Bermain dan belajar dapat dilakukan melalui kegiatan sehari-hari. Orang tua sebagai fasilitator dirumah, harus senantiasa menjadi partner bermain dan belajar; mengetahui setiap detail perkembangan pada anak-anaknya. Pada tulisan kali ini, saya akan membaginya menjadi beberapa sub bab, antara lain; Berbelanja, Memasak, Life Skill, Bermain dirumah dan diluar rumah, dan Jalan-jalan ke tempat wisata.
Berbelanja Setiap hari Minggu pagi, kami sekeluarga pergi ke Pasar Prawirotaman untuk belanja bahan pokok mingguan. Sehari sebelumnya mendiskusikan bersama suami dan Hara (Siswa Taman Anak SALAM) saya membuat jadwal masakan dan cemilan sehari-hari—biasanya Hara akan request lauk-lauk tertentu yang ia inginkan supaya masuk ke dalam menu. Lalu, saya membuat catatan kecil, apa saja yang harus dibeli di Pasar keesokan harinya. Paginya, setelah sarapan kami bersiap-siap untuk ke Pasar, Hara juga membantu saya untuk menyiapkan wadah plastik dan kantong belanja.
Meskipun ada Pasar yang lebih dekat dari rumah, tapi kami lebih memilih untuk berbelanja di Pasar Prawirotaman; mungkin karena Pasar yang sudah semi modern, dan tersedianya troli belanja yang memudahkan kami untuk membawa barang-barang belanjaan. Dengan mengajak langsung anak untuk terlibat dalam kegiatan berbelanja, anak-anak jadi mengetahui aneka ragam sayuran, lauk pauk, dan jajanan yang dijual di Pasar. Hara saya ajak berpikir, mengapa area penjual sayuran, dan penjual ikan, ayam, dan daging terpisah? Mengapa pula, penjual jajanan dan buah-buahan terpisah? Itu semua untuk memudahkan para pembeli mendapatkan barang belanjaan yang dicari. Hara biasanya membantu saya untuk membuka dan menutup wadah plastik untuk sayuran, lauk, dan buah-buahan. Lalu Hara juga menatanya di troli belanjaan dibantu oleh papahnya. Sebagai orang tua, kami memang mengajarkan untuk membawa wadah-wadah plastik sendiri dari rumah, guna mengurangi pemakaian plastik sekali pakai yang kerap digunakan para penjual untuk membungkus barang belanjaan. Selain itu, lebih hemat waktu, karena sesampai dirumah, beberapa belanjaan yang sudah disimpan di wadah plastik dapat langsung ditata didalam kulkas.
Selanjutnya, Hara juga kerap membantu saya untuk Meal Prep; seperti memetik daun bayam kemudian disimpan di dalam wadah plastik, memotong wortel, memotong kentang, memasukkan daging ayam dan udang kedalam freezer. Hara sangat senang, karena dapat membantu bundanya.
Selain belanja mingguan ke Pasar, Hara dan adiknya juga sering saya ajak berbelanja stok cemilan untuk dirumah. Kami membeli snack yang dapat dibeli kiloan, dengan membawa wadah sendiri dari rumah. Harapan kami sebagai orang tua, semoga kebiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan sejak kecil dapat menjadi kebiasaan hingga dewasa nanti. Sesuai visi misi keluarga kami; menuju keluarga minim sampah, keluarga yang ramah lingkungan.
Memasak
Kegiatan sehari-hari yang paling Hara suka adalah kegiatan memasak. Kali ini Hara memasak selai dari kulit buah naga. Ini kali kedua Hara membuatnya, sebelumnya memang kami punya stok buah naga, dan Hara langsung bilang “Bunda, ini kulitnya aku simpan didalam kulkas ya, besok aku mau masak, mau kujadikan selai.
