Ada satu tempat bertanya di dunia ini yang akan menjawab apapun yang kita tanyakan, selengkap dan sedetil mungkin dengan senang hati. Bisa dihubungi kapan pun dan di manapun. Bertanyalah kepada Google.
Google, mulanya hanya sebuah mesin pencari informasi di internet. Namun, kini telah berkembang menjadi pemimpin industri kreatif teknologi informasi. Inovasi tiada henti dengan penemuan-penemuan baru. Android kini menguasai 75% pasar smsartphone dunia. Semua itu tak lepas dari daya kreatifitas duo pendirinya: Larry Page dan Sergey Brin.
Keduanya dibesarkan dalam alam ruang pendidikan yang sama: Montessori. Steve Denning, dalam artikel Is Montessori The Origin of Google & Amazon, yang dimuat di Forbes, Agustus 2011, menulis sistem edukasi ini telah melahirkan elit kreatif dunia. Bila dalam dunia ekonomi ada sebutan “Mafia Berkeley”, maka elit kreatif ini dikenal dengan “Mafia Montessori”. Nama-nama beken lain juga masuk dalam jajaran elit kreatif Montessori. Sebut saja Jeff Bezos pendiri Amazon dan perintis videogame Will Wright. Lalu ada Jimmy Wales empunya Wikipedia, dan penyayi rap Sean “P.Diddy” Combs.
Montessori merupakan model pendidikan yang dimulai dari usia dini, dengan berpusat kepada anak. Sebagai salah satu wujud aplikatif dari persepsi konstruktivisme, metode ini mengusung prinsip-prinsip di dalamnya. Perspektif ini, atau dalam bahasa Inggris constructivism, berakar dari kata to construct. Dalam pendidikan, konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan itu dibangun dari pengalaman demi pengalaman kehidupan nyata. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif yang melibatkan asimilasi dan akomodasi dari lingkungan sekitar. Disederhanakan menjadi pembelajaran adaptif yang difasilitasi orang lain.
Berpijak pada perspektif ini, maka Montessori menekankannya dalam bentuk pembelajaran segitiga: guru-anak-lingkungan. Peran guru adalah sebagai pebimbing dan fasilitator. Anak membangun pengetahuan dari pengalaman bermain di dalam lingkungan kelas yang telah dikondisikan guru.
Ada beberapa elemen yang menjadi perangkat model Montessori dalam aplikasinya. Dimulai dari mencampur anak usia 2,5 – 6 tahun dalam satu kelas. Ini memungkinkan anak yang lebih muda belajar dari anak yang lebih tua. Yang tua memperkuat pembelajaran yang muda dengan mengajarkan konsep-konsep yang telah dikuasai. Pengaturan ini mencerminkan dunia nyata, di mana individu bekerja dan bersosialisasi dengan orang-orang dari berbagai usia dan beragam kalangan.
Selanjutnya, anak diperbolehkan memilih kegiatannya sendiri. Ruang kelas disiapkan guru untuk mendorong kemandirian dan kebebasan dalam batasan. Anak, dalam pilihan kegiatannya, memanfaatkan apa yang ditawarkan lingkungan untuk pengembangan dirinya. Mereka bebas bergerak. Lingkungan belajar dirancang secara estetik menyenangkan dan memfasilitasi gerak fisik yang dibutuhkan anak. Misal, bahan pembelajaran diletakkan di rak, mulai dari paling bawah sampai atas. Anak akan berjongkok ketika mengambil dari rak bawah dan berdiri saat mengambil dari rak atas. Kegiatan berdiri-jongkok ini berfungsi membangun kelenturan dan koordinasi tubuh.
Dalam mempersiapkan lingkungan belajar, guru sangat serius dengan materi dan kegiatan yang memenuhi minat anak yang unik, sesuai dengan kognisi dan tahap perkembangannya. Materi diperkenalkan secara berurutan untuk memberikan pondasi belajar mandiri.
Guru hanya sebagai fasilitator dan mengawal keteraturan. Guru tidak memberikan instruksi. Anak baru akan berinteraksi dengan guru ketika membutuhkan bimbingan. Keteraturan dibangun dalam masa belajar dan istirahat yang sudah tetap. Masa belajar biasanya selama 3 jam.
Guru tidak akan menyajikan informasi untuk sebuah hafalan. Sebaliknya, ia akan menunjukkan bahan belajar yang telah dirancang, yang berfungsi sebagai pijakan anak untuk melakukan penyeledikan dan penemuan. Ini merupakan karakter utama metode Montessori yang berpijak bahwa konsep membangun pengetahuan yang terbaik adalah melalui eksplorasi, imitasi, pengulangan, dan uji coba. Guru akan selalu memantau setiap kemajuan anak dalam menguasai suatu konsep dan keterampilan. Guru juga harus jeli, kapan dia membimbing, dan kapan dia memberikan tantangan anak untuk melangkah ke urutan pembelajaran selanjutnya.
