Blog

Seperti Harvest Moon

Home visit adalah kunjungan ke rumah salah satu anak yang proses kegiatan belajarnya diserahkan kepada orangtua dan dikoordinasi oleh fasilitator. Jadi proses kegiatan belajar anak SALAM bukan hanya di sekolah, namun juga secara bergantian dilakukan di rumah si anak. Menyenangkan bukan?

Sesi foto bersama dengan anak-anak kelas 6

Pagi ini saya mendengar alarm hp berbunyi dengan lantang. Dalam hati saya pun berbisik, “syukurlah terbangun”, karena jam sudah menunjukkan pukul 07.00. Saya pun langsung bergegas mandi dan bersiap diri untuk berangkat. Hari ini proses kegiatan belajar anak kelas 6 berada di rumah Lintang (salah satu anak kelas 6). Warga Sanggar Anak Alam (SALAM) menyebutnya home visit. 

Lanjut.. Setelah selesai bersiap diri,saya langsung menuju ke rumah Lintang. Tak lupa memasang aplikasi maps di handphone yang telah dikirimkan melalui grup WhatsApp kelas 6. Sembari melihat pemandangan pagi hari yang riuh serta padat merayap-nya jalanan Yogyakarta, saya sesekali melihat layar handphone berjaga-jaga siapa tahu nyasar. Namun naas, ternyata saya benar tersesat—bahkan sampai 3 kali! Sehingga mengharuskan saya untuk putar balik berkali-kali hehe.

Setelah menembus jalanan yang sangat ramai, ada sedikit angin segar. Maps mulai aktif kembali dan menunjukkan jalan menuju rumah Lintang. Tidak lama kemudian, petunjuk dalam maps berkata kalau alamat yang dituju sudah sampai, sehingga dengan otomatis maps-nya mati. Namun aneh-nya, suasana di daerah situ masih juga sepi. “Masak kesasar lagi?” gumam saya. Lalu saya putar balik kembali dan tidak sengaja bertemu dengan ibunya Oyik (teman sekelas Lintang) yang terlihat sedang bergegas pulang setelah mengantar Oyik. Ibunya Oyik menunjukkan kepada saya bahwa rumah Lintang berada di tengah sawah, jadi maps-nya memang hanya sampai di jalan gang saja.

Okay.. setelah itu saya bergegas parkir motor di sebuah warung yang tidak jauh dari tempat saya bertemu dengan ibunya Oyik. Saya pun kemudian berjalan menuju jalan setapak melewati pematang sawah yang lumayan jauh. Setibanya di sana, ternyata sudah ada beberapa anak yang sedang asyik menyalurkan hobi fotografinya. Tidak heran, karena di rumah Lintang pemandangannya sangat bagus, sehingga cocok untuk mengasah kemampuan di bidang fotografi.

Sambil menunggu teman-teman yang belum datang, saya melihat banyak tanaman yang ditanam oleh Pak Ganung (Bapaknya Lintang). Di depan rumah terdapat tanaman sawi, pohon belimbing wuluh, pohon talok, pohon alpukat, pohon mlinjo, pohon jambu air, pohon randu alas, singkong, ketela rambat, juga terdapat kolam ikan. Sedangkan di belakang rumah terdapat pohon Nangka, pohon papaya, pohon pisang dan lain-lain.

Suasana di depan rumah Lintang

Sekilas saya merasa seperti berada di game harvest moon. Menyenangkan sekali berada di tengah sawah, dengan angin sepoi-sepoi yang juga tenang. Tak lama kemudian anak-anak sudah lengkap dan kegiatan diawali dengan doa. Selanjutnya, Pak Ganung mengajak anak-anak untuk melukis kotak pensil yang telah disediakan. Dengan semangat membara, anak-anak langsung berkreasi memadupadankan warna untuk dilukis ke kanvas kotak pensil sesuai apa yang mereka inginkan.

Ketika beberapa anak selesai melukis, Bu Putri (ibunya Lintang) mengeluarkan snack di bawah pohon talok. Setelah berdoa, anak-anak dengan sigap langsung mengambil dan menikmati snack yang telah disediakan. Selesai menikmati snack, ada yang melanjutkan melukis, ada pula yang kembali bermain. Yup, ada yang bermain sepedaan di sekitar rumah Lintang, berlarian, dan bermain petak umpet. Bermain petak umpet memang sangat seru. Apalagi di tengah sawah, pastinya anti-mainstream.

Sadat dan Ezy, dua anak kelas 6 sedang bermain sepeda di tengah sawah sekitar rumah Lintang

Permainan berlangsung cukup lama dan hampir semua anak ikut. Di mana sajakah sembunyinya? Ada yang bersembunyi di balik tanaman padi yang telah menguning, memanjat pohon talok, di dalam tenda, serta banyak tempat yang bisa mereka jadikan markas persembunyian. Pemain yang jaga selesai menghitung angka secara mundur, suasana semakin senyap, pertanda anak-anak telah bersembunyi. Tiba-tiba terdengar suara “brrrrrrrrrrrrrruuuuuuuuuuk” diiringi dengan daun-daun serta pepohonan yang saling bergoyang. Bu Erwin yang heran kemudian bertanya “hallo… ada apa itu?” sambil terdengar keriuhan anak-anak tertawa kecil menahan suara supaya tidak ketahuan dari persembunyian. Setelah di cek ternyata kandang kambing di belakang rumah yang dijadikan markas persembunyian beberapa anak tidak kuat menahan beban berat mereka. Alhasil kandang kambing tersebut ambruk, hahaha syukurlah tidak ada korban dan anak-anak tidak terluka.

Sambil menunggu anak-anak bermain petak umpet, kami berbincang dengan Pak Ganung tentang ide rumah tengah sawah yang menarik ini. Sejak awal saya tiba mengunjungi rumah ini, aroma harvest moon sudah nampak sekali. Ternyata setelah berbincang dengan Pak Ganung, ibunya Lintang memang penggemar harvest moon, sehingga konsep rumah yang baru saja mereka tempati  bulan ini memang sepertivideo game berkebun yang populer sejak era playstation pertama tersebut. Suasananya hampir mirip dengan SALAM namun lebih sepi.

anak kelas 6 lain, Jalu sedang menjadi pemain yang jaga.

Setelah anak-anak puas bermain, kami menyempatkan untuk foto bersama terlebih dahulu di tengah hamparan padi yang telah menguning. Jam sudah menunjukkan waktu untuk makan siang, anak-anak langsung mengambil hidangan makanan yang telah disiapkan Bu Putri setelah sebelumnya berdoa terlebih dahulu. Beberapa orang tua tampak sudah berdatangan untuk menjemput anaknya. Beberapa saat setelah semua menyelesaikan makan siangnya masing-masing, kami kumpul kembali untuk berdoa pulang dan berpamitan dengan Pak Ganung sekeluarga.

Terima kasih semesta, telah memberikan kesempatan untuk melihat anak-anak tumbuh dengan merdeka. Jauh dari peraturan yang mengkerdilkan pemikiran, bebas mengeluarkan pendapat, bebas berekspresi, menjunjung tinggi toleransi, menghargai sesama teman, dan paling utama adalah merdeka sejak dalam pikiran.

Lantas bisakah semua anak juga merdeka seperti anak-anak di SALAM ini?

 

 

 

Yogyakarta, 29 Agustus 2019

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *