PAMERAN SENI RUPA CA-RA-KA (CIPTA RASA KARSA)
PENUH IMAJINASI, ceria, dan full colour. Begitulah gambaran sekilas saat melihat karya-karya milik Seniman Ronald Apriyan. Begitu pula dalam karya terbarunya yang akan ditampilkan dalam Pameran Caraka di Warung Kopi DST di Tamantirto, Kasihan, Bantul pada 2-15 Mei 2018 mendatang.
Dalam pameran yang baru kali pertama diadakan oleh keluarga besar Sanggar Anak Alam (SALAM) ini, perupa asal Prabumulih, Sumatera Selatan ini menampilkan karya berjudul “Ada Jalan untuk Kita”. Menurut bapak tiga anak ini, karya lukis yang ditampilkan menceritakan tentang seorang ibu dengan tiga anaknya bekerja keras membantu perkonomian, mengurus anak, dan suami.
”Ini cerita seorang perempuan yang tangguh di mata saya. Sebuah penghargaan tak terhingga atas semua kerja kerasnya dalam keluarga,” ungkap pria yang hobi memancing ini.
Ronald mengungkapkan, karya yang akan ditampilkan ini sangat spesial. Tak heran, saat membuatnya pun dia mengaku sangat bersemangat. Hingga tak terasa waktu untuk menyelesaikan karyanya cukup singkat. ”Hanya sekitar satu minggu. Saya sangat semangat sekali waktu bikin karya ini,” ujarnya.
Bagi pria yang menamatkan studinya di Universitas Padjadjaran Bandung dan ISI Jogjakarta ini mengungkapkan, karya spesial ini penting untuk ditampilkan dalam mendukung pameran penggalangan dana di SALAM. ”Tanggung jawab moral dan gotong royong orang tua SALAM. Semoga berkah. Amin,” ungkap ayah dari Nara dan Bilal yang saat ini duduk di bangku kelas 5 dan 3 SD SALAM.
Menurutnya, seni dan pendidikan dua hal yang selalu saling terkait, pendidikan tanpa seni akan terasa hambar dan kurang asyik. ”Saya melihat SALAM adalah contoh nyata bagaimana anak-anak belajar dengan apapun termasuk dengan seni,” tutur Ronald yang pernah menerima residensi seni Social and Cultural contact Tondo and Happy land (Manila, Philippine) dan Nagano International Artist And Residency Program pada tahun 2007.
Ronald mengungkapkan pengalamannya selama menyekolahkan anaknya di Salam. Menurutnya, setiap pelajaran sepertinya selalu ada unsur seninya. ”Itu bisa dilihat dari bagaimana para fasilitator mendampingi anak-anak kami. Berbeda dengan sekolah umumnya yang sepertinya ada pelajaran seni tapi nyatanya cuma mendidik anak-anak menjadi ”mesin bernafas” saja,” ujarnya menutup percakapan. []
ORTU SALAM, Jurnalis
Leave a Reply