Basiyo adalah seorang komedian dari Yogyakarta dengan menggunakan Bahasa Jawa Lawakan Basiyo menjadi terkenal di daerah Jawa Tengah melalui siaran radio, televisi (TVRI), dan berbagai rekaman. Lawakannya sering disebut sebagai Dagelan Mataram, sesuai dengan nama acaranya di RRI Yogyakarta.
Ia bukan hanya pelawak, melainkan juga berhasil memopulerkan jenis gending “Pangkur Jenggleng”, yakni, cara menyanyi (nembang) Jawa yang bisa diselingi dengan lawakan, tanpa kehilangan irama dari tembang yang sedang dibawakan. Cara memukul gamelan pun, tidak lazim, karena lebih mengandalkan kendang sebagai iringan utama untuk akhirnya pada ketukan (birama) terakhir dipakai sebagai waktu untuk memukul semua alat musik perkusi (terutama saron) sekeras-kerasnya. Meski menggunakan bahasa Jawa dan “produk lama”, nama Basiyo muncul kembali. Basiyo sering berkolaborasi dengan Ki Nartosabdo, Nyi Tjondrolukitio
Melalui sebuah kebebasan dan berfikir merdeka itulah seorang Basiyo memegang atau menyatakan sebuah fakta, titik pandangan, atau paradigma tersendiri dari titik pandangan lainnya. Banyak pelawak di Indonesia yang mengadopsi gaya melawak Basiyo namun tidak mempelajari apa latar belakang mengapa materi-materi lawak itu lahir.
Bagi sebagian masyarakat Jawa, legenda dunia dagelan yang sebenarnya adalah seorang pelawak legendaris asal Yogyakarta yang bernama Basiyo.
Ciri khas yang menempel dalam setiap lawakanya adalah pembawaanya yang selalu menampakkan sifat sederhana yang menggambarkan rakyat jelata.
Tak hanya itu, Basiyo juga selalu bisa menggabungkan musik tradisional jawa berbasis pangkur jenggleng dengan lawakannya tanpa harus keluar dari jalur lawak. Basiyo terkenal dengan lawakan yang banyak orang mengistilahkan dengan “Dagelan Mataram”. Dagelan Mataram (Yogyakarta) adalah jenis lawakan yang kemudian dipakai oleh Ibu Sri Mulat, untuk pergelaran kelilingnya (1940-an) yang kemudian dijadikan maskot pertunjukannya yang kemudian dikenal bernama Srimulat (Surabaya).Karena itu, pemain Srimulat pada awal-awalnya adalah pelawak dari Yogyakarta.
Dialog dalam lawakan Dagelan Mataram menggunakan Bahasa Jawa sebagaimana yang kemudian juga dipakai oleh Basiyo. Sebagian “sparing partner” dalam lawakannya di antaranya: Darsono, Arjo Gepeng, Suparmi, dan Sugiyem, istrinya sendiri serta teman-temannya yang lain. Kebanyakan, mereka adalah karyawan RRI Nusantara II Yogyakarta, sebagaimana kebanyakan dari mereka ditampung oleh Pemerintah waktu itu.
Di antara karya – karya Basiyo misalnya: mBecak, Degan Wasiat, Kapusan, Kibir Kejungkir, Maling Kontrang-kantring, Gathutkaca Gandrung, Besanan, dan masih beberapa lagi lainnya, semuanya mencapai lebih dari 100-an judul. Ia bukan hanya pelawak, melainkan juga berhasil mempopulerkan jenis gending “Pangkur Jenggleng”, yakni, cara menyanyi (nembang) Jawa yang bisa diselingi dengan lawakan, tanpa kehilangan irama (tone) dari tembang yang sedang dibawakan.
Cara memukul gamelan pun, tidak lazim, karena lebih mengandalkan kendang sebagai “dirigen” untuk akhirnya pada ketukan (birama) terakhir dipakai sebagai waktu untuk memukul semua alat musik perkusi (terutama saron) sekeras-kerasnya. Meski menggunakan bahasa Jawa dan “produk lama”, nama Basiyo muncul kembali.
Banyak anak muda (umumnya pekerja kreatif dari Yogyakarta yang bekerja di Jakarta), adalah penggemar Basiyo. Mereka bahkan mengubah audio kaset ke MP3 dan menyebarluaskannya lewat internet. Menurut anak-anak muda itu (tentu saja yang paham bahasa Jawa), lawakan Basiyo jauh lebih bermutu, lebih cerdas, dibandingkan lawakan pelawak-pelawak yang sering muncul di layar kaca televisi sekarang ini. Dalam masa jayanya, Basiyo acap berkolaborasi dengan nama-nama seniman kondang pada dunia dan masanya, seperti Bagong Kussudiardjo, Ki Narto Sabdo, Nyi Tjondrolukito. Beberapa pengagumnya, seperti budayawan Umar Kayam, pelukis Affandi, sastrawan Arswendo Atmowiloto, memuja Basiyo sebagai pelawak yang cerdas, memiliki daya spontanitas dan nalar yang jernih. Namun bila ditelusur lebih jauh materi-materi komedinya merupakan akibat latar belakang berfikir bebas yang telah dilampaui oleh basiyo—Kebebasan berpikir yang dimaksud yakni kebebasan hati nurani yang melahirkan gagasan.
Melalui sebuah kebebasan dan berfikir merdeka itulah seorang Basiyo memegang atau menyatakan sebuah fakta, titik pandangan, atau paradigma tersendiri dari titik pandangan lainnya. Banyak pelawak di Indonesia yang mengadopsi gaya melawak Basiyo namun tidak mempelajari apa latar belakang mengapa materi-materi lawak itu lahir.
SALAM (Sanggar Anak Alam), Laboratorium Pendidikan Dasar, berdiri pada tahun 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara.
Leave a Reply