Kebanyakan orangtua ingin anaknya masuk sekolah favorit. Tapi tahukah Anda, bila ingin anak Anda ingin jadi anak kreatif, jangan memilih sekolah favorit. Kenapa?
Suatu sore saya bersama keluarga terlibat obrolan mengenai pilihan-pilihan sekolah. Kami membicarakan berbagai kriteria yang harus dimiliki sebuah sekolah untuk anak kami, Ayunda Damai. Di tengah obrolan itu, saya mendengar cerita tentang upaya sejumlah teman memasukkan anaknya ke sekolah favorit. Upaya memang harus dilakukan, tapi jadi mengherankan bila upaya masuk sekolah favorit dilakukan dengan segala cara, bahkan hingga “main dari pintu belakang”.
Setelah obrolan itu, saya jadi berpikir panjang, mengapa orangtua begitu berambisinya memasukkan anak ke sekolah favorit? Saya tanya ke beberapa teman. Saya melakukan pencarian informasi di internet. Saya pasang status di media sosial dan mendapat banyak respon. Dari hasil pencarian itu, saya merumuskan dua hukum yang saya sebut Hukum Besi dan Hukum Emas Sekolah Favorit.
Hukum Besi Sekolah Favorit: Bila anak masuk SD favorit, maka ia pasti masuk ke SMP favorit, SMA favorit, dan Perguruan Tinggi favorit.
Hukum besi sekolah favorit adalah suatu kaidah yang dianggap sebagai kepastian ketika anak masuk sekolah favorit. Hukum ini merupakan inti keyakinan dari kebanyakan orangtua tentang jalan sukses anaknya di masa depan. Dengan keyakinan demikian, orangtua berusaha dengan segala cara untuk mengamankan jatah buat anaknya di sekolah favorit. Dalam hukum besi, faktor keunikan anak tidak penting. Apapun keunikan anak selama ia mengikuti hukum besi ini akan dijamin sukses masa depannya. Dalam prosesnya, anak dituntut untuk patuh memenuhi tuntutan dari sekolah favorit.
Hukum Emas Sekolah Favorit: Bila anak masuk dan berprestasi di sekolah favorit, maka orangtua akan dihargai masyarakat.
Hukum emas sekolah favorit adalah suatu keyakinan bahwa prestasi anak di sekolah favorit merupakan sumber kebanggaan orangtua. Hukum ini merupakan inti kebanggaan dari kebanyakan orangtua tentang cara mendidik anak yang sukses. Dengan kebanggaan ini, orangtua akan menceritakan ke rekan-rekannya mengenai anaknya yang masuk sekolah favorit. Dalam hukum emas, kreativitas dan konsistensi anak berkarya tidak penting. Apapun karya anak, yang penting selama anak mencapai prestasi baik nilai ujian yang tinggi atau menjadi juara berbagai perlombaan maka ia menjadi kebanggaan bagi orangtua.
Apa yang salah dari kedua hukum tersebut? Tidak ada yang salah. Sah-sah saja orangtua meyakini kedua hukum tersebut. Karena sebenarnya bukan soal salah atau benar, tapi soal tepat atau tidak tepat hukum tersebut dalam mewujudkan aspirasi orangtua.
Dalam tulisan ini yang dibahas adalah aspirasi orangtua yang ingin anaknya menjadi anak kreatif. Orangtua yang meyakini anaknya adalah bagian dari Anak Zaman Now yang mempunyai pilihan jalan hidup yang berbeda dengan orangtuanya. Orangtua yang meyakini penting membekali kreativitas pada anak sebagai salah satu dari 4 keterampilan abad ke-21.
Mengapa kreativitas menjadi semakin penting di abad ke-21? Karena di masa depan, tugas rutin dan hanya butuh kemampuan kognitif rendah akan dikerjakan oleh robot (tentang hal ini akan dijelaskan pada tulisan yang lain). Anak-anak kita justru dituntut untuk mengerjakan tugas non rutin dan butuh kemampuan kognitif tinggi. Anak-anak kita butuh dibekali kreativitas.
Bila Anda ingin anak jadi kreatif, maka keinginan Anda bertentangan dengan kedua hukum tersebut. Hukum besi dan emas sekolah favorit tidak cocok dengan aspirasi Anda. Perhatikan sekali lagi kedua hukum tersebut. Perhatikan kata kuncinya:
Hukum Besi Sekolah Favorit: kepastian, mengikuti, patuh
Hukum Emas Sekolah Favorit: prestasi, nilai ujian, juara
Mari bandingkan dengan kreativitas. Kreativitas adalah proses penciptaan sesuatu yang baru menggunakan sumber daya yang ada. Kreatif bukan mengikuti cara lama yang pasti, tapi justru memilih cara baru yang belum pasti. Karena itu, kreativitas lahir dari proses berpikir yang melampui tatanan, bukan yang mengikuti dan patuh pada tatanan. Istilah kerennya, out of the box. Tak heran banyak orang kreatif dinilai sebagai “pembangkang”. Apa yang dihargai dari orang kreatif bukan prestasi, capaian sesuai jalur standar seperti nilai ujian dan jadi juara. Orang kreatif berhasil ketika berkarya terus menerus untuk menghasilkan karya.
Steve Jobs dianggap membangkang karena bersikukuh menghasilkan macbook yang dianggap tidak akan sukses. Singgih Susilo Kartono dianggap membangkang karena ketika semua desainer berkarier di kota, ia justru menghasilkan karya yang dihargai internasional dari desa. Kasus terbaru, Nadiem Makarim (Gojek) dianggap membangkang karena menawarkan layanan yang membongkar kemapanan ojek dan taksi konvensional. []
Manajer Pengembangan Kampus Guru Cikal
Leave a Reply