Tulisan ini berfungsi sebagai perenungan mendalam mengenai perbedaan persepsi dan pemahaman antara generasi sebelumnya dengan Generasi Z dalam menghadapi kompleksitas dan ketidakpastian zaman modern. Melalui pengalaman berinteraksi dengan para mahasiswa, junior, dan anggota Generasi Z secara umum, serta pengamatan terhadap keluarga dan lingkungan sekitar, saya menggambarkan betapa menghantui dan sulitnya memahami perilaku mereka.
Persepsi saya terhadap generasi ini lebih menitikberatkan pada penyebab dan akibat, serta perubahan yang terjadi pada tatanan sosial. Pada awal tahun 1980-an, perubahan besar terjadi di dunia dengan munculnya politik global neo-liberalisme, yang pada dasarnya adalah bentuk baru dari neo-kolonialisme. Namun, dampaknya tidak seketika terasa di negara-negara Timur yang masih kuat dengan tradisi keluarga dan sistem komunitas. Hal ini menciptakan ketegangan ekonomi dan sosial yang mengganggu tidak hanya tatanan masyarakat, tetapi juga hubungan antara orang tua dan anak.
Generasi sebelumnya dibesarkan dalam era ketika peran negara masih cukup kuat, memberikan rasa aman dan keadilan dalam kehidupan. Namun, Generasi Z tumbuh di tengah ketidakpastian yang dihadirkan oleh perkembangan global seperti disrupsi ekonomi, perubahan teknologi, dan ketidakpastian dalam nilai-nilai masyarakat. Mereka menghadapi tekanan dari segala arah, dengan dunia yang semakin kompleks dan tidak terduga.
Masyarakat modern ini mencoba merespon tantangan ini dengan istilah-istilah seperti VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity) dan disrupsi. Namun, pandangan ini bisa juga diartikan sebagai akibat dari sistem yang semakin jauh dari konsep keadilan. Disrupsi bukan hanya perubahan, tetapi serangkaian tindakan yang sistematis untuk merusak tatanan yang ada. Fenomena booming startup beberapa tahun lalu, contohnya, terkadang hanya menghasilkan harapan kosong dan kegagalan, karena di baliknya terdapat faktor-faktor ekonomi dan kebijakan moneter yang tidak stabil.
Generasi Z merasakan dampak ini dengan sangat kuat. Mereka sering dihadapkan pada dunia maya yang tidak selalu mencerminkan realitas, dan kurang mendapatkan pengalaman substansial dan fungsional dalam menghadapi tantangan global mutakhir seperti kecerdasan buatan, ekonomi digital, dan perubahan iklim.
Fenomena over-proteksi juga muncul sebagai respons alami dari para orang tua Generasi Z yang ingin melindungi anak-anak mereka dari ketidakpastian. Namun, ini bisa menghasilkan orientasi yang sangat keluarga dan individualistik pada diri Generasi Z, yang pada gilirannya mengarah pada perasaan unfairness, kecemasan, dan bahkan perasaan rendah diri.
Menghadapi tantangan ini, Generasi Z memerlukan model daya tahan yang tepat untuk bertahan di dunia yang kompleks ini. Namun, kurangnya imajinasi tentang kemungkinan hidup dan penekanan pada hasil positif dan perencanaan yang cermat yang ditanamkan oleh generasi sebelumnya dapat menghambat perkembangan ketahanan mental dan emosional mereka.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan orang tua untuk lebih memahami perspektif Generasi Z, mendengarkan aspirasi dan perasaan mereka, serta memberikan dukungan yang memungkinkan mereka berkembang secara holistik. Dengan cara ini, Generasi Z dapat lebih siap menghadapi ketidakpastian dan kompleksitas masa depan, sambil mempertahankan keseimbangan antara tuntutan keluarga dan aspirasi pribadi mereka. []
Dosen Kehutanan UGM
Leave a Reply