Dengan cekatan dan sudah hafal, Hara langsung memotong-motong kulit buah naga yang disimpannya, kemudian dimasukkan kedalam blender untuk dihaluskan. Menggunakan blender, Hara meminta bantuan saya. Setelah halus, Hara mengambil panci untuk wadah kulit buah naga yang sudah dihaluskan, kemudian diberi gula pasir dan dimasak diatas kompor dengan api kecil. Hara sudah bisa menyalakan kompor gas sendiri, dan saya membantu untuk mengecilkan apinya. Kami bergantian dalam mengaduk kulit buah naga yang sudah dihaluskan tadi, karena membutuhkan waktu yang cukup lama, kira-kira 45 menit. Setelah dirasa cukup matang dan pas tingkat kekentalannya Hara mematikan kompor gas, dan menunggu selainya dingin, setelah dingin, ia memindahkannya kedalam wadah kaca untuk disimpan didalam kulkas. Keesokan harinya, Ketika jadwalnya Hara masuk sekolah, ia menyiapkan bekalnya sendiri. Dengan memanggang roti, lalu memotongnya, dan mengambil selai kemudian ia pindahkan di wadah plastik kecil dengan tutup; ia menggunakan wadah bekas es krim yang sudah ia cuci sebelumnya. Kata Hara: “Ini nanti rotinya dicocol ke selai.
***
Ketika dirumah nenek, di Pekalongan, saya juga mengajak Hara untuk membuat cemilannya sendiri. Kegiatan bermain dan belajar Hara sehari-hari sudah saya buat jadwal; ada waktunya memasak, art time, belajar berhitung, dan lain-lain. Diseling-seling supaya tidak bosan, juga biasanya saya merespon kegiatan atau momen apa yang sedang dialami oleh Hara.
Pada kali ini, saya mengajak Hara untuk membuat timus dari telo kuning. Telo kuning sudah direbus oleh nenek sebelumnya, lalu saya yang menghaluskannya dengan muntu. Hara membantu menuang tepung tapioka, sambil kami sesekali ngobrol; “Mbak Hara, tau nggak ini tepung apa?” “Tepung terigun Bunda?”..“Bukan, ini tepung tapioca, terbuat dari singkong.” Hara terdiam
“Kalo tepung terigu dari apa?” “Kalu tepung terigu itu dari gandum..” “Oh, yang tanamannya kayak sawah itu ya..” “Hehehe.. kayak padi ya.. iya, tapi tidak ada di Indonesia, orang Indonesia membeli tepung terigu diluar negeri..” “Lha kan, di warung juga ada bun..” “Iya, tapi itu bos warungnya belinya di luar negeri, karena gandum tidak dapat tumbuh disini..”
“Ada lagi lho jenis tepung lain, namanya tepung maizena..”
“Itu dari apa bun?” “Dari jagung..”
Itu percakapan saya bersama Hara sambil menguleni adonan timus. Sebenarnya saya sudah pernah menjelaskan berbagai macam jenis tepung, namun Hara lupa. Tidak apa-apa, biasanya melalui belajar secara langsung (dengan kegiatan) akan lebih mudah diingat oleh Hara, ketimbang kita hanya menjelaskannya saja. Setelah adonan cukup kalis, adonan timus dibentuk-bentuk oleh Hara dan dek Gendis; kemudian adonan timus yang sudah dibentuk – digoreng.
***
Pada semester ini; selain membuat selai buah naga dan timus, Hara dan dek Gendis juga pernah membuat bubur biji salak, kue nastar, kue kastengel, dan memasak telur dadar. Sebuah pencapaian di semester ini, yang membuat saya senang sebagai orang tua; Hara sudah berani dan bisa memecahkan telur ayam sendiri, mengocoknya, memberi sejumput garam, hingga proses memasaknya. Menyalakan kompor gas sendiri, menuang adonan telur kedalam wajan, dan membalik telur ketika sebagian sisi sudah dirasa matang, dan proses ini merupakan hal yang sangat membuat Hara senang, sampai ia memvideo call papahnya yang sedang kerja, hanya untuk memamerkan bahwa ia sudah bisa memasak telur dadar sendiri.
