Blog

Film: ‘The Divergent Series: Insurgent’ (2015)

Menarik untuk menyaksikan ‘The Divergent Series’ , ini bukan film yang buruk, namun juga bukan film yang bagus. Yang menarik dari ‘The Divergent Series’ ini yakni, karena mengetengahkan dalih dalam rangka menjaga Stabilitas Keberagaman Kehidupan manusia dengan menggunakan “kuasa” bahkan bila perlu menggunakan kekerasan—agar kesatuan dan persatuan tetap terjaga, seperti yang sedang kita alami saat ini.

Shailene Woodley

 Insurgent adalah seri kedua dari franchise The Divergent Series. Alih-alih sebagai sekuel, film ini lebih bercitarasa sebagai penceritaan ulang Divergent yang rilis tahun lalu, dengan sedikit storyline yang berbeda. Sementara film ini menghadirkan cukup banyak karakter baru, tak banyak yang terjadi selama 2 jam durasi selain apa yang telah anda ketahui dari film pertama. Kasarnya, film ini sekedar filler untuk seri penutup —yang nantinya akan dibagi dua, sebagaimana film adaptasi young adult lainnya.

Tiga hari setelah pemusnahan faksi Abnegation oleh faksi Erudite dan Dauntless yang dikendalikan Jeanine (Kate Winslet), Tris (Shailene Woodley), Four (Theo James), Peter (Miles Teller), dan Caleb (Ansel Elgort) sekarang menjadi buronan dan mereka harus mengungsi ke tempat tinggal faksi Amity. Namun disana pun tak aman. Eric (Jai Courtney) berhasil melacak keberadaan mereka, sehingga ketiganya harus kembali melarikan diri (minus Peter karena dia tertangkap). Tak sengaja, ketiganya masuk ke area faksi Factionless dan terjadi pertarungan sengit. Fakta bahwa Four ternyata adalah anak dari pemimpin Factionless, Evelyn (Naomi Watts), menyelamatkan mereka.

Hubungan Four dengan ibunya tersebut tak harmonis. Setelah memperoleh makan dan tempat menginap (gratis), Tris dan Four menuju markas faksi Candor untuk mengajak mereka mengkudeta rezim Jeanine. Mereka harus berpisah di tengah jalan dengan Caleb, karena Caleb menganggap peperangan ini tak ada gunanya. Sementara itu, Jeanine menemukan sebuah kotak misterius peninggalan leluhur yang katanya bisa merubah masa depan dan menyelesaikan kekacauan ini. Namun kotak itu, hanya bisa dibuka oleh Divergent saja. Sementara Jeanine memburu para Divergent, Tris dkk berusaha mengumpulkan sekutu untuk memberontak.

Yang membuat Divergent ikonik adalah narasi filmnya yang membawa kita ke setting dunia khas, dimana komunitas dibagi atas faksi-faksi sesuai kepribadian anggotanya, dan sutradara Neill Burger menyajikan ini dengan menarik. Sutradara baru Robert Schwentke tampaknya telah kehabisan bahan untuk diberikan (tentu saja dia masih menyimpan bagian terbaik di film penutup) dalam Insurgent, dan malah fokus pada adegan simulasi surreal yang menurut saya bukanlah ciri yang membuat Divergent itu divergent (=beda). Sepanjang film anda disuguhkan adegan kejar-kejaran dan tembak-tembakan seru, namun tetap membuat bosan karena adegan ini tak tentu arah.

Tentu saja adegan simulasi surreal ini dibuat dengan baik dan sangat menarik dengan efek CGI yang memanjakan secara visual. Ironisnya, justru hanya ini sajalah yang menjadi bagian menarik dari Insurgent. Selain itu, skenario dari 3 penulis skrip Brian Duffield, Akiva Goldsman, Mark Bomback tak mampu menghadirkan plot yang koheren, mengingat alur tak relevan dimana dari satu kejadian ke kejadian lain seolah-olah terjadi secara kebetulan, tanpa alasan yang jelas. Belum lagi dialog-dialognya yang klise. Monolog Winslet saat di ruang simulasi pertama kali mirip dengan sinetron, dan mungkin membuat anda tersinggung karena dia harus menarasikan pada anda apa yang sebenarnya sudah jelas.

Mengagumkan sebenarnya melihat bagaimana film ini bisa mengumpulkan aktris senior berbakat — Kate Winslet, Naomi Watts, Octavia Spencer—, begitupun dengan bintang baru prospektif — Woodley, Teller, Elgort— menggunakan skenario yang sangat generik (mungkin prospek finansial dari adaptasi novel young adult?). Woodley jelas punya talenta, namun disini aktingnya terkesan berlebihan. Woodley tampil depresi sepanjang film. Di scene saat Tris harus jujur di pengadilan faksi Candor, jelas sekali dia (atau mungkin sutradara) yang ingin memaksa anda untuk simpatik namun malah bikin ilfil karena sedikit lebay. Akting yang lain pun tak begitu mencolok, karena para aktor berbakat ini hanya punya porsi tampil seiprit saja.

