oportunis/opor·tu·nis/ n Pol orang yang menganut paham oportunisme opor.tu.nis.me [n] paham yg semata-mata hendak mengambil keuntungan untuk diri sendiri dari kesempatan yang ada tanpa berpegang pada prinsip tertentu
Oportunis berasal dari kata bahasa inggris opportunity yang artinya peluang. Sedangkan “is” seperti yang kita ketahui merujuk pada pelaku (orangnya). Dilihat dari kacamata ini, sepertinya tidak ada yang salah, hanya berarti “orang yang mengambil peluang”.
Tapi tunggu dulu—oportunis adalah sikap seseorang yang suka mengambil tiap kesempatan belaka dengan mengacuhkan perinsip yang dia pegang. Contohnya seperti ini, saat terjadi bencana alam—banyak orang yang kesulitan mencari tempat berlindung, bahan makanan serta MCK. Bagi sebagian orang saat seperti itu adalah waktunya bagi mereka untuk membantu sesama, namun bagi mereka yang oportunis maka dia akan berusaha mencari keuntungan dari hal tersebut. Misalnya dengan dia menyewakan rumahnya untuk menginap, menjual makanan lebih mahal atau menarik biaya MCK yang lebih dari biasa.
Pertanyaanya adalah, apakah itu salah? Saya jelas tidak bisa menyalahkan sepenuhnya orang oportunis, namun jelas hal tersebut sangat menyebalkan. Rasanya kok seperti di manfaatkan untuk kepentingan orang tersebut—tentu saja menjadi negatif dalam kaedah kebersamaan, kolektif. Tentu sangat berbeda dalam khasanah kehidupan para calo, makelar, sales—justru memiliki sifat oportunis juga sangat baik yang berhubungan dengan marketing. Tentunya mereka akan mendapat penjualan yang lebih banyak.
Namun sifat oportunis justru harus dijaga dengan baik—perlu dibedakan orang yang pantas di manfaatkan dan yang bukan. Tentunya jika kita sudah dekat dengan seseorang dan menganggapnya teman namun tetap berlaku oportunis terhadap orang tersebut maka itu tentu sebuah kesalahan, bahkan bisa disebut kejahatan.
Berdasar Oxford English Dictionary atau EOD artinya malah resep diet, dikatakan bahwa: Opportunist: “a person who exploits circumstances to gain immediate advantage rather than being guided by consistent principles or plans” (orang yang memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan langsung, tanpa berpegang pada prinsip-prinsip atau rencana yang konsisten) dan, Opportunism: “the practice of looking for and using opportunities to gain an advantages for oneself, without considering if this is fair or right”
(faham/ajaran yang mencari dan menggunakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri, tanpa mempertimbangkan apakah ini adil dan benar)
Masih merujuk kamus, kali ini pengertian dari Kamus Besar Bahasa Indonesia Online: Opor·tu·nis·me: “paham yang semata-mata hendak mengambil keuntungan untuk diri sendiri dari kesempatan yang ada tanpa berpegang pada prinsip tertentu”.
Dari pengertian diatas, setidaknya kita sudah punya sedikit gambaran. Kalau acuannya “kamus”, maka ada 5 kata kunci yang rasanya tepat untuk mengambarkan si oportunis, yaitu: peluang, keuntungan pribadi, situasional, persetan prinsip, dan persetan apapun alasannya.
Oportunis cenderung pintar mengambil peluang, tak peduli sekecil apapun akan tetap diambil asal itu menguntungkan. Sayangnya, “untung” disini adalah untuk diri sendiri, bukan yang lain.
Tidak ada yang salah memang. Tapi kalo yang memiliki sifat ini seorang pemimpin atau pejabat publik?—Bayangkan kita punya pemimpin atau wakil yang dipilih oleh rakyat, digaji gede, kerjanya duduk, rapat (bahkan sambil tidur). Tapi ternyata disana hanya mementingkan dirinya sendiri dan bekerja untuk keuntungan pribadi—apakah wajar? Oportunis menjadi tidak wajar ketika dimiliki oleh pejabat yang menaungi nasib banyak orang.
Dalam pergaulan pun kita dapat menemukan ciri-ciri orang yang oportunis. Mereka cenderung berbaur dengan orang-orang yang dianggap menguntungkan, sementara teman-teman lama, dan teman-teman yang ada “dibawahnya”, akan dilupakan.
Bisa dibilang, oportunis tidak layak dijadikan sahabat, karena dia hanya akan bersahabat dengan segala hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri—egois adalah ciri khasnya.
Jika seorang oportunis dimasukkan dalam satu kelompok, kemudian tidak sreg, maka ketika satu kelompok itu bekerja untuk kepentingan bersama, dia akan bekerja untuk dirinya sendiri, dan berusaha mengambil keuntungan dari anggota kelompok lainnya. Orang yang oportunis memutuskan sesuatu secara situasional, apapun alasannya. (Beda dengan orang yang memegang erat prinsip,normam aturan).
Jadi, salahkah bersifat Oportunis?
Saya pribadi lebih suka jawaban relative, tergantung dari pelaku dan orang-orang disekitarnya, apakah merasa dirugikan atau tidak. Dari segi bisnis dan pribadi mungkin sah-sah saja, tapi dari segi politik & kepentingan umum, lain lagi.
Lagipula kalo kita waras, pasti kita ingin perbuatan kita itu baik untuk semua orang, bukan semata untuk keuntungan pribadi. Tapi kalo boleh jujur, siapa sih yang tidak pernah jadi oportunis? toh sejatinya sifat ini selalu ada dalam diri manusia.
“Sudah menjadi sifat manusia yang ingin berkembang dengan melihat sekitar dan mengikuti pimpinan. Bukankah ada pepatah, dimana bumi dipijak sisana langit dijunjung—yang jadi soal kalau bumi yang dipijak ternyata kepala sesama kita di bumi****
SALAM (Sanggar Anak Alam), Laboratorium Pendidikan Dasar, berdiri pada tahun 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara.
Leave a Reply