Pasar Ekspresi adalah pasar yang diinisiasi oleh orangtua/wali murid Sanggar Anak Alam (SALAM). Pada awalnya pasar ini diselenggarakan sebagai bentuk keprihatinan orangtua atas kesulitan ekonomi yang dialami sekolah komunitas ini. itu sebabnya nuansa ‘galang dana’ terasa kuat di setiap penyelenggaraannya.
Hingga pelaksanaannya yang kesepuluh, Pasar Ekspresi tidak pernah memiliki jadwal rutin. Berbeda dengan sekolah lain yang memiliki event ‘tutah’ alias tutup tahun, pasar ini jauh dari tujuan itu. Pasar Ekspresi bisa diselenggarakan dari satu hingga empat kali dalam satu tahun, kapan saja dirasa perlu. Namun tujuan pelaksanaan Pasar Ekspresi memang seringkali untuk penggalangan dana.
Begitu juga dengan Pasar Ekspresi #10 yang berlangsung Sabtu, 8 April 2017 yang lalu. Mengingat tahun ini SALAM Yogyakarta akan menyelenggarakan Gelar Karya di bulan Juli mendatang untuk memperingati usianya yang ke-tujuhbelas, maka pasar kali ini diselenggarakan untuk atensi tersebut.
Beberapa gerakan fundraising yang terangkai dalam pasar kali ini diantaranya penjualan t-shirt, lelang karya anak dan orangtua, lapak sablon logo pasar, lapak pangan sehat dan produk kreatif, hingga penjualan kupon doorprize. Dari sekian banyak hal tersebut, tentu saja bertabur cerita-cerita seru.
Seperti cerita dibalik setiap karya lelang. Hendriks, salah satu orangtua siswa yang menggawangi lelang, sudah memulai buruannya sejak jauh hari. Bermodal beberapa kanvas kosong donasi dari sesama orangtua murid, Hendriks memburu satu per satu potensi kreatif di SALAM. Mulai anak-anak hingga orangtua SALAM diminta untuk menoreh karya terbaik mereka di atas kanvas.
Lelang bukanlah lelang jika tak ada juru lelang. Josh Hamdani, orangtua yang keempat anaknya bersekolah di SALAM, selalu kedapuk dengan tugas ini. Kelihaiannya menjurus kata selalu berhasil membuat sesi lelang di Pasar Ekspresi menjadi hidup dan meriah.
Tidak hanya secara offline. Lelang salah satu karya orangtua murid yang juga seorang seniman, Ronald Apriyan, bahkan terjadi secara online lewat akun media sosialnya. Dua seniman yang sekaligus orang tua, Ronald dan Eunike Nugroho, memang telah mengunggah karya mereka yang disumbangkan untuk lelang kali ini beberapa waktu sebelum lelang berlangsung lewat media sosial Instagram. Melihat respon positif yang mengalir deras dari para netizen dan penggemar karyanya, Ronald berinisiatif untuk berkoordinasi dengan galeri terkait guna membuka lelang online.
Yang Istimewa
Namun di luar semua keseruan Pasar Ekspresi, ada yang istimewa di Pasar Ekspresi kali kesepuluh ini: pentas tari Sampur Kuning. Pentas yang menjadi salah satu mata acara dari 30-an mata acara lain ini dibawakan oleh 27 orang. Mereka adalah anak-anak, orangtua, fasilitator dan termasuk diantaranya Sri Wahyaningsih, pendiri SALAM. Koreografi ini di asuh oleh Bekti Budi Hastuti. Eyang Tutik, begitu beliau dipanggil, adalah seorang pengajar tari di ISI Yogyakarta yang cucunya duduk di bangku SMP SALAM. Spontanitas para ibu-ibu SALAM yang membawa Eyang Tutik dalam rutinitas baru, kelas menari warga SALAM, ini memetik buahnya di Pasar Ekspresi #10 ini.
Belum puas dengan satu kali naik panggung, ibu-ibu masih menunjukkan kebolehannya menari di koreografi yang lain. Tari Angguk arahan salah satu orangtua murid, Yuli Dilan, tampil di sesi akhir pasar. Kapan pula latihannya? Tak perlu saya ungkap rahasia dapur para penari angguk disini. Itulah energi perempuan. Yang pasti, kesepuluh wanita ini berhasil menggelorakan suasana pasar siang itu. Bahkan koreografi ini meluangkan sebuah fragmen saweran yang hasilnya menggembirakan. Tentu saja hasil saweran ini turut disumbangkan untuk Gelar Karya Juli mendatang.
