kata filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani. Kalimat ini berasal dari kata philosphia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang, suka dan kata Sophia berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan. Hasan Shadly mengatakan bahwa filsafat menurut arti katanya adalah cinta akan kebenaran.

Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa filsafat adalah cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi orang yang berfilsafat adalah orang yang mencintai akan kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.

Berbagai pengertian tentang filsafat pendidikan yang telah dikemukakan oleh para ahli, Al Syaibany mengartikan bahwa filsafat pendidikan ialah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusian merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan. Sementara itu, filsafat juga didefinisikan sebagai pelaksana pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan, falsafah tersebut menggambarkan satu aspek dari aspek-aspek pelaksana falsafah umum dan menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.

Barnadib mempunyai versi pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan.

Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan pemikiran kefilsafatan tentang pendidikan, maka perlu diikuti pola dan pemikiran kefilsafatan pada umumnya. Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah : Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara berpikirnya bersifat logis dan rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara sistematis artinya satu bagian dengan bagian lainnya saling berhubungan.

Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut persoalan yang mendasar sampai keakar-akarnya. Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang dipikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat kenyataan yang ada di alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik pada masa sekarang maupun masa mendatang. Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran-pemikiran yang tidak didasari dengan pembuktian-pembuktian emperis atau eksperimental (seperti dalam ilmu alam), akan tetapi mengandung nilai-nilai obyektif. Dimaksud dengan nilai obyektif oleh permasalahannya adalah suatu realitas (kenyataan) yang ada pada obyek yang dipikirkannya.

Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup yang menyangkut bidang-bidang sebagai berikut :

Cosmologi yaitu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta, raung dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, serta proses kejadian-kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan sebagainya.

Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan kearah mana proses kejadiannya. Pemikiran ontologis akhirnya akan menentukan suatu kekuatan yang menciptakan alam semesta ini, apakah pencipta itu satu zat (monisme) ataukah dua zat (dualisme) atau banyak zat (pluralisme). Dan apakah kekuatan penciptaan alam semesta ini bersifat kebendaan, maka paham ini disebut materialisme.

Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro khususnya yang menjadi obyek filsafat pendidikan meliputi : Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature of Education). Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of Man). Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama, dan kebudayaan. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi, filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan). Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.

Dengan demikian dari uraian tersebut diperoleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi obyek filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya menusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.

Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia, bahkan pada hakikatnya keduanya adalah proses yang satu.

Dengan pengertian pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidikan pun mempunyai ruang lingkup yang luas pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan. Sebagai contoh, berikut ini akan dikemukakan beberapa masalah kependidikan yang memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkannya, antara lain : Masalah pendidikan pertama yang mendasar adalah tentang apakah hakikat pendidikan. Mengapa harus ada pada manusia dan merupakan hakikat hidup manusia. Apakah pendidikan itu berguna untuk membina kepribadian manusia? Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu Problema-problema tersebut merupakan sebagian dari contoh-contoh problematika pendidikan yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang mendalam dan sistematis atau analisa filsafat. Dalam memecahkan masalah-masalah tersebut analisa filsafat menggunakan berbagai macam pendekatan yang sesuai  dengan permasalahannya. Diantara pendekatan yang digunakan antara lain adalah : Pendekatan secara spekulatif. Pendekatan normatif. Pendekatan analisa konsep. Analisa ilmiah. Selanjutnya Harry Scofield, sebagaimana dikemukakan oleh Imam Barnadid dalam bukunya Filsafat Pendidikan, menekankan bahwa dalam analisa filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan digunakan dua macam pendekatan yaitu pendekatan filsafat historis dan pendekatan dengan menggunakan filsafat kritis. Dengan pendekatan filsafat historis yaitu dengan cara mengadakan deteksi dari pertanyaan-pertanyaan filosofis yang diajukan, mana-mana yang telah mendapat jawaban dari para ahli filsafat sepanjang sejarah. Dalam sejarah filsafat telah berkembang dalam bentuk sistematika, jenis dan aliran-aliran filsafat tertentu.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *