Setiap anak lahir dengan potensi, bakat, dan kondisi fisik yang unik. Meskipun mereka kembar, tidak ada anak yang sama persis dengan yang lain. Setiap individu mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda. Anak-anak bukanlah sekadar bejana kosong yang bisa diisi dengan keinginan orang dewasa. Mereka tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang ada dalam diri mereka. Mengenali keunikan masing-masing anak, kita perlu memiliki pengetahuan untuk memahami mereka.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan adalah usia. Ki Hadjar Dewantara mengelompokkan perkembangan anak dalam hitungan windon (delapan tahunan). Windu pertama (0-8 tahun) disebut masa Wiraga. Windu kedua (9-16 tahun) disebut masa Wiraga Wirama, dan Windu ketiga (17-24 tahun) disebut masa Wirama.
Masa Wiraga (0-8 tahun) merupakan masa aktif dan penuh dengan pertanyaan. Anak-anak sulit untuk duduk diam dan fokusnya masih pendek. Mereka lebih suka bergerak dan beraktivitas. Masa ini menandakan bahwa anggota tubuh dan organ mereka sedang dalam tahap pertumbuhan. Anak-anak pada masa Wiraga banyak belajar melalui panca indra, yaitu melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dan perabaan. Bermain menjadi kebutuhan penting pada masa ini. Pengalaman pergaulan dengan keluarga, teman-teman, tetangga, dan lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan karakter anak. Masa ini juga disebut sebagai masa Puber pertama, yaitu masa pematangan sebagai anak manusia.
Periode kedua adalah masa Wiraga Wirama (9-16 tahun). Meskipun gerakannya masih aktif, anak-anak sudah mulai bisa fokus dan menggunakan akal pikiran mereka. Masa ini disebut masa intelektual. Anak-anak mulai mengembangkan pemikiran kritis dan mencari pengetahuan. Petualangan menjadi hobi mereka, dan mereka semakin berani untuk bertanya dan bersikeras. Mereka cenderung lebih percaya pada teman sebaya daripada orang tua. Pengaruh dari lingkungan luar akan memperluas wawasan mereka tanpa mengubah watak asli. Masa ini bisa dianggap sebagai waktu “mengisi” diri dengan berbagai aktivitas atau petualangan untuk mencari pengetahuan. Mereka berinteraksi dengan teman sebaya, komunitas, alam, dan sumber pengetahuan lainnya, yang akan membentuk modal untuk perkembangan selanjutnya.
Periode Windu ketiga adalah masa Wirama (17-24 tahun). Pada masa ini, anak diharapkan sudah menemukan passion atau minat yang mendalam. Mereka sudah mampu mengenal dan mengatur diri sendiri. Pengalaman dari petualangan pada masa Wiraga Wirama akan membantu mereka mengambil kesimpulan tentang jati diri mereka. Masa ini juga disebut sebagai masa Puber kedua, yaitu masa pematangan sebagai manusia. Masa ini sama pentingnya dengan masa Puber pertama.
Ketika anak-anak telah cukup dewasa, mereka diharapkan mampu menentukan arah hidupnya. Aktivitasnya sudah dapat berkontribusi dalam masyarakat. Mereka mampu berperan aktif, berfikir, dan bertindak untuk kemajuan diri dan masyarakat sekitarnya. Apa yang mereka lakukan pada masa ini akan mempengaruhi perilaku mereka sebagai orang dewasa. Masa ini adalah saat mereka menjadi anggota masyarakat dalam dunia nyata.
Ki Hadjar Dewantara menawarkan pendekatan pendidikan yang holistik dan menyeluruh. Menurutnya, pendidikan tidak boleh hanya fokus pada pengembangan intelektual semata, tetapi juga harus melibatkan pengembangan fisik dan kepekaan terhadap seni. Pendekatan ini bertujuan menciptakan individu yang seimbang dan berbudaya. Oleh karena itu, pendidikan seharusnya mencakup pengembangan fisik, apresiasi seni, dan kecerdasan intelektual guna membentuk karakter yang kuat dan siap berperan aktif dalam masyarakat. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara ini telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi sistem pendidikan di Indonesia. []
Nukilan dari buku “MENYELENGGARAKAN PENDIDIKAN USIA DINI (PAUD) TAK PERLU DICANGGIH-CANGGIHKAN” yang ditulis oleh: Sri Wahyaningsih . Agita Yuri . Hanie Maria . Butet RMS yang akan terbit.
pendiri Sanggar Anak Alam
Leave a Reply