Menyelenggarakan proses pendidikan kritis, selain mencerdaskan juga sekaligus memerdekakan setiap orang yang terlibat di dalamnya untuk menjadi pelaku utama (subyek), bukan menjadi objek, sasaran pelengkap penderita. Tentu ini bukan pekerjaan mudah ditengah-tengah kuatnya latar belakang dan telah berlangsung cukup lama model pendidikan Guru-Murid yang menyebabkan guru menjadi pusat kegiatan belajar, bahkan menjadi pusat pengetahuan hingga melahirkan takhayul, bahwa proses belajar yang afdol harus dimulai dari guru, para akhli (expert) yang berperan sebagai suri tauladan untuk digugu dan ditiru oleh para muridnya.
Refleksi Pelaksanaan Proses Belajar SALAM
Kami menyadari, bahwa kami (fasilitator, orang tua dan lingkungan) merupakan generasi yang dilahirkan oleh model proses belajar yang berpusat pada guru sehingga selalu gagap ketika dihadapkan pada proses pembelajaran yang menempatkan semua orang itu murid sekaligus juga guru. Maka persoalan-persoalan “menggurui” masih saja ditemukan—sering tak bisa dihindari dominasi orang dewasa.
Padahal proses belajar dari realitas justru kekuatannya sangat ditentukan oleh seberapa jauh “pengalaman” yang diperoleh semua orang dan terdokumentasi sehingga dapat berfungsi sebagai media proses belajar bersama, secara kolektif.
Karena materi dalam proses belajar bukan berangkat dari “ajaran”, nasehat, wejangan dsb dari seseorang—namun berangkat dari keadaan nyata, pengalaman semua orang yang terlibat pada proses belajar tersebut. Maka tak ada otoritas pengetahuan seseorang yang lebih tinggi dari yang lain—keabsahan pengetahuan justru ditentukan oleh pembuktian dalam realitas tindakan, atau diperoleh dari pengalaman langsung.
Maka kesadaran untuk membangun ”komunikasi” dari belbagai arah juga dalam belbagai bentuk—termasuk penggunaan medium (media peraga, grafika, audio visual)—performance: drama, dramatik reading, pameran perlu dipelajari lebih mendalam, sehingga proses komunikasi akan memungkinkan melahirkan dialog kritis antar orang yang terlibat di Komunitas Belajar SALAM). []
Seorang otodidak, masa muda dihabiskan menjadi Fasilitator Pendidikan Popular di Jawa Tengah, DIY, NTT dan Papua. Pernah menjadi Ketua Dewan Pendidikan INSIST. Pendiri Akademi Kebudayaan Yogya (AKY). Pengarah INVOLPMENT. Pendiri KiaiKanjeng dan Pengarah Sekolah Alternatif SALAM Yogyakarta.
Leave a Reply