Setelah selesai memasak, tidak lupa Hara mencuci mangkok dan garpu yang ia pakai untuk mengocok telur. Saat proses ini berlangsung, Hara ditemani oleh kakeknya, dan terlupa untuk mengabadikan momen tersebut. Sebagai orang tua, kami sangat mengapresiasi apa yang sudah dicapai oleh Hara, dengan memberikan pelukan dan berkata: “Hara anak hebat! Keren..” Tidak harus diberi hadiah, sebuah ucapan selamat saja sudah menjadi penghargaan yang membuat Hara senang.
Life Skill
Life skill yang sudah berhasil menjadi kebiasaan baik (good habits) Hara pada semester ini adalah menyapu, menjemur pakaian, dan melipat pakaian. Dengan pindahnya tempat tinggal kami sementara di Pekalongan, saya mengambil momen bahwa Hara saya haruskan untuk membantu nenek dan bundanya dirumah. Saya melakukannya tanpa paksaan, namun dengan memberi pengertian bahwa saya sedang hamil besar; tidak boleh terlalu lelah, saya mengajak Hara untuk dapat membantu memasukkan pakaian kotor ke mesin cuci, menjemur pakaian miliknya dan adiknya, juga melipat pakaiannya sendiri ketika sudah kering.
Saya membangun simpati dan empati Hara dengan terlebih dahulu selalu melibatkannya saat saya periksa kandungan ke dokter; dokter selalu berkata bahwa saya tidak boleh terlalu capek dan membatasi aktifitas yang berat, selain itu Hara juga melihat berbagai gambar atau visual yang ada di buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), Hara mengingatkan saya tidak boleh merokok atau menjauhi asap rokok, tidak boleh angkat yang berat-berat, dan lain-lain yang dapat mudah dibaca melalui visual oleh Hara. Dari situ, tanpa paksaan Hara sudah mau untuk menjemur pakaian, melipat pakaian, dan terkadang menyapu. Hara juga selalu menawarkan bantuan, ketika saya haus atau ingin cemilan, pasti Hara ambilkan. “Bunda gak boleh capek-capek..” katanya. Bahkan ketika saya terlalu sibuk menggambar dan duduk didepan computer, Hara selalu mengingatkan “Bunda, istirahat dulu, nanti perutnya kenceng lho..”
Dari proses tersebut, tidak serta merta berjalan mulus, menerapkan kebiasaan baik kepada anak memang harus konsisten dan tidak boleh putus asa saat mengingatkan anak. Waktu itu Hara tidak mau melipat pakaiannya, karena sudah ingin segera bermain diluar bersama teman-temannya. Pada saat pertama, saya biarkan, karena jika tetap saya paksa, pasti nanti Hara melipat pakaian sambil cemberut. Pada saat itu saya yang melipat pakaiannya dan milik adiknya.
Ketika Hara pulang bermain, saya meminta tolong Hara untuk memasukkan pakaiannya yang sudah saya lipat ke dalam lemarinya sendiri, lalu saya memasang wajah memelas dan Lelah untuk menarik kembali simpatinya.
“Bunda kenapa?” tanya Hara.
“Bunda capek, itu habis lipet lipet bajunya bunda, bajumu, sama bajunya adik.. bunda mau tiduran dulu, ini perutnya kenceng..”
“Maaf ya Bunda, besok aku lipet sendiri wes.. aku janji..” kata Hara
“Bener ya? Yaudah, ayok kita buat kesepakatan.. kan biasanya pakaiannya mbak Hara kering ketika sore hari, setelah mbak Hara mandi, mbak Hara harus melipat pakaian dulu, baru boleh bermain diluar.. Gimana?”
“Oke deh, janji bun..”
“Oke mbak Hara..”
