Di dalam buku karya Paulo Fiere yang berjudul Pendidikan Kaum Tertindas memiliki pengaruh dalam sebuah pemikiran pada bidang pendidikan serta proses-proses pendidikan pada umumnya. Paulo Freire lahir pada 19 september 1921 di sebuah kawasan Recife Brazil. Paulo Freire menyelesaikan pendidikan sekolah lanjutan dengan nilai yang pas pasan kemudian berlanjut menjalankan pendidikannya di Unuversitas Recife dengan masuk jurusan hukum, dia juga mempelajari filsafat serta psikologi bahasa dengan sambilan jadi guru paruh waktu mengajar bahasa portugis. Paulo Freire terpengaruh oleh pemikiran Shaull dan juga banyak pengarang lainnya. Tahun 1944 Paulo Freire menikah dengan Elza Maia Costa Oliveira guru sekolah dasar yang asalnya dari Frecife. Paulo Freire wafat pada 2 mei 1997 di usia 75 tahun akibat serangan jantung. Mewariskan keteladanan hidup sebagai orang yang terbuka, lugas, jujur, pejuang, dan kreatif. Konsientisasi menjadi kunci yang kerap digunakan Paulo Freire, kesadaran diri tidak terhenti di tahap refleksi tetapi harus di refleksikan sebagai proses yang berhubungan satu sama lain secara terus menerus. Kata praxis menurut Paulo ialah sebuah proses dialektis berjalan tanpa henti antara aksi serta refleksi dan antara refleksi dan aksi.
Sebuah karya yang terkenal dari Paulo yaitu Pedagology of the Opposed, yang pendahuluannya diterjemahkan dalam bahasa indonesia berjudul Pendidikan Kaum Tertindas, yang banyak memberikan inspirasi, pengalaman dan meluruskan kesalafahaman, mempertajam pertanyaan dan menyediakan jalan keluar.
Dalam buku tersebut membicarakan kebutuhan sebuah pendidikan bagi kaum yang tertindas. Freire menjelaskan pentingnya pendidikan bagi kaum tertindas karena berusaha untuk mengembalikan fungsi pendidikan dijadikan alat untuk membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan dan ketertindasan.
Masalah utama manusia ialah dehumanisasi yang merupakan hal yang harus diperjuangkan karena sejarah menunjukkan humanisasi adalah alternatif yang nyata. Tetapi selalu disangkal yang berakibat di putar balikkan ketidakadilan, eksploitasi dan penindasan. Dehumanisasi juga tidak hanya merampas kemanusian tetapi juga pelaku yang merampas kemanusiaan. Perjuangan dalam humanisasi tidak boleh sampai berbalik menjadi penindas juga jadi pembebasannya berupa perjuangan sekalian membebaskan para kaum tertindas.
Hanya kaum tertindas yang memahami sebuah penindasan yang menyeramkan, perjuangan pembebasan merupakan wujud cinta kasih memerangi kebencian serta kekejian sang penindas. Di tahap tersebut memungkinkan timbul sebuah manusia baru yang tidak menindas ataupun yang tertindas, cara agar sadar akan manusia baru itu membutuhkan pemahaman antara relasi penindas dan yang tertindas kemudian timbulah akan butuhnya pendidikan kaum tertindas.
Kaum penindas, mereka sama sekali tidak memonopoli untuk memiliki banyak hak istimewa yang kemudian justru menjadikan orang lain dan diri mereka sendiri tidak manusiawi.
Merekalah kaum penindas yang tidak faham bahwa melampiaskan serta mementingkan diri sendiri memiliki sebuah kelas penguasa, mereka terbelenggu oleh milik mereka sendiri dan bahwa mereka tidak punya apa-apa, mereka hanya memilki. Pendidikan kaum tertindas dibuat bukan dengan dan bukan untuk kaum tetindas dalam memperjuangkan kembalinya kemanusiaan yang sudah direbut.
Pendidikan kaum tertindas wajib berupa perjuangan lawan penindasan didalam suasana dunia dan manusia dalam satu interakasi. Karena itulah harus membutuhkan praxis yang berupa proses interaksi antara refleksi dan aksi. Faktor terpenting adalah berkembangnya akan kesadaran dalam pembebasan tersebut.
Paulo freire menjelaskan pendidikanpada umumnya adalah “sistem bank” didalam pendidikan itu guru adalah subjek pemilik pengetahuan yang diwariskan kepada sang murid, sedangkan murid merupakan tempat deposit. “sistem bank” dimana kegiatan para murid hanya terbatas untuk menerima, mencatat, dan menyimpan.