Pendidikan Montessori membangun kemampuan anak secara menyeluruh: fisik, kognitif, interaksi sosial, dan emosional. Guru membantu setiap anak menjadi pembelajar mandiri, membimbing untuk melihat dunia luar, bermasyarakat, berkolaborasi, dan menghormati martabat orang lain. Guru, dalam membimbing tumbuh kembang anak, mengawalinya dengan kegiatan sensorimotor. Anak bekerja menggunakan bahan-bahan untuk mengembangkan kemampuan kognitif melalui pengalaman langsung: melihat, mendengar, merasakan, mencium, menyentuh, dan bergerak.
Kurikulum Montessori didesain dengan cermat, ditopang materi khusus dan interdisiplin ilmu, yang membawa anak melalui tahapan mengenal: konkrit menuju abstrak. Pengenalan benda konkrit, yang menjadi dasar penyusunan informasi berdasarkan fakta dan angka, akan mempersiapkan anak memasuki dunia remaja. Karena di masa ini, pikiran dan emosi berkembang menjadi pemahaman yang lebih abstrak, menjadi konsep-konsep universal seperti kesetaraan, kemerdekaan, dan keadilan.
Dalam seluruh mata rantai pembelajaran Montessori, guru akan terlatih memiliki beberapa kemampuan. Yakni pengamat yang jeli, yang mampu mengetahui minat, gaya belajar, temperamen, dan tahap perkembangan setiap anak. Lalu menjadi fasilitator yang kreatif, yang menciptakan kondisi dalam membantu pemahaman demi pemahaman anak. Terakhir, guru akan menjadi pembangun karakter anak. Guru memahami bahwa anak merupakan lahan yang subur bagi penanaman konsep-konsep kebaikan, karena di tangan anak-anak lah masa depan planet ini dititipkan.
Sejarah Montessori
Pendidikan Montessori telah berkembang lebih dari satu abad. Dimulai pada tahun 1907, dipelopori oleh Dr. Maria Montessori, seorang Katolik Italia. Ia lahir di Provinsi Chiaravalle, Italia. Ayahnya seorang manajer keuangan di sebuah perusahaan BUMN Italia. Ibunya dilahirkan di keluarga yang menjunjung tinggi pendidikan. Ia terdidik dan kutu buku—sesuatu yang tidak lazim bagi perempuan Italia di masa itu. Kehausan yang sama akan pengetahuan mengalir dalam darah Maria muda, menyebabkannya menceburkan diri ke dalam studi berbagai ilmu sebelum akhirnya menemukan metode pendidikan yang melambungkan namanya. Maria, sejak usia dini dibesarkan di Roma yang merupakan surganya perpustakaan, museum, dan sekolah. Kini, Ia dikenal sebagai dokter, pendidik, dan inovator.
Lulus kedokteran tahun 1896, ia berada dalam jajaran dokter perempuan pertama di Italia. Awal praktek medisnya fokus di bidang psikiatri. Di sinilah persinggungan pertamanya dengan dunia pendidikan. Kemudian ia menghadiri kelas pedagogi dan membenamban dirinya dalam teori-teori pendidikan. Ini menuntunnya ke dalam sebuah penelitian dan mempertanyakan keefektifan metode pengajaran bagi anak-anak cacat mental.
Kesempatan untuk memperbaiki ini datang pada tahun 1900, saat ia diangkat menjadi asisten direktur lembaga pelatihan baru bagi guru pendidikan berkebutuhan khusus. Pendekatan dilakukannya dengan ilmiah, observasi yang teliti, uji coba yang mendalam untuk mengetahui metode pembelajaran mana yang tepat. Hasilnya, banyak anak-anak yang mengalami kemajuan tak terduga, dan penelitiannya berhasil.
Pada tahun 1907, Maria menerima tantangan baru untuk membuka sebuah pusat penitipan anak di wilayah miskin di Roma. Casa dei Bambini, sebuah lingkungan belajar yang berkualitas untuk anak-anak, yang merupakan bagian dari pembaharuan perkotaan di distrik berpenghasilan rendah di Roma. Anak-anak yang nakal pada awalnya, kemudian menunjukkan minat yang besar mengerjakan teka-teki, belajar untuk menyiapkan makanan, dan menguasai pelajaran matematika. Dia mengamati bagaimana mereka menyerap pengetahuan dari lingkungan mereka, yang pada dasarnya itu mengajarkan diri mereka sendiri.