Dari pencapaian-pencapaian Hara tersebut, saya belajar, bahwa sebagai orang tua kita harus pandai mengambil momen yang tepat untuk menunjang kegiatan bermain dan belajar anak. Selain itu kita juga harus peka, terhadap apa yang diinginkan anak, apa saja yang dibutuhkan, tanggung jawab dan kewajiban apa saja sesuai umurnya yang harus sudah mulai diajarkan, karena saya juga merasa, anak sangat cepat belajar sesuatu saat kondisi mereka memang baik, dan terkadang orang tua yang ‘kelabakan’ : “setelah ini, diajak berkegiatan apalagi ya..?” sebelumnya saya selalu berpikir demikian, namun ternyata, saya sebagai orang tua yang terkadang tidak memberi kesempatan kepada Hara ingin berkegiatan apa, ingin belajar apa. Dari situ saya selalu menjalin komunikasi ke Hara seperti: “Hara, bunda bantu supaya menjadi anak hebat dan bahagia ya! Tapi, Hara juga harus bantu bunda, supaya menjadi orang tua yang selalu semangat..” “Oke Bunda.. semangat ya..” “Iya, kamu juga semangat, hari ini mbak Hara ingin belajar apa?” atau “bermain apa?”
Bermain di Rumah dan diluar Rumah
Pindah tempat tinggal untuk sementara waktu, dirumah nenek; di Pekalongan, tak membuat Hara kesulitan beradaptasi, ia langsung membaur dengan anak-anak tetangga sekitar rumah, yang memang umurnya hampir sama. Setiap sore, Hara bermain diluar bersama teman-temannya. Hingga pada suatu hari, mbak Hara pulang cepat dari waktu bermainnya yang biasanya menjelang maghrib.
“Kenapa mbak Hara? Kok cemberut?” “Aku pengen skuter kayak temen-temen bun..”
“Oh.. kalau sekarang bunda belum punya uang yang cukup untuk membeli skuter.. emang teman-temannya mbak Hara beli skuter dimana?”
“Gak tau, coba besok aku tanya..” Keesokan harinya, saat pulang bermain lagi, “Bunda, temen-temenku beli skuternya lewat online..” “Oh iyaa..” “Gimana bun? Minta papah belikan..”
Kami sebagai orang tua telah sepakat, jika anak menginginkan sesuatu (permintaan yang tergolong tersier/hiburan) harus sabar dan menabung dulu; supaya menjadi kebiasaan baik, bahwa mendapatkan sesuatu butuh kesabaran dan perjuangan.
“Papah sama Bunda uangnya belum cukup kalau untuk membelikan mbak Hara skuter, karena uangnya untuk keperluan yang utama dulu; seperti membeli sayuran, makanan, susu, dan lain-lain.. Bagaimana kalau mbak Hara menabung dulu?”
“Yaudah, gapapa.. tap ikan aku gak punya celengan bun..” “Buat saja pakai botol plastik bekas..”
“Oke deh bun..” Setelah celengannya jadi, Hara menggambar dua skuter untuk ditempel di celengan tersebut. Lalu, Hara dan dek Gendis pergi bermain diluar lagi. “Mbak Hara mau kemana?” “Mau main diluar lagi..” “Nah itu teman-temannya pada main skuter, mbak Hara sama dek Gendis kan belum punya..”
“Gakpapa bun, nanti aku pinjem dulu.. gakpapa kok.. (sambil tersenyum)” “Baiklah kalau begitu, kalau mau pinjam ijin dulu, kalau nggak dibolehin, tidak marah ke temannya lho ya..”
Yang semulanya selalu cemberut saat pulang bermain, setelah membuat celengan, Hara tampak lebih tegar dan sabar untuk menunggu celengannya penuh. Dan dalam waktu dua minggu, uang yang ada di celengannya Hara dan dek Gendis sudah lumayan banyak. Uang tersebut diperoleh dari saya dan nenek kakeknya Hara, alih-alih untuk uang jajan, Hara memasukkannya kedalam celengan. Apalagi kalau melihat receh tergeletak di meja atau di lantai, pasti langsung diambil dan dimasukkan ke dalam celengan. Setelah dua minggu itu pula saya menawarkan untuk membuka celengannya Hara dan dek Gendis.
“Sudah cukup po bun uangku?” “Coba kita hitung dulu ya?” Setelah dibuka, kami menghitung uangnya. “Wahhh, ini belum cukup mbak Hara..” Hara dan dek Gendis terlihat sedih. “Gakpapa, nanti kurangnya ditambahin papah dan bunda ya..” “Beneran bun? Makasih yaaa..”