Mereka seharusnya mempunyai kesempatan menjadi penerima dan pencatat. Pada konsep pendidikan gaya bank, pengetahuan adalah sebuah anugerah yang diberikan oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak memiliki pengetahuan apa — apa. berasumsi bodoh secara mutlak pada orang lain merupakan ciri dari ideologi penindasan.
Peranan pendidik ialah mengatur cara pengetahuan yang ia punya supaya “masuk ke dalam” diri para murid. Tugasnya mengatur proses berlangsung secara spontan “mengisi” kepada para murid dengan memberitahukan informasi yang dianggap sebagai pengetahuan yang semestinya. Manusia terdidik merupakan manusia yang sudah disesuaikan, karena lebih cocok bagi dunia.
Oleh sebab itu pendidikan sistem bank bertolak dari pengertian yang salah tentang manusia sebagai obyek. Konsep pendidikan sistem bank, selalu berusaha mengatur pikiran serta tindakan seseorang, menuntun manusia supaya menyesuaikan diri terhadap dunia dan menghalangi kemampuan kreatif mereka. Pendidikan semacam itu merupakan dikategorikan penindasan yang ada di dalam masyarakat, nama pendidikan hanyalah sebuah alat yang dimanfaatkan guna penjinakan.
Tujuan Paulo Freire ialah untuk merontokkan sistem pendidikan tersebut kemudian menciptakan sebuat sistem baru bernama “problem posing education” atau “pendidikan tahap masalah”. Di dalam konsientitasi guru dan murid bergabung menjadi sebuah subjek sekaligus objek yang sama. Pengetahuan yang sesunguhnya menuntut penuan serta penemuan melalui pendidikan secara terus menerus, guru dan murid serentak menjadi murid dan guru.
Guru belajar dari murid dan sebalikknya murid belajar dari guru, guru berperan sebagai rekan murid yang terlibat dalam membangkitkan pemikiran kritis murid, hal tersebut dua belah pihak salung mengembangkan kemampuannya untuk mengerti kritis diri sendiri dan di dunia. Kemudian inti dari pendidikan kaum tertindas adalah dialog, yang berintikan kata, kata memiliki dua dimensi refleksi serta aksi didam interaksi radikal.
Dalam dialog dituntut kepercayaan yang lebar akan manusia yang pada hakikatnya adalah subjek yang mengerjakan dan merubah dunia oleh karena itu selalu bergerak menuju kemungkinan membuat kehidupan menjadi penuh serta kaya. Dialog juga harus berpedoman dengan cinta kasih yang dalam terhadap manusia dan dunia.
Kemudian Paulo Freire melihatkan teori pendidikan (tindakan) dialogik yang bertentangan dengan teori anti diialogik, karena tindakan dialogik bersifat kooperatif yang berarti adanya kesatuan pemimpin dan masyarakat dalam satu usaha menuju prises pembebasan.
Tindakan antiadialogik ditandai dengan usaha untul menguasau manusia yang membuatnya tunduk, pasif, penyesuaiian diri dengan keeadaan, sehingga tetap saja tertindas. Tindakan dialogik membuat kesatuan pembebasan melalui perubahan struktur penindas, sedangkan antidialogik memecah belah serta menguasai yang bertujuan melestarikan status quo.
Melihat dari sudut pandang buku pendidikan kaum tertindas dapat terlihat bagaimana kondisi pendidikan di indonesia saat ini, terdapat celah pendidikan sehingga tidak sukses menjadi sarana pembebas. Sistem pendidikan Indonesia berfokus di bidang industri. dikarenakan Indonesia masih menggunakan sistem pendidikan gaya bank.
Kondisi masyarakat selalu berkaitan dengan dunia pendidikan, paulo freiere menjelaskan bahwa tak ada pendidkan yang netral. Hal tersebut mengajak orang orang untuk selalu berfikir kritis, jeli, serta waspada akan kebijakan pendidikan yang wicanakan seakan akan bersifat objektif. Birokrasi pendidikan selalu di utamakan daripada untuk mencerdaskan kehiduapan bangsa. Seakan metode dialigik Pao Freire tidak mendapat titik tumbuh. []
Moch Sikki Cakra Purbaya https://www.kompasiana.com/cakra5974/62606b263794d106e537f852/essay-refleksi-buku-karya-paulo-freire-pendidikan-kaum-tertindas
SALAM (Sanggar Anak Alam), Laboratorium Pendidikan Dasar, berdiri pada tahun 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara.
Leave a Reply