Ada pengalaman menarik terjadi di Pasar Ekspresi #10 kali ini. Beberapa pos yang seringnya digawangi oleh para ibu ‘preman pasar’ sempat kehilangan induknya karena sang induk sibuk menari. Seperti pos ‘awul-awul’ yang gagal terselenggara, pos tiket potluck snack yang merana tanpa penjagaan, hingga kru genset yang hingga acara berakhir tidak mendapat kiriman makanan maupun minuman sama sekali karena posisi mereka berada jauh di jalan raya.
Namun komunitas ini menunjukkan soliditasnya. Seperti ketika pos konsumsi yang biasanya terselenggara oleh panitia tidak beroperasi, disubstitusi oleh banyaknya pelapak pasar yang menjual makanan berat. Sungguh sebuah kebetulan yang membahagiakan. Begitu juga denganpos penjualan kupon doorprize yang terkondisikan dengan baik, bahkan oleh anak-anak SALAM. Para siswa SMP juga menunjukkan kehebatannya bekerja sebagai tim acara dan MC dengan bimbingan fasilitator kelas, mas Agung, dan salah satu orangtua murid, pak Gemak.
Kekuatan Komunitas
Pasar Ekspresi adalah sebuah ajang ekspresi baik anak, orangtua maupun fasilitator yang terlibat dalam proses belajar di SALAM. Minggu-minggu menjelang pelaksanaannya selalu ditaburi cerita seru tentang persiapannya. Pasar Ekspresi #10 kali ini juga menuai cerita serupa. Mulai latihan musik, gerak dan lagu, maupun persiapan pameran karya selalu memunculkan geliat semangat belajar yang terasa kuat.
Seperti yang terjadi di kelas anak saya, Kelompok Bermain (KB). Rutinitas membuka lapak sejak 3 kesempatan pasar terdahulu cukup membuat para orangtua antusias menentukan barang dagangan apa yang akan digelar untuk pasar kali ini. Bagaimanapun, ajang ini selalu berhasil digunakan sebagai momentum menggalang uang kas kelas yang hasilnya digunakan untuk kegiatan anak. Kesempatan terdahulu membuat anak-anak KB berhasil outbound gratis sebagai acara tutup tahun.
Mengingat orangtua harus pandai mengatur waktu antara mengasuh anak dan mempersiapkan serta mengelola dagangan selama pasar berlangsung, pasar kali ini kami memutuskan untuk berjualan salad buah. Selain sederhana dan mudah, beban untuk menyediakan bahan dapat dibagi dengan ringan. Maka segera setelah mendata bahan dan alat apa saja yang dibutuhkan, masing-masing orangtua mengajukan diri akan membantu menyediakan apa saja.
Para fasilitator kelas dan ekstrakulikuler juga berhasil menyulap kelas Taman Anak (TA) menjadi ruang pamer. Beberapa foto hasil jepretan anak-anak SALAM selama kelas fotografi asuhan Yanuar Surya tampil menghias dinding Timur. Sementara karya anak-anak SMP menghias panel di sebelah Utara. Anak-anak kelas 5 tak kalah sibuk. Dengan bimbingan bu Avin, fasilitator kelas, mereka turut meramaikan ruang pamer ini dengan menunjukkan hasil risetnya selama satu semester di sisi Selatan ruang. Yang menarik, beberapa riset itu dihadirkan secara live dengan mengusung perkakas seperti kompor untuk riset memasak, dan alat-alat kecantikan untuk riset make-up.
Menurut lurah pasar kali ini, Dacok, Pasar Ekspresi adalah acara yang sangat menarik. Namun penyelenggaraannya belum menjangkau atensi khalayak yang lebih luas. Baik pengisi acara, penyewa lapak, maupun hadirin yang meramaikan Pasar Ekspresi masih merupakan anggota komunitas dan atau khalayak yang dekat dalam lingkaran SALAM. Dengan mengusung pangan, kesehatan, lingkungan hidup dan sosial budaya sebagai pilar, seharusnya Pasar Ekspresi bisa memperluas radius lingkar khalayaknya.
Tapi bagaimanapun juga, Pasar Ekspresi adalah bukti otentik bahwa SALAM telah berhasil membangun ‘negara kecil’ dimana pendidikan bukan sebuah hal yang rumit-rumit amat. Jargon “meningkatkan peran orangtua dalam pendidikan anak” tak perlu jadi materi seminar berhari-hari. Tak perlu pula hingga disusun jadi Undang-undang yang mewajibkan anak sekolah sehari penuh dan kewajiban-kewajiban absurd lainnya.
Di ‘negara kecil’ ini, komunitas menunjukkan peran. Orangtua, anak serta fasilitator menjadi tonggak yang bersama-sama menyangga penyelenggaraan pendidikan sebagai sebuah konsep yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari.
Orang Tua Murid & Fasilitator SMA SALAM
Leave a Reply