Padahal skuternya emang sudah dipesankan dua hari sebelumnya. Saya sengaja memberikan momen tersebut, supaya Hara dan Gendis belajar sabar. Akhirnya mereka punya skuter baru. Selain bermain bersama teman-teman diluar rumah, Hara dan dek Gendis juga senang bermain lego dirumah. Mereka membuat bentuk rumah, bangunan, dan untuk dijadikan permainan masak-masakan.
Jalan-jalan ke Tempat Wisata/Hiburan
Beberapa hari sebelum ke Pekalongan, kami sekeluarga mengunjungi Taman Sari. Hara dan dek Gendis sangat senang, karena bisa jalan-jalan ke tempat wisata. Banyak pertanyaan yang muncul dari Hara saat disana,
“Ini buat apa sih bun? Kolam renang?”
“Ini jaman dulunya, untuk tempat mandinya raja-raja Jogja mbak ..”
“Ohh.. sekarang rajanya dimana? Gak mandi disini lagi?”
“Raja nya ada di Kraton, dirumahnya.. iya, kalau mandi dirumah, gak disini lagi..”
“Lah kenapa?”
“Ya mungkin malu, hahaha..” saya tertawa “Sekarang tempat ini sudah jadi tempat wisata mbak Hara, sudah dilindungi, sebagai warisan budaya leluhur..”
“Leluhur itu apa?”
“Orang-orang yang hidup sebelum kita..”
“Ohh..”
Lalu kita melanjutkan berkeliling Taman Sari.
Sedikit cerita, sebelum pergi jalan-jalan, saya mengajak Hara untuk menyiapkan segala sesuatu yang harus dibawa, seperti; botol minum, tissue basah, tissue kering, jaket, masker, dan cemilan. Walaupun begitu, sesampainya disana, mbak Hara tetap saja minta untuk membeli es, karena haus.
“Bun, aku mau beli es itu..”
“Mbak Hara haus?”
“Iya, aku haus banget..”
“Kan kita sudah membawa botol minum, kalau beli es yang manis itu, nanti kamu gampang haus lagi.. lagipula sayang uangnya, mending untuk beli jajan yang lain saja..”
“Okedeh..”
Walaupun Hara agak cemberut, tapi Hara tetap mau minum dari botol minum yang ia bawa, dan kembali melanjutkan perjalanan berkeliling sekitar Taman Sari.
Saat berkeliling, Hara melihat ada penjual permen gulali, dan dia langsung meminta uang kepada saya, diikuti dek Gendis yang juga lompat-lompat ingin membeli permen tersebut.
“Bunda, bunda.. itu permennya bentuknya luculucu.. aku mau..”
“Harganya berapa mbak Hara?”
“Nggak tau..”
“ya coba tanya dulu sama bapaknya, harganya berapa..”
Awalnya Hara enggan bertanya karena malu, dia terus merengek minta dibelikan.
“Ya tanya dulu mbak Hara, kan yang pengen beli mbak Hara.. harus berani dong..”
Sekitar 5 menitan lah, Hara baru berani untuk bertanya kepada bapak penjual permen gulali tersebut.
“Bunda, bundaaa.. harganya 5000..”
“Kalau beli dua, berarti butuh uang berapa?”
Mbak Hara langsung menghitung dengan jari, tagan kiri 5 jari, tangan kanan 5 jari..
“satunya lima ribu.. trus satu lagi lima ribu, brarti sepuluh.. brarti sepuluh ribu bun..”
“Benerrrrr.. oke, ini uangnya..”
“yeyyyy, makasih ya bun..”
Hara dan dek Gendis dengan senang membeli permen gulali. Hara memilih bentuk kupu-kupu. Dek Gendis memilih bentuk ayam jantan.
“Sudah senang?”
“Senang bun.. makasih ya..”
“Iya, sama-sama..”
“Itu permennya terbuat dari apa?”
“Dari gula, soalnya manis..”
“Kalau makan yang manis-manis, sampai rumah harus apa?”
“Gosok gigi!”
“Oke, tidak boleh lupa ya nanti..”
“Oke bun..”
Orang Tua SALAM
Leave a Reply