“Walaupun kita gagal terus, tapi kita ini belajar lho, Buk.” Ungkapan itu muncul dari Pelangi (kelas 3 SD) saat bereksperimen membuat wafel. Rencananya, Pelangi akan turut berpartisipasi dalam kegiatan Pasaran kelas 3 SD Sanggar Anak Alam (SALAM) yang sedang berlangsung, dan Pelangi mendapat jadwal berjualan pekan depan.
Pasaran dalam bahasa jawa adalah bentuk ringkas dari pasar-pasaran, yang artinya bermain-main menjadi penjual dan pembeli. Semasa bocah, saya kerap memanfaatkan ampas kelapa yang diberi pewarna makanan dan beberapa lembar daun-daunan sebagai media bermain pasaran. Sementara di SALAM, pasaran telah dikembangkan menjadi sebuah tradisi komunitas, terutama lewat peristiwa Pasar Senin Legi yang rutin berjalan tiap 35 hari sekali sebelum pandemi.
Ide Pasaran yang berlangsung di kelas 3 SD Sanggar Anak Alam (SALAM) ini muncul saat banyak anak memilih riset membuat makanan. Fasilitator berharap Pasaran ini dapat menjadi pemicu bagi anak untuk memproduksi makanan yang sedang mereka riset semester ini. Ide tersebut dikomunikasikan ke orang tua dalam pertemuan daring tengah semester lalu. Karena situasi pandemi belum berakhir, kami tidak dapat berharap Pasaran ini dapat berlangsung seperti Pasar Senin Legi.
Beberapa hal kemudian kami sepakati agar acara dapat berjalan sesuai prokes. Seperti agenda berjualan yang dibagi dalam 3 hari, sistem pra pemesanan via WhatsApp, dan proses jual beli dengan sistem COD, menjadi hal baru dalam Pasaran kali ini.
Banyak cerita seru muncul saat Pasaran hari pertama, terutama dari orang tua. “Rayyan itu main terima-terima order aja. Setelah kita itung bareng, ternyata totalnya ada 55 porsi pesanan yang harus dibuat,” celoteh Mbak Dini, orang tua Rayyan. “Padahal satu porsi ada 3 biji makoyaki. Jadi berapa tuh, harus bikinnya? Sementara satu kali kukus cuma muat 15 biji.”
Saat akan berpamitan pulang, Rayyan berceletuk, “Aku besok harus ngukus 11 kali!”
Sementara anak saya, Jalu, yang awalnya enggan berpartisipasi dan hanya kepingin jajan-jajan, rupanya tetap ingin menghasilkan uang. Dari hasil diskusi bersama fasilitatornya, Mbak Rere, Jalu memutuskan untuk membuka jasa pembuatan poster sebagai media promosi bagi teman-temannya. Jalu menetapkan harga Rp. 1.500,- untuk satu poster digital yang dibuat dengan aplikasi Canva.
Karena pemesan poster belum banyak, Jalu bertanya, “Enaknya jualan apalagi ya, Mah, yang nggak perlu bikin-bikin?” Dia paham benar, ibunya bukan penguasa dapur yang brilian. Pekan lalu kami baru saja mencoba pengalaman baru menyewa komik. Pengalaman ini kemudian menjadi referensi Jalu. “Gimana kalau nyewain komik sama buku cerita koleksiku aja?” Akhirnya dalam pasaran kali ini Jalu membuka dua layanan jasa, yaitu jasa desain poster dan persewaan komik.
Meskipun nampaknya sederhana dan spontan, namun dalam peristiwa Pasaran kali ini saya mengamati anak-anak belajar banyak sekali. Seperti menghitung kapasitas produksi, menghitung kebutuhan bahan, menghitung harga pokok produksi dan harga jual, membuat sampel produk untuk promosi, menggunakan aplikasi sebagai alat produksi, mencatat hasil penjualan/ sewa, hingga tata cara melayani pelanggan. Sungguh sebuah peristiwa bermain yang serius.
Bagi para penjual makanan seperti Jaco, Alfin, dan Bumi, mereka bahkan rela bangun pagi-pagi demi mempersiapkan dagangan. Hal ini saya ketahui pagi tadi saat saya mendapati Jaco tengah menyantap bekal nasi yang ia bawa dari rumah. “Lho, Jac, masih jam segini kok udah makan bekal?”
“Ini itu sarapan yo, Tan. Aku tadi bangun jam 5 pagi dan belum sarapan,” jawab Jaco sembari mengunyah nasi oseng tempe. Ayah Jaco bercerita bahwa rupanya ketika digoreng, adonan donut dengan ragi alami buatan Jaco dan bundanya, menghasilkan donut yang berbeda-beda tingkat kelembutannya. Kepanikan pagi hari itu membuat Jaco tidak sempat sarapan.
Namun,lepas dari semua keseriusan dalam bermain-main itu, yang paling menyentuh hati adalah ketika mengetahui bahwa anak-anak belajar tentang kegagalan. Lalu kemudian, seperti ungkapan Pelangi di atas, menerima kegagalan sebagai proses belajar.
Pasaran masih akan berlangsung dua kali lagi pekan depan. Bagi teman-teman yang ingin turut memesan, masih ada beberapa pilihan menu dan produk untuk dipesan. Tapi, melihat riuhnya daftar pesan di grup WhatApp kelas, sepertinya banyak yang sudah menutup daftar pesan. Harap maklum ya, namanya juga pasaran.
Orang Tua Murid & Fasilitator SMA SALAM
Leave a Reply