Tak kurang dari 288 hari lagi tepat tanggal 20 Juni, saat SALAM Yogyakarta genap berusia 20 tahun. Melalui Perjalanan hidup selama dua dasa warsa ini tentunya banyak peristiwa yang dialami oleh SALAM. Pengalaman baik-buruk, manis-pahit-asam-asin tentunya pernah dialami oleh SALAM. Pertumbuhan, perkembangan dan perubahan-perubahan menjadi bagian yang tak terelakkan dalam perjalannnya. Perubahan usia, perubahan jumlah warga SALAM, perubahan kegiatan-kegiatan bisa diamati dengan mudah.
Lalu, bagaimana SALAM sendiri akan memaknai perjalanan usianya yang cukup panjang ini? Tiga tahun yang lalu, tepatnya saat usia ke-17 tahun, “Kami Tidak Seragam” menjadi refleksi SALAM memaknai perjalanannya. “Kami Tidak Seragam” menjadi kontras antara SALAM dengan situasi praktik pendidikan di luar SALAM yang “seragam”. Karya teater yang melibatkan seluruh siswa, dan diorganisir orangtua dan pengelola menjadi medium bagi SALAM untuk membagikan pengalamannya kepada masyarakat luas. Maka, dipilihlah lokasi Taman Budaya Yogyakarta bukan di rumah sendiri sebagai simbol bahwa SALAM membagikan pengalamannya ke luar, kepada masyarakat luas. Pentas teater dan juga pameran karya mendapat sambutan yang luar biasa, ditengarai dengan jumlah penonton yang membludak, sampai-sampai perlu ditambah kursi dan gelaran bagi penonton.
Lontaran gagasan untuk merayakan 20 tahun SALAM disampaikan Pak Toto Rahardjo, pendiri SALAM, pada penghujung acara. Dalam jangka waktu yang cukup lama belum ada pembicaraan yang serius untuk menindaklanjuti gagasan tersebut. Namun, potongan-potongan diskusi bertebaran pada setiap moment kegiatan yang diselenggarakan SALAM. Belum ada yang “membundeli” secara khusus.
Bulan presentasi SALAM, 2-24 Mei 2019 menjadi penanda bagi langkah awal mempersiapkan perayaan 20 tahun SALAM. Pada akhir bulan presentasi, Pak Toto mengajak para fasilitator dan orang tua untuk mengevaluasi pelaksanaan bulan presentasi yang dilakukan oleh seluruh anak-anak dari Kelompok Bermain, Taman Anak, SD, SMP dan SMA. Gambaran perayaan 17 tahun SALAM, Bulan presentasi dan kegiatan-kegiatan lain yang pernah dilakukan menjadi modal untuk memilih bentuk-bentuk apa saja yang digunakan nantinya.
Terlepas dari bentuk pengungkapannya akan seperti apa, point yang paling penting bahwa momentum 20 tahun SALAM ini akan menjadi medium untuk ber-refleksi ke dalam. Kalaupun nantinya berdampak pada orang luar itu bonus. Seluruh proses perjumpaan dapat dimanfaatkan untuk saling ber-refleksi dan evaluasi diri. Bisa juga mengukur mutu kita sejauh mana sich? Apakah SALAM ini benar-benar pilihan dengan kesadaran penuh? Merupakan bagian untuk memandirikan dan memerdekakan kita? atau jauh dari itu? Karena kepepet mungkin?
Mungkin pertemuan besar tidak terlalu sering kita lakukan. Pertemuan-pertemuan dan obrolan-obrolan kecil bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin. Tak banyak orang tak masalah. Yang penting informasinya bisa didokumentasikan dan di simpan.
Ada sebuah usulan yang disambut baik, “kalau buku SALAM pertama dan ke II berisi yang “baik-baik” nya refleksi SALAM yang sekarang perlu menampilkan sisi lain”. “Misalnya: kegelisahan, grundelan, ketidakpuasan, kekhawatiran dan yang lainnya perlu diungkapkan”. Pak Toto memberi saran bagaimana mengungkap dan mendokumentasikan obrolan-obrolan reflektif. Yang perlu dicatat: Point statement-nya apa? Reasoning-nya apa? dan contohnya apa? Masing-masing diberi keterangan. Kalau ini bisa terkumpul banyak, sangat bagus.
Apa kegiatan yang direncanakan untuk mengungkapkan refleksi SALAM? Kegiatan yang disepakati berupa Pertunjukan, Pameran Karya, Penerbitan Buku, Festival Video dan juga Pasar. Bagi anak-anak, apa yang akan ditampilkan tidak lepas dari proses belajar yang direncanakan, karya yang bisa dilihat, maka dokumentasi dan penyimpanan harus diperhatikan. Fasilitator mempunyai peran penting untuk hal itu. Untuk refleksi orang tua, alumni maupun fasilitator perlu ada riset selama 3 bulan untuk mempersiapkannya. “Jangan riset lah istilahnya, tapi ngobrol aja” ungkap Pak Sea Timotella.
Rencana-rencana yang digagas perlu ditindaklanjuti dan diorganisir bersama. Moment peringatan HUT RI ke-74 di SALAM menjadi langkah awal untuk mengumpulkan orangtua guna membahasnya. Para ortu yang turut merayakan pesta kemerdekaan diajak mojok dengan suguhan minuman hangat membicarakan langkah awal mengorganisir persiapan perayaan 20 tahun SALAM. Selanjutnya setiap kelas diharapkan mengirimkan minimal 5 orang perwakilan orang tua untuk menjadi panitia. Forum orang tua di kelas-kelas merespon dengan baik. Semua kelas mengirimkan perwakilannya. Diskusi-diskusi lanjutan pun terjadi dengan baik secara offline maupun online. Energi keterlibatan ini juga menyedot perhatian para orangtua (alumni) yang anaknya tak lagi di SALAM untuk bergabung dan terlibat.
Terbentuklah kepanitian dengan beberapa divisi yang anggotanya akan selalu bertambah. Jika Anda tertarik untuk terlibat silahkan bergabung. Diantaranya: Kepanitiaan Konten/ kegiatan dikomando oleh Rain Rosidi. Divisinya meliputi: Pertunjukan, Pameran, Buku, Festival Video, dan Pasar. Kepanitiaan Support dikomando oleh Pak Adhi Marutahara. Divisinya meliputi: Keuangan, Logistik dan Perlengkapan, Kesekretariatan, Humas, Publikasi, Dokumentasi serta Konsumsi.
Posko panitia menggunakan Warung Sedapur di dekat parkiran. Silahkan teman-teman Orangtua, Fasilitator dan Anak baik yang masih aktif di SALAM maupun beraktivitas di tempat lain untuk turut serta memberi kontribusi pada perayaan kita bersama 20 tahun SALAM.
Salam dan bahagia,
Bapak (bukan Mas) Yudhistira Aridayan
(rnn)
Fasilitator dan Ketua PKBM SALAM
Leave a Reply