Memanfaatkan observasi ilmiah dan pengalaman yang diperoleh dari penelitian awalnya dengan anak-anak, Maria merancang bahan pembelajaran dan lingkungan kelas untuk mepupuk keinginan alami anak-anak untuk belajar. Berita keberhasilan sekolah ini segera menyebar ke pelosok Italia, dan tahun 1910 sekolah Montessori mulai diakui di seluruh dunia.
Dalam pengamatannya, Dr. Montessori melihat anak-anak mengalami masa peka dalam perkembangannya. Mereka memiliki kemampuan sendiri untuk belajar sesuai dengan tingkat kematangannya, dan memiliki cara belajar yang berbeda dari orang dewasa. Di masa ini, mereka sangat mudah menguasai tugas-tugas tertentu. Apabila anak dicegah untuk menikmati pengalaman alamiah itu, maka kemampuan yang seharusnya dicapai tidak akan dimiliki, dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
Walaupun berada di kutub yang sama, konstruktivisme, Montessori dalam pendekatannya berbeda dengan Piaget. Ini terkait dengan latar belakang keilmuan keduanya. Bila Piaget yang berlatar keilmuan Biologi, maka Montessori yang seorang psikiatri memandang dari sudut lain. Mereka sepakat bahwa perkembangan anak ada tahapan-tahapannya. Namun, mereka berbeda dalam hal waktu. Piaget berkeyakinan bahwa anak melalui tahap perkembangan intelektual yang spesifik di usia tertentu. Anak tidak akan mencapai pengalaman operasional konkrit hingga usia 7 tahun. Sedangkan Montessori menilai bahwa anak memiliki masa peka dalam tiap usia perkembangannya. Anak-anak harus didorong untuk mengembangkan semua kemampuan kognitifnya sejak usia awal dan pembelajaran mandiri akan disesuaikan perkembangan kognitifnya.
Perbedaan keduanya bisa dilihat dalam ringkasan berikut:
MONTESSORI | PIAGET |
---|---|
Lahir – usia 3 tahun Menyerap bunyi dan bahasa. Pengalaman sensori. 18 bulan – 3 tahun 2 – 4 tahun 2,5 – 6 tahun 3 – 6 tahun 3,5 – 4,5 tahun 4 – 4,4 tahun 4,5 – 5,5 tahun |
Periode Sensorimotor (lahir – 2 tahun) Mengetahui kemampuan dasar melalui sentuhan. Periode Pra-operasional (2 – 7 tahun) Periode Operasional Konkrit (7 – 11 tahun) Periode Operasional Formal (11 – 15 tahun) |
Dalam perjalanannya, metode Montessori bukan tanpa kontroversi. Sebagai sebuah metode yang lahir di masa industri, kehadirannya menjadi anti tesis metode pendidikan konvensional. Montessori, maupun model pendidikan lain yang lahir belakangan, melihat ada sebuah lubang besar dalam metode pendidikan zaman industri. Industrialisasi menarik dunia dengan daya tarik yang maha dahsyat, sehingga pendidikan hanya menjadi mesin pencetak manusia layaknya robot. Dunia hanya memiliki satu persepsi pendidikan: memenuhi kebutuhan industri.
Kini, di usia lebih dari satu abad, perlahan tapi pasti, Montessori membuktikan diri menjadi katalisator perubahan. Dalam sistem kemandiriannya, Montessori tidak hanya menyiapkan kualitas manusia menghadapi era berikutnya, tapi menjadi penggerak menuju perubahan itu dan menciptakan arena sendiri bagi manusia yang telah disiapkannya. Yakni era informasi. Dunia telah mengakui kehebatan Google, Amazon, dan Wikipedia. Seperti film Inception, dibintangi Leoneardo DiCaprio dan disutradai dengan cerdas oleh Christopher Nolan, Montessori berhasil menanamkan ide kecil sederhana di dalam lapisan terdalam pikiran. Ide kecil itu kini berkembang menjadi besar. Kita bisa melihatnya dalam filosofi penemuan di dalam jantung hati Google: Constantly question everything.
Salah satu hukum alam di dunia ini adalah roda berputar. Islam pernah berada di posisi atas roda di masa keemasaanya di era Abbasiyah, dan kini sedang bergerak kembali menuju posisi itu. Masa keemasan industri juga telah berlalu, memudar digantikan era informasi. Era ini nantinya juga akan tunduk kepada hukum alam. Satu abad ke depan atau bahkan hanya puluhan tahun ke depan, akan digantikan era baru. Sekarang tinggal bagaimana menyongsong era baru itu. Menjadi pengikut, atau pencipta dan pemimpin era baru itu. Montessori telah membuktikannya, dengan melalui perjalanan 100 tahun.
Redaktur Progress
Leave a Reply