Film ini bukanlah film yang buruk. Dengan bujet lebih dari $100 juta tentu production value-nya tak main-main. Spesial efek dan set dibuat dengan bagus. Namun juga bukan film yang bagus. Plot yang tak koheren menjadikan film ini membosankan. Ending film pertama membuat anda penasaran, dan anda tahu seri ini bakal menjanjikan sesuatu yang luar biasa. Ternyata, tidak begitu adanya. Film ini terasa seperti filler yang mengulang apa yang telah diceritakan film pertama. Filler untuk mengantarkan anda pada seri penutup yang baru bisa anda tonton habis 2 tahun lagi. ■

Film: ‘The Divergent Series: Insurgent’ (2015)

Insurgent. diangkat dari novel dengan judul sama yang ditulis Veronica Roth. Film ini merupakan sekuel film Divergent. Trilogi—Divergent, Insurgent, dan yang ketiga Allegiant.

Secara keseluruhan, penampilan film ini lebih baik dibanding Divergent. Dalam film ini, konflik lumayan menantang. Aksi-aksi yang ditampilkan pun sangat apik. Walaupun kita sama-sama tahu kebanyakan film action atau sci-fiction kalau kita ngintip behind the scenes, dimainkan dengan setting green background. Namun meski begitu saya mengapresiasi kejelian sang sutradara. Di Insurgent, banyak sekali detail yang mengagumkan. Adegan ketika Tris menyelamatkan ibunya dalam simulasi. Adegan saat dia terjatuh dalam simulasi. Kemudian adegan menegangkan saat Four nyaris terlindas kereta api (pembuka film). Adegan saat Tris menyelamatkan Christina dari bunuh diri yang tidak bisa dikendalikan. Dan adegan lain yang penuh perkelahian menegangkan.

Di film ini, si Shailene Woodley alias Tris sesuai bukunya, memiliki potongan rambut yang pendek, bener-bener mirip cowok. Potongan rambut pendeknya (agak panjang dibanding di Insurgent) juga terlihat saat dia main di film The Fault in Our Stars sama si Ansel Elgort. Shailene, saya belum cari tahu, menampilkan acting sebagai Tris dengan keahlian bela diri yang sangat luar biasa. Shailene benar-benar total memerankannya. Sepertinya dia telah berlatih bela diri untuk film ini dengan amat gigih.

Di buku Insurgent sebenarnya Veronica Roth bermaksud bercerita tentang Tris, sang tokoh utama, yang dihadapkan dan ditantang untuk menjawab pertanyaan tentang kesedihannya (kematian orang-orang terdekatnya, ibunya, ayahnya, dan rasa bersalahnya telah membunuh temannya sendiri Will di sekuel sebelum Insurgent), permohonan maaf (Tris diuji untuk memafkan orang-orang yang membuat hidupnya sengsara, termasuk memaafkan dirinya sendiri), identitas, loyalitas, politik, dan cinta.

Saya sarankan untuk tonton Divergent terlebih dulu (jika belum) atau baca novelnya supaya  tahu macam-macam kelompok faksi yang di dalam film ini tidak akan dijelaskan lagi. Antara lain Abegnation (selfless), Erudite (kaum pintar), Dauntless (kaum pemberani, yang sering bertingkah nekat serta atraktif, sering dimanfaatkan sebagai pasukan atau tentara), Amity (kaum pecinta damai), Candor (kaum jujur, yang memegang dewan dan urusan hukum). Di luar faksi-faksi tersebut, terdapat orang-orang yang tidak cocok dengan kelimanya yang disebut Factionless. Sedangkan Divergent sendiri merupakan kebalikan dari Factionless, yakni orang yang ketika diuji dengan simulasi akan cocok dengan beberapa faksi atau bahkan cocok dengan kelimanya. Dan itu dialami Tris.

Segera tonton film ini sebelum banyak spoiler-spoiler bertebaran di dunia maya. Kalau kamu penggemar dystopia, sci-fiction, atau action, tonton film ini. Kalau kamu suka The Hunger Games, wajib nonton. Akhir-akhir ini memang banyak sekali film genre dystopia yang mendapat tempat di hati banyak orang, terutama anak-anak muda. Film genre ini banyak bercerita tentang semangat dan perjuangan. Selain The Hunger Games atau Insurgent ini, satu film yang ditunggu kelanjutannya oleh pecandu dystopia adalah The Maze Runner.

Hampir lupa. Satu koreksi saya buat film ini, mungkin boleh dibilang ironi. Film ini berjudul Insurgent. Namun dalam film istilah ini tidak pernah disebut (sepengamatan-jeli-saya) apalagi dibahas definisinya. Tidak sama sekali. Padahal di novelnya, menurut pemahaman saya, Insurgent merupakan kaum lain dari Divergent yang cenderung ingin merusak sistem faksi. Dan kamu akan tahu siapakah dia dengan menonton film ini